|
Tugas Modul 1.1. | | | | |
|
|
MERDEKA
BELAJAR DALAM REFLEKSI
FILOSOFI
PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA
(Koneksi Antar Materi –
Refleksi dan Kesimpulan 1.1)
Endi Sutrisna, S.Sos.,S.Pd.Gr.
Calon
Guru Penggerak Angkatan 6
Tahun
2022
PENDAHULUAN
Pendidikan dan pengajaran
merupakan suatu proses memajukan pemikiran manusia baik itu pola pikir maupun
tingkah laku dan budaya, pada perkembangannya pendidikan menjadi hal yang
global yang harus dipandang sebagai sesuatu yang serba modernisasi sehingga
tidak heran pendidikan saat ini dijadikan ajang komoditas (Saksono, 2010:76).
Pendidikan yang seharusnya proses penanaman karakter siswa tanpa
meninggalkan unsur budaya yang sudah melekat dari jaman terdahulu, dan
juga unsur penanaman pengetahuan dan ketrampilan untuk membekali peserta
didik menjadi manusia utuh yang bisa bertahan hidup di lingkungan masyarakat
tidak lagi menjadi sesuatu yang terlihat penting dalam prosesnya. Semua
bermuara pada peningkatan mutu dan kualitas peserta didik yang dilihat
dari signifikansi ketercapaian kompetensi yang diinginkan oleh institusi.
Sehingga tidak heran semakin kesini kita mendapati banyak peserta didik
yang kurang bermoral, tidak paham akan budaya nenek moyangnya, dan
cenderung berkiblat pada karakter budaya barat meskipun mereka adalah
manusia yang unggul dalam berbagai bidang.
Negara kita saat
ini sedang mengalami krisis Demoralisasi sebagai akibat dari
proses pendidikan yang selama ini kita terapkan kepada mereka.
Demoralisasi di dunia pendidikan ini mengakibatkan berbagai sifat seperti
ketidakjujuran, ketidakmampuan mengendalikan diri, kurangnya tanggung
jawab sosial, hilangnya sikap ramah-tamah dan sopan santun, baik kepada guru
mapun kepada orang tua. Jika sudah begini, lalu siapakah yang patut
dipersalahkan? Gurunya, masyarakatnya, kebijakannya atau pemerintahnya?
Tidak perlu saling menyalahkan, namun tidak bisa dipungkiri semua ikut
andil dalam kondisi ini.
Kondisi tersebut
dicerminkan oleh interkasi pembelajaran di kelas sangat monoton dan satu arah,
yang ditandai; guru sebagai sumber belajar di kelas, guru menganggap siswa yang
mendapatkan nilai besarlah yang dianggap pintar, pemberian hukuman yang sangat tegas dalam menegakan disiplin, membandingkan murid dengan murid
lainnya, lebih terfokus pada hasil belajar siswa dalam mengevaluasi
pembelajaran.
Upaya merubah kondisi
tersebut perlunya model pendidikan yang tepat untuk diterapkan, hal ini kita
terlalu berguru kepada teori dan metode pendidikan barat akan tetapi kita juga telah
memilki konsep dan model yang secara filosofi yang menggambarkan pola dan watak
Indonesia yang bersahaja sejak dulu yaitu konsep dan filosofis pendidikan Ki
Hadjar Dewantara, pemikiran ini ditawarkan sebagai solusi terhadap
distorsi-distorsi pelaksanaan pendidikan di Indonesia dewasa ini. Ki
Hadjar Dewantara mengatakan hendaknya usaha kemajuan ditempuh melalui
petunjuk trikon, yaitu kontinyu dengan alam masyarakat Indonesia sendiri,
konvergen dengan alam luar, dan akhirnya bersatu dengan alam universal,
dalam persatuan yang konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai
kepribadian sendiri (Dewantara, 1994: 371). Pada konsep Guru Penggerak
diharapkan apat menjawab kodnisi ini dan dapat menguatkan Pemikiran KHD pada
pendidikan dan pembelajaran di Indonesia, karena pemikiran KHD sangat relevan dengan
kondisi saat ini dan berpihak pada anak baik dalam melihat kondisi, potensi dan
kemampuan anak dalam belajar dan menjadi acuan dalam penerapan proses
pendidikan.
