masih percaya , kalo kita dijajah belanda 350 tahun ?
masih percaya kalo itu milik belanda ?
.
.
Sejarawan dan Pakar Islam Nusantara, Agus Sunyoto mengatakan, keilmuan
nusantara sama sekali bukan mitos, dongeng, maupun legenda. Ada fakta
empiriknya, misalnya teknik metalurgi, ilmu tentang pengecoran besi dan
baja. Belakangan, ilmu yang hanya kita kenal di Majapahit ini, hanya
sebatas membuat keris, tombak, dan pedang.<>
Ternyata
ketika saya baca kisah Vasco da Gama, kata Agus, saya menemukan fakta
bahwa teknologi metalurgi di Jawa sudah maju. Kenapa? Pada saat pasukan
Portugis yang dipimpin d’Abuquerque menyerang Malaka, dia sudah mendapat
informasi dari salah satu anak buahnya, untuk hati-hati mendekati
Malaka.
“Dia mengimbau untuk berhati-hati Karena Malaka sudah
dilengkapi dengan meriam-meriam ukuran besar yang dibeli dari Jawa,”
ujarnya dalam kegiatan Halaqah Islam Nusantara yang digelar Pascasarjana
STAINU Jakarta, Jum’at (17/4) lalu di Kampus STAINU Jakarta, Jl Taman
Amir Hamzah Jakarta Pusat.
Salah satu Dosen Pakar di
Pascasarjana STAINU Jakarta ini menambahkan, ada 20 ribu prajurit
bayaran dari Jawa untuk Malaka. Saat itulah salah satu kapal
d’Abuquerque hancur dan akhirnya mundur. Akhirnya, dia memerintahkan
mata-matanya untuk membeli orang Jawa sebanyak 500 prajurit di sebuah
benteng punya Malaka.
“Dari benteng dengan para prajurit yang
sudah dibeli itulah Malaka akhirnya jatuh pada tanggal 23 Agustus 1511.
Karena pasukan Portugis aman masuk Malaka lewat benteng yang prajuritnya
sudah dibeli tersebut,” jelas Wakil Ketua PP Lesbumi NU ini.
Dari catatan itu, imbuhnya, semua benteng Malaka yang dijarah
orang-orang Portugis, diperoleh rampasan 2000 meriam besi berukuran
besar dan ada 3000 meriam kecil yang terbuat dari bahan kuningan buatan
Jepara. “Itu catatan Portugis, kita tidak menemukan catatan itu,” ungkap
Pengasuh Pesantren Global Tarbiyyatul Arifin Malang ini.
Jika
yang dirampas puluhan meriam, lanjutnya, mungkin masih bisa
dipertanyakan, ini 5000 meriam. Kita tidak punya catatan itu, sampai
dulu saya itu punya asumsi yang pertama kali membawa meriam itu
orang-orang Portugis, ternyata itu hasil rampasan perang yang merupakan
buatan orang-orang nusantara.
Dia juga menerangkan, meriam ini
sejak zaman Majaphit sudah ada. Mereka membuatnya sendiri. “Ada salah
satu santri saya yang kuliah di New York, dia mengirim foto salah satu
koleksi Metropolitan Museum, yakni meriam buatan Majapahit abad ke-13,
sebelum era Walisongo. Sedangkan penemu meriam asal Eropa, Alfred Noble
membuatnya pada abad ke-15,” paparnya.
Ketika saya baca kidung
lama, kidung Panji Wijoyo Kromo, ucap Agus, kidung yang ditulis pada
zaman Majapahit akhir, ada istilah yang aneh, bedil besar, ada istilah
lagi juru mudining bedil besar. “Ternyata ketika saya cek di kamus
Mulder, benar bedil besar artinya meriam. Jadi juru mudining bedil besar
itu artinya operator meriam,” terangnya.
Jadi, lanjut Dosen
FIB Universitas Brawijaya Malang ini, Majapahit sudah mampu membuat
meriam. Namun dikembangkan di Demak menjadi ukuran yang lebih besar dan
diperdagangkan, tetapi kalau Majapahit tidak diperdagangkan.
Lebih jauh, Agus menjelaskan, istilah bedil besar itu dari India.
Belakangan diketahui Majapahit jika membuat keris, pedang, bedil besar,
dan lain-lain, mereka mengimpor besi dari Khurasan, India. Di Majapahit
sendiri, tuturnya, menyebutnya Wesi Khurasani, itu baja putih seperti
titanium. Pada zaman itu mereka sudah mengimpor karena orang-orang
Majapahit itu maritim, mereka kemana-mana.
“Merosotnya pada
zaman Mataram, masuk ke pedalaman. Orang pedalaman itu tidak kenal
bangsa asing, hanya kenal sawah, hutan dan pegunungan dengan segala
‘hantunya’. Sebab itu, meriam di zaman Mataran dimintai berkah, itu
suatu kemerosotan yang luar biasa,” tandasnya. (Fathoni)
Foto: Meriam ukuran besar produksi Jepara yang saat ini bisa dijumpai di depan reruntuhan Benteng Surosowan Banten.
sumber : NUonline