Showing posts with label Sastra. Show all posts
Showing posts with label Sastra. Show all posts

Monday, March 18, 2019

SINOPSIS PANTOMIN SDN CITEUREUP 3 TEMA : AKU DAN ALAM

 


Sebagai manusia yang beriman tentu kita  butuh akan kebersihan, baik kebersihan badan atau lingkungan. Hidup bersih tentu dibutuhkan kesadaran dari diri sendiri tanpa ada unsur paksaan dari siapapun. Dalam seni pantomin ini, kami mengangkat tema “ Kebersihan alam “ dengan latar aktifitas sorang pelajar bangun tidur hingga hendak berangkat sekolah, Tema ini kami ambil bertujuan agar kebiasaan hidup bersih dapat diawali dari usia dini dengan harapan kebiasaan tersebut sudah menjadi hal yang biasa dilakukan sehari-hari, sesuai  salah satu himbauan dalam Agama Islam, bahwa “ Kebersihan bagian daripada Iman”.

Gerakan pantomin yang ditampilkan ini adalah kegiatan yang biasa dilakukan sehari hari oleh anak: Kegiatan pertama seorang anak bangun tidur, terbangunkan oleh suara beker yang lupa menarunhnya,  hingga dia meraba-raba di sekitar tempat tidur untuk mencari letak beker tersebut, hingga ketemu juga beker itu. Setelah ketemu beker tersebut diinjak-injak dan dilemparkannya.

Kegiatan kedua: Setelah bangun tidur dilanjutkan dengan kegiatan membersihkan pakaian yang berserakan dan mengangkatnya ke pojok tempat pakaian kotor, kemudian dilanjutkan dengan mengepel lantai, mengelap kaca kamar dan tak terasa waktu berangkat sekolah telah tiba, maka dengan buru-buru ia langsung mandi walaupun air terasa dingin. Ia pun bergegas mandi dengan bersih, setelah mandi dan dihanduk ia langsung mengenakan pakaian, menyisir rambut dan menyemprotkan parfum, setelah merasa rapih dan pede iapun mengenakan tas dan langsung pergi ke sekolah dengan pedenya. Selamat menyaksikan!!!

Tema                           : Aku dan Alam
Judul                              : Dayat Anak yang cinta kebersihan
Kareografer                : Sutrisna,
Sinopsis                         : Sutrisna
Pantoman                    : Dayat
Tata Rias dan Busana   : Iin Inayah, S.Ag
Pengarah dan Penanggungjawab : Ahim, S.Pd.

Thursday, December 8, 2016

Sebuah Kisah Relief cerita di Candi Borobudur

 
Relief cerita di Candi Borobudur:
1. Karmawibhañga
Menggambarkan ajaran sebab akibat berjumlah 160 panil terletak di kaki candi tertutup (dinding)
2. Lalitawistara
Menggambarkan kehidupan Buddha Gautama sejak lahir sampai keluar dari istana, mendapat pencerahan di bawah pohon Bodhi dan diakhiri pada ajaran pertama di Taman Kijang dekat Benares.
Relief berjumlah 120 panil di dinding candi lorong 1 tingkat 2.
3. Jataka dan Awadana
Menggambarkan peristiwa dan perbuatan Buddha pada kehidupan lampau. Buddha digambarkan dalam berbagai reinkarnasinya baik sbg manusia maupun binnatang, memberikan contoh kebajikan dan pengorbanan diri. Awadana adalah cerita Jataka juga, ttp tokohnya Pangeran Sudhanakumara. Di lorong 1 tingkat 2 terdapat 620 panil. Di lorong 2 tingkat 3 ada 100 panil.
4. Gandawyūha
Menggambarkan Sudhana, putera saudagar kaya yg mencari kebenaran. Dia bertemu banyak pendeta dan Boddhisatwa, termasuk Çiva Mahãdewa. Di lorong 2 tingkat 3 terdpt 128 panil, lorong 3 tingkat 4 di pagar langkan 88 panil di dinding 88 panil. Di lorong 4 tingkat 5 di dinding 84 panil dan dipagar langkan bersama Bhadracari 72 panil.
5. Bhadracari
Merupakan bagian akhir cerita Gandayūha bercerita ttg sumpah Sudhana untuk menjadikan Bodhisattwa Samantabhadra sebagai contoh hidupnya. Berada di lorong 4 tingkat 5
Disalin dari: Buku Candi Indonesia Seri Jawa.
(Hihihihi hadiah dari Mas Djulianto Susantio tempo hari)