PEMBAHASAN
Filosofi yang hendak
kita maknai yaitu konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara pada sistem among
mengatakan bahwa sistem among yang berjiwa kekeluargaan bersendikan 2
dasar, yaitu: pertama, kodrat alam kodrat zaman sebagai syarat kemajuan
dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya; kedua, kemerdekaan sebagai
syarat menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak agar
dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak
merdeka. Sungguh konsep yang mulia jika ke dua kodrat ini bener-benar
bisa tercipta di lingkungan pendidikan, peserta didik akan merasa dimaanusiakan oleh pendidiknya
secara menyeluruh.
Potret saat ini terjadi di lingkungan
sekolah adalah pendidikan yang cenderung mengedepankan kodrat zaman dan
mengesampingkan kodrat alam, budi pekerti dan karakteristik masing-masing anak.
Tidak heran jika pendidikan hanya berlomba-lomba untuk mencetak peserta
didik yang kompeten dalam segala hal sesuai kompetensi yang diinginkan
tanpa diberangi dengan pendewasaan anak serta budi pekerti luhur. Bisa
dibayangkan berapa mata pelajaran yang harus siswa pelajari dan harus kompeten
semua terhadap materi. Pada prinsipnya kemerdekaan belajar yang bener-benar
terenggut dalam proses saat ini. Hingga Kodrat alam anak tidak tersentuh
maksimal, apakah mereka memang berbakat dalam kompetensi tersebut,
bisakah potensinya dikembangkan dengan proses pendidikan tersebut. Tentu
hal ini memicu siswa untuk berlomba-lomba mengkompetensikan diri mereka
sendiri dengan berbagai cara meskipun terkadang cara yang mereka tempuh bertentangan
dengan hati nuraninya yang penting nilai komptensi tercapai.
Ki Hadjar Dewantara berpandangan
bahwa konsep pendidikan harus mengenai tri pusat pendidikan yaitu
pendidikan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat.
Dilingkungan sekolah menjadi ilmu dasar penanaman karakter baik,
lingkungan sekolah menjadi tempat pengembangan pengetahuan dan
intelektual sedangkan lingkungan masyarakat menjadi tempat dan pengendali
tumbuh dan berkembangnya peserta didik tersebut. Jika tri pusat
pendidikan bisa bersinergi dengan baik maka akan melahirkan calon-calon
pemimpin bangsa ini yang berkarakter Ing Ngarsa Sung Tulodho, Ing Madya
Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani.
Pemikiran KHD dalam pendidikan
menekankan seutuhnya pada kebutuhan dan
potensi anak:
1.
Menuntun
“Maksud pendidikan itu adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia,
maupun anggota masyarakat” (KHD, 1936, Dasar-Dasar Pendidikan, hal.1, paragraph
4).
2. Petani
Ibarat seorang petani (dalam
hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam jagung
misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung, ia dapat memperbaiki kondisi
tanah, memelihara tanaman jagung, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat
atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya. (KHD,
1936, Dasar-Dasar Pendidikan, hal.2, paragraph 1)
3. Budi Pekerti
Budi pekerti, watak, karakter
adalah bersatunya (perpaduan harmonis) antara gerak pikiran, perasaan, dan
kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga/semangat” (KHD, 1936,
Dasar-Dasar Pendidikan, hal.6, paragraph 3)
4. Bermain
Bermain adalah kodrat anak, Pikiran-Perasaan-Kemauan-Tenaga
(Cipta-Karsa-Karya-Pekerti) sudah ada pada diri anak, Permainan anak dapat
menjadi bagian pembelajaran di sekolah.
