Kebijakan UN Tahun 2015
UN tidak jadi dihapuskan akan tetapi dimodifikasi proposional penilainnya, Kabar mengenai ujian nasional yang akan dihapuskan mulai tahun 2015 sepertinya akan dibatalkan. Hal ini diungkapkan anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP),
Teuku Ramli Zakaria , penghapusan UN tidak bisa dilakukan begitu saja,
melainkan harus mengganti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32/2013
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), khususnya pasal 67. Dalam PP
Pendidikan tersebut disebutkan, "Pemerintah menugaskan BSNP untuk
menyelenggarakan Ujian Nasional yang diikuti Peserta Didik pada setiap
satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah, dan jalur
nonformal kesetaraan".
Menurut Ramli, perbincangan dengan Mendikbud Anies beberapa waktu lalu disimpulkan, UN tahun ini tetap dilanjutkan, namun harus dilakukan perbaikan. Hasil UN harus kredibel dan jangan sampai menimbulkan ketegangan berlebihan di kalangan siswa.
"Kita sekarang sedang menyiapkan POS (prosedur operasional standar), ditargetkan akhir November bisa selesai, jadi bisa langsung sosialisasi," kata Ramli.
Menurut Ramli, proporsi nilai kelulusan UN untuk 2015 diubah, yaitu 50 persen nilai UN murni, ditambah 50 persen nilai sekolah.
"Nilai sekolah, yang terdiri dari nilai rapor dan nilai ujian sekolah untuk tahun depan ditingkatkan," katanya. Ramli mengatakan, BSNP yang terdiri dari 11 orang, pada prinsipnya adalah pembantu menteri. Oleh karena itu, dia siap untuk mengikuti kebijakan menteri, jika ternyata ada perubahan mendadak seperti penghapusan UN.
Menurut Ramli, perbincangan dengan Mendikbud Anies beberapa waktu lalu disimpulkan, UN tahun ini tetap dilanjutkan, namun harus dilakukan perbaikan. Hasil UN harus kredibel dan jangan sampai menimbulkan ketegangan berlebihan di kalangan siswa.
"Kita sekarang sedang menyiapkan POS (prosedur operasional standar), ditargetkan akhir November bisa selesai, jadi bisa langsung sosialisasi," kata Ramli.
Menurut Ramli, proporsi nilai kelulusan UN untuk 2015 diubah, yaitu 50 persen nilai UN murni, ditambah 50 persen nilai sekolah.
"Nilai sekolah, yang terdiri dari nilai rapor dan nilai ujian sekolah untuk tahun depan ditingkatkan," katanya. Ramli mengatakan, BSNP yang terdiri dari 11 orang, pada prinsipnya adalah pembantu menteri. Oleh karena itu, dia siap untuk mengikuti kebijakan menteri, jika ternyata ada perubahan mendadak seperti penghapusan UN.
Di sisi lain Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB), sekaligus Atase
Pendidikan dan Kebudayaan untuk India, Prof Iwan Pranoto mengatakan, UN
sudah mempersempit proses belajar karena siswa hanya belajar untuk
ujian, bukan berdasarkan minat, gairah, dan keingintahuan.
Iwan mengapresiasi pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendiknas), Anies Baswedan yang menyebutkan bahwa UN sangat mungkin dihapuskan. Dia mengatakan, keputusan terkait UN harus sejalan dengan keputusan tentang Kurikulum 2013 (K-13). Menurutnya, kurikulum adalah satu kesatuan mulai dari proses belajar sampai penilaian (assessment).
Iwan mengatakan, pemerintah sudah melaksanakan UN setiap tahun sejak tahun 2005. Maka seharusnya sudah ada data lengkap tentang mutu pendidikan. Dia membandingkan dengan ujian skala internasional, seperti Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang digelar tiga tahun sekali, namun mampu memetakan secara akurat kualitas pendidikan negara-negara di dunia.
“Data saya kira sudah lengkap. Tapi tindakan apa untuk memperbaiki?” katanya.
Dia mengungkapkan, pemerintah lebih baik mengembalikan kelulusan kepada guru. Daripada sibuk mengurus UN, pemerintah bisa berbenah diri untuk memperbaiki institusi penyiapan guru.
Iwan menambahkan, UN di tingkat SMA lebih tidak masuk akal, sebab dipakai untuk tiga parameter sekaligus, yaitu pemetaan, penentu kelulusan dari jenjang SMA, dan seleksi masuk ke perguruan tinggi (PT). Menurutnya, ujian masuk ke PT seharusnya berbeda dengan ujian untuk kelulusan. Seleksi ke jenjang PT harus bisa menyaring siswa terbaik, karena tempatnya terbatas.
Iwan mengapresiasi pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendiknas), Anies Baswedan yang menyebutkan bahwa UN sangat mungkin dihapuskan. Dia mengatakan, keputusan terkait UN harus sejalan dengan keputusan tentang Kurikulum 2013 (K-13). Menurutnya, kurikulum adalah satu kesatuan mulai dari proses belajar sampai penilaian (assessment).
Iwan mengatakan, pemerintah sudah melaksanakan UN setiap tahun sejak tahun 2005. Maka seharusnya sudah ada data lengkap tentang mutu pendidikan. Dia membandingkan dengan ujian skala internasional, seperti Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang digelar tiga tahun sekali, namun mampu memetakan secara akurat kualitas pendidikan negara-negara di dunia.
“Data saya kira sudah lengkap. Tapi tindakan apa untuk memperbaiki?” katanya.
Dia mengungkapkan, pemerintah lebih baik mengembalikan kelulusan kepada guru. Daripada sibuk mengurus UN, pemerintah bisa berbenah diri untuk memperbaiki institusi penyiapan guru.
Iwan menambahkan, UN di tingkat SMA lebih tidak masuk akal, sebab dipakai untuk tiga parameter sekaligus, yaitu pemetaan, penentu kelulusan dari jenjang SMA, dan seleksi masuk ke perguruan tinggi (PT). Menurutnya, ujian masuk ke PT seharusnya berbeda dengan ujian untuk kelulusan. Seleksi ke jenjang PT harus bisa menyaring siswa terbaik, karena tempatnya terbatas.