Saturday, June 11, 2016

#Dibalik Tembok Keraton

 


PADA 1824 terjadi kehebohan di Keraton Surakarta. Seorang selir, dengan memainkan peran maskulin, kedapatan berhubungan seks dengan selir lainnya. Pakubuwono V juga menemukan para selirnya melakukan masturbasi bersama dengan menggunakan lilin yang dibentuk seperti alat kelamin laki-laki.

Sejak itu dia tak memperbolehkan para selirnya tidur dalam ruang tertutup. Dia memerintahkan agar para selirnya tidur di depan kamarnya setiap malam. Mereka berbaring berjajar dalam masing-maisng berjarak enam kaki. Pakubuwono V rupanya khawatir para selirnya akan lebih menyukai bentuk aktivitas seksual “alternatif” itu alih-alih berhubungan dengan laki-laki.

Skandal itu, sebagaimana dikutip Saskia Wieringa dan Evelyn Blackwood dalam antologi Hasrat Perempuan, dicatat penerjemah Belanda yang dekat dengan kalangan keraton Surakarta, JW Winter, pada 1902.

Selir, dalam bahasa Jawa Halus disebu garwa ampeyan, adalah seorang perempuan yang diikat tali kekeluargaan oleh seorang lelaki tapi tak berstatus istri. Status selir berada jauh di bawah permaisuri. Artikel berjudul “Atas Nama Kekuasaan dan Seks”, yang dimuat majalah Tempo pada 12 September 1987, menulis bahwa tak ada batas berapa banyak seorang raja boleh memiliki selir. Hamengkubuwono boleh memiliki hingga 30 selir, Hamengkubuwono II memiliki 4 permaisuri dan 26 selir. Pakubuwono X menjadi raja Jawa dengan selir terbanyak, 40 orang.

Raja tak bisa sembarangan jika ingin bertemu dengan selir. Seorang punggawa dengan tugas khusus mengatur jadwal pertemuan. Ini dilakukan agar setiap selir mendapat giliran dan menghindari raja hanya memanggil selir yang dia ingat.

Selir dan anak-anak mereka yang masih kecil beserta pembantu perempuan biasanya ditempatkan di dalam keputren yang amat tertutup. Letak keputren biasanya berada di lingkaran terdalam keraton. Menurut Nancy K. Florida dalam Writing The Past, Inscribing The Future, setidaknya hingga abad ke-19, satu-satunya lelaki yang memiliki akses masuk ke keputren Surakarta hanyalah Sultan.

B.J.D Gayatri, seorang feminis Indonesia, berdasarkan apa yang dia pelajari dari almarhum neneknya yang tinggal di dalam tembok istana Yogyakarta, menurutkan kepada Saskia Wieringa bahwa keputren adalah sebuah tempat eksklusif yang merupakan domain perempuan. “Dalam rumahtangga poligini tersebut para perempuan dalam keputren terlibat persahabatan dengan perempuan, yang kemungkinan besar melibatkan keintiman seks sesama jenis, tanpa perlu khawatir (terungkap hubungan itu),” tulis Saskia Wieringa dalam “Reformasi, Sexuality and Communism in Indonesia”, makalah untuk konferensi pertama Seksualitas dan HAM di Manchester, Juli 1999.

Sejumlah kakawin, syair-syair dalam bahasa Jawa Kuno, seperti Kresnayana, Gatotkacasraya, dan Sutasoma juga membahas banyak aspek kehidupan para perempuan keraton. Namun, menurut Helen Creese dalam Women of the Kakawin World, seksualitas perempuan yang ditampilkan dalam kakawin nyaris seluruhnya heteroseksual. Padahal para perempuan bangsawan itu berbagi tempat tidur dan hidup dalam kontak yang intim satu sama lain. “Bahkan dalam sebuah dunia terkungkung yang seluruh isinya adalah perempuan, interaksi seksual sesama jenis (nyaris) tak pernah digambarkan,” tulis Creese.