5. Pendidikan
Berpihak Pada Anak
“Bebas dari segala ikatan, dengan
suci hati mendekati sang anak, bukan untuk meminta sesuatu hak, melainkan untuk
berhamba pada sang anak.” (Ki Hajar Dewantara, 1922)” [Asa Taman Siswa ke-7,
diparafrasakan Profesor Sardjito, Rektor Universitas Gajah Mada di
penganugrahan Doktor Honoris Causa kepada Ki Hajar Dewantara di bidang Ilmu
Kebudayaan, Desember 1956.]
Perlunya penerapan pemikiran Ki Hajar
Dewantara dengan dunia pendidikan saat ini,
apabila menilik model pembelajaran yang diterapkan oleh pemerintah saat ini
maka ada beberapa bagian yang mengambil inspirasi dari pemikiran Ki Hajar
Dewantara, dalam hal ini metode pembelajaran praktek pada kurikulum pendidikan
2013. Dalam sistem pengajaran mengenai kemandirian belajar anak didik (anak
diajak untuk mencari pengetahuan sendiri) serta perilaku bermoral dalam praktek
kurikulum pendidikan 2013 dengan mengedepankan perilaku berkarakter serta
meningkatkan kontribusi pendidikan dalam lingkungan sosial dengan menekankan
perilaku siswa yang beretika dan bermoral.
Pada pembelajaran dan interaksi
di sekolah, pemikiran KHD sangat penting yaitu menekankan budi pekerti, atau
watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan
kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat
diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga
menciptakan Karya (psikomotor).
Dari sini kita maknai bahwa
pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,
agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat”. Maka pemikiran tersebut jelas
bahwa sekolah saya menjadi tempat yang relevan dan sangat baik untuk melatih
pendidikan sosial dan karakter seorang anak didik, menuju kemerdekaan belajar
dan belajar merdeka yang lebih baik lagi demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
KESIMPULAN
Dari pembahasan, alur pemikiran KHD
terhadap pendidikan maka kita harus berusaha merubah cara pandang dan
cara ajar pendidik agar sesuai dengan filososfi pendidikan yang di ajarakan
oleh Ki Hadjar Dewantara, melalui aksi nyata perubahan tersebut.
a.
Perlunya
penggalian budaya daerah dan nasional untuk kemudian memasukkan kebudayaan ke dalam
diri anak dan memasukkan anak ke dalam kebudayaan supaya anak menjadi
makhluk yang insani.
b.
Meningkatkan
penerapkan sistem among dan kolaborasi dalam proses pembelajaran, dimana
mempercayakan anak didik untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi
dengan memberikan kebebasan berpikir seluas-luasnya.
c.
Berusaha
menerapkan konsep merdeka belajar yakni dengan melakukan beberapa hal
sebelum pembelajaran yaitu:
§ menentukan tujuan pembelajaran
bersama-sama peserta didik,
§ membebaskan peserta didik memilih
cara belajar mereka sesuai minat dan bakatnya yang penting mencapai
tujuan bersama sesuai kesepakatan awal tanpa paksaan dan
tuntutan,
§ bersama-sama untuk melakukan
refleksi dengan menuangkannya menjadi tulisan setiap akhir pembelajaran
untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan serta langkah terbaik yang bisa
diambil untuk proses pembelajaran ke depan.
Pendidikan yang memanusiakan manusia
dan program merdeka belajar tepat untuk memerdekakan segala potensi anak dalam
mencapai kodrat hidupnya sebagai manusia
yang mandiri dengan tidak meninggalkan asal usul, budaya dan budi pekerti sebagai
bagian yang bermanfaat bagi keluarga, masyarakat dan negara.
REFERENSI
Kemdikbudristek,
2022, Modul 1.1. Angkatan 5 Reguler. Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Dewantara,
Ki Hadjar, 1994, Kebudayaan, Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa,
Yogyakarta. ________, 2011, Bagian Pertama Pendidikan, Majelis Luhur
Persatuan,
Sutiyono,
2010, Pendidikan Seni Sebagai Basis Pendidikan Karakter Multikulturalis dalam
Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmiah Pendidikan, No. XXIX. Edisi Khusus Dies
Natalis UNY, Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia D.I. Yogyakarta.