Hanya kakawin Hariwangsa yang agak eksplisit menggambarkan interaksi seksual sesama perempuan. Ini dapat dilihat dalam adegan Dewi Rukmini mencari penghiburan kepada Kesari, perempuan yang menjadi sahabat dekatnya sejak masa kanak-kanak.

“Siang-malam keduanya tak terpisahkan, saling menghibur; keduanya santai namun bersemangat. Ada waktu-waktu tertentu mereka membicarakan kesenangan yang bersifat erotis, tapi mereka membicarakan semua itu dalam kiasan. Ditingkahi derai tawa dan pandangan penuh arti yang mengandung gairah.”

“Jika Rukmini menangkap kesan bahwa Kesari berlaku seperti kekasihnya, dia paham bagaimana menanggapinya. Berpura-pura tenang dan tak memberi perhatian, lalu mulai merayu, berbicara, menanggapi –dan tiba-tiba berlaku berani. Namun dia tahu bahwa dia tak kuasa memenuhi hasrat Kesari.”

Yang menarik, meski keraton seolah tak mengakui keberadaan interaksi seksual semacam itu, bentuk-bentuk transgenderisme bukan sesuatu yang asing. Dalam epos Mahabarata dikisahkan bahwa Srikandi terlahir sebagai seorang perempuan, Dewi Amba. Bisma menolak Amba sebagai calon istrinya. Sakit hati, dia memohon kepada dewata. Doa itu dikabulkan, dia terlahir kembali sebagai Srikandi. Sebuah suara membisikkan kepada orangtuanya agar Srikandi dididik sebagai laki-laki. Orangtuanya memenuhi bisikan itu. Srikandi hidup sebagai laki-laki, dan suatu hari menikah. Tapi istrinya mencemoohnya ketika tahu Srikandi seorang perempuan. Srikandi patah arang, nyaris bunuh diri. Untunglah dia bertemu seorang pendeta yang kemudian memberinya kelamin laki-laki. Dia kembali ke istrinya, sudah jadi laki-laki, dan kemudian beroleh keturunan. Saat meninggal barulah dia kembali menjadi perempuan.

Peter Carey dan Vincent Houben dalam “Spirited Srikandis and Sly Sumbadras”, dimuat bungarampai Indonesian Women in Focus: Past and Present Notions karya Elsbeth Locher-Scholten dan Anke Niehof, merefleksikan sosok Srikandi yang androgini pada Prajurit Estri, sebuah laskar prajurit elit keraton yang seluruh anggotanya perempuan. Mereka memiliki keahlian berperang, dan terkenal mahir menembak jitu. Mereka juga menguasai seni dan kesusatraan. Menurut Carey dan Houben, sosok Srikandi dalam epos Mahabarata memberikan legitimasi kepada perempuan dalam laskar elit tersebut untuk “bertingkahlaku seperti laki-laki”, menguasai keahlian laki-laki, juga hidup tak bergantung pada orang lain.

Keraton Jawa juga mengenal Ardhnariswara, yang bagian kanan tubuhnya laki-laki (dewa Syiwa) dan bagian kirinya perempuan (dewi Shakti). Saskia Wieringa dalam makalahnya “Intersex and Transex in Asia”, mengutip Helen Creese, mengemukakan bahwa Ardhnariswara juga disebutkan dalam bentuk tantra dari yoga tentang cinta (yoga of love) di mana penyatuan antara Syiwa dan Shakti menciptakan “benih dunia” (windu). Penyatuan kosmik ini menghasilkan kepuasan seksual sekaligus kesejahteraan dunia; melambangkan kelimpahan hidup. Menurut Wieringa, penyatuan laki-laki dan perempuan dalam satu tubuh merujuk pada kehebatan spiritual sekaligus kenikmatan ragawi dari cinta.

Contoh lainnya, dewi Durga. Mengutip Alit Mookerje dalam Kali: The Feminine Force, Wieringa menulis ketika kekuatan kolektif para dewa laki-laki digabungkan dengan energi feminin Durga, dewa/dewi itu mampu mengalahkan iblis Mahisha yang mengancam akan menghancurkan para dewa. Proses terciptanya dewa/dewi dengan kekuatan super ini dikaitkan dengan energi luar biasa, yang memancarkan api ke segala arah. Inilah asal-muasal rahim bercahaya (flaming womb), sumber kekuatan dari Ken Dedes.

Ken Dedes, menurut Carey dan Houben, adalah sosok perempuan dengan kualitas Ardhnariswara. Dia adalah reinkarnasi dari Betari Durga. Ken Dedes memiliki kekuatan destruktif yang amat besar. Hanya lelaki luar biasa yang mampu menundukkan kekuatannya. Jika berhasil, lelaki itu akan beruntung, sebab perempuan titisan Durga memiliki kekuatan untuk memberikan kekuasaan dan bentuk legitimasi lain kepada pasangannya. Dan lelaki itu adalah Ken Arok, yang setelah menikahi Ken Dedes menjadi raja Tumapel –lebih dikenal sebagai Kerajaan Singasari– dan kelak menurunkan raja-raja di Jawa.

sumber : http://historia.id/budaya/di-balik-tembok-keraton

Sunday, June 5, 2016

Drama Bawang Merah dan Bawang Putih

 


Naskah Drama Bawang Merah dan Bawang Putih
Pemainnya
1. Bawang Putih,
2. Ibu Bawang Putih,
3. Ayah Bawang Putih,
4. Ibu Bawang Merah,
5. Bawang Merah, dan
6. Sang Pangeran. 
Naskah Drama ini terbagi dalam 5 Babak masing - masing babak pemainnya juga saling berganti

BABAK 1:

[Ibu Bawang Putih dalam keadaan sekarat.
Ia berpesan kepada putri semata wayangnya itu ]

Bawang Putih: "Ya, Bu."

Ibu Bawang Putih: "Setelah ibu tiada, tetaplah menjadi anak yang bersahaja."

Bawang Putih: [Menitikkan air mata.] "Iya, bu..."

Ayah Bawang Putih: [Menangis, menyaksikan hal tersebut.]

[Setelah berpesan seperti itu, Ibu Bawang Putih meninggal dunia diiringi isak tangis Bawang Putih dan Ayah Bawang Putih.]

***

BABAK 2:

[Setelah Ibu Bawang Putih meninggal, Ayah Bawang Putih menikah dengan Ibu Bawang Merah. Hal ini menjadikan hidup Bawang Putih tidak bahagia. Bersama anaknya yang bernama Bawang Merah, wanita tua itu memperlakukan Bawang Putih seenak hatinya.]

Ibu Bawang Merah: "Bawang Putihhhhh!!!"

Bawang Putih: [Datang dengan tergopoh-gopoh] "Iya, Mah."

Ibu Bawang Merah: "Dari mana aja sih kamu. Dipanggil dari tadi, lama banget! Ini tumpah!

Bawang Merah: [Tiba-tiba datang dan menoyor Bawang Putih. Lalu menjatuhkan makanannya.] "Ini bersihin sekalian ya."

Bawang Putih: [Menghela napas. Tapi, mau tak mau dilakukan juga.]

[Ibu Bawang Merah dan Bawang Merah tertawa kecil melihat hal tersebut.]

***

[Karena kelakuan ibu tiri dan kakak tirinya, Bawang Putih merasa sedih hatinya. Ia sekarang sebatang kara. Tak ada yang bisa dijadikannya tempat bersandar sejak ayahnya meninggal.]


Bawang Putih : [Menatap bintang di langit dengan sedih.] "Oh, Tuhan, kenapa hidupku seperti ini? Orang-orang terdekatku kini sudah tiada semuanya. Tak ada orang yang mengasihiku kini."

[Bawang Putih berdoa, semoga ada seseorang laki-laki baik hati yang datang dan menjadi kekasihnya. Doa tersebut dicatat oleh malaikat dan diperdengarkan kepada Tuhan.]

***
BABAK 3:

[Bawang Putih hendak pulang setelah mencuci baju di sungai, saat ia bertemu dengan Pangeran tampan.]

Pangeran: [Duduk di atas kudanya.] "Wahai, gadis cantik, bolehkah saya bertanya kepadamu?"

Bawang Putih: [Menoleh ke asal suara. Dan mundur beberapa langkah karena tatapan tajam Pangeran. Kemudian, ia menunduk.] "Silakan, Tuan. Apa yang hendak Tuan tanyakan kepada hamba?"

Pangeran: "Saya sedang berburu bersama para pengawalku. Tapi, saking semangatnya, saya pergi terlampau cepat daripada mereka. Ketika saya ingin kembali, saya kehilangan jejak mereka. Jika tidak keberatan maukah kamu memberi saya petunjuk jalan manakah yang baik untuk pulang ke istana saya?"

Bawang Putih: [Menunjuk ke jalan yang dimaui oleh Pangeran.]

Pangeran: "Oiya, sebelum saya pergi, bolehkah saya bertanya siapakah nama kamu?"

Bawang Putih: "Nama hamba, Bawang Putih, Pangeran."

[Begitulah pertemuan pertama antara Pangeran dan Bawang Putih. Pertemuan tersebut membekas di hati Pangeran.
Sehingga, diam-diam, Pangeran memperhatikan Bawang Putih. Karena ia sudah jatuh cinta.]

***
BABAK 4:

[Bawang Putih berlari ketakutan. Ia dikejar ibu tiri dan kakak tirinya, karena telah menghilangkan pakaiannya. Pangeran menolong Bawang Putih.]

Pangeran: "Hei, Bawang Putih, kesinilah."

Bawang Putih: [Segera mengikuti kata-kata Pangeran.]

[Akhirnya, selamatlah Bawang Putih dari kejaran ibu tiri dan kakak tirinya. Pangeran membawa Bawang Putih ke tempat yang aman. Lalu, bercerita-cerita. Pangeran simpati dengan kisah hidup Bawang Putih langsung melamarnya. Ia ingin menyelamatkan hidup Bawang Putih.]

Pangeran: "Kisah hidupmu sungguh dramatis.
Tapi, terlepas dari semua itu, sejak saya melihatmu, saya telah jatuh cinta. Bawang Putih maukah menikah denganku?"

Bawang Putih: "Bila itu keinginan Pangeran..."

[Maka, menikahlah mereka. Setelah menikah, Pangeran membereskan masalah antara Bawang Putih dengan ibu tiri dan kakak tirinya.]

***
BABAK 5:

[Ibu Bawang Merah dan Bawang Merah bersimpuh di hadapan Bawang Putih dan Pangeran. Ibu anak itu menghadapi sidang atas perbuatan mereka sebelumnya.]

Pangeran: "Pengawal, bawa kedua orang itu ke sini!"

Ibu Bawang Merah: "Ampuni kami, Pangeran. Kami berjanji mengubah sifat buruk yang ada pada diri kami."

Pangeran: [Menatap Bawang Putih, istrinya. Meminta keputusannya.]

Bawang Putih: [Membalas tatapan Pangeran, suaminya. Lalu, ia bangkit menghampiri ibu tiri dan saudara tirinya.] "Saya bisa saja melupakan semua yang ibu dan kakak lakukan. Tapi... Satu syarat yang harus kalian lakukan..."

Ibu Bawang Merah: "Apa itu? Katakan saja. Kami akan melakukannya dengan senang hati..."

Bawang Putih: "Kalian harus pergi dari sini, dan jangan sampai saya melihat kalian lagi. Jika saya sampai melihat kalian lagi, maka saya akan memerintah para pengawal untuk menangkap dan menjebloskan kalian ke dalam bui."

Pangeran: "Sekarang, enyahlah kalian dari hadapan kami!"

[Ibu Bawang Merah dan Bawang Merah sujud mengucapkan terima kasih atas kemurahan hati yang Bawang Putih dan Pangeran berikan.]

Ibu Bawang Merah dan Bawang Merah: "Terima kasih atas kebaikan hati kalian berdua." [Keduanya segera berlalu.]

[Setelah kepergian ibu tiri dan kakak tirinya, Bawang Putih hidup bahagia bersama Pangeran.]


E-learning

Produk Rekomendasi