ISU
JURNAL
KELOMPOK
“PERMASALAHAN
PELAKSANAAN
SENSUS
PENDUDUK 2010”
A.
Pengertian
Sensus Penduduk
Sensus
penduduk sering disebut cacah jiwa karena di dalam sensus penduduk. Terdapat
berbagai klasifikasi atau menerangkan keadaan manusia dan sensus penduduk dimungkinkan
mampunyai sejarah setua peradaban manusia. Hal ini dibuktikan telah
dilaksanakan di Babilonia 4000 tahun sebelum Kristus, begitu pula di Mesir 2500
BC. Pada abadd 16 dan 17 beberapa sensus penduduk dilaksanakan di Italia,
Sisilia dan di Spanyol, akan tetapi sensus penduduk atau cacah jiwa
dilaksanakan untuk tujuan militer, pemungutan pajak dan perluasan kerajaan, dan
di Swedia pada tahun 1979 (Pollas, et.al.1974 dalam, Ida Bagoes Mantra, 2000;8).
Hingga permulaan abad ke-20, sekitar 20 % dari penduduk dunia telah dihitung
lewat sensus penduduk (Mantra,1985 dalam Ida Bagoes Mantra. 2000; 8), begitu
pula di Indonesia, cacah jiwa atau sensus penduduk dilaksanakan sejak sebelum
Perang Dunia II tepatnya 1815, tetapi karena belum banyak pengalaman pelaksanaan
pada tahun 1820 dan 1930 sudah cukup baik dan hasil data yang disajikan dapat
dipercaya, akan tetapi data yang disajikan lebih baik tahun 1930 jika
dibandingkan dengan tahun 1920. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan cacah
jiwa dari period eke periode ada peningkatan penyajian data. Tetapi, setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia telah melaksanakan cacah jiwa lima kali yaitu
pada tahun 1961, 1971, 1980, 1990,tahun 2000 dan 2010. Maksud dan diadakannya
sensus adalah melakukan proses keseluruhan dan pengumpulan, pengelolaan,
penyajian dan penilaian data penduduk yang menyangkut antara lain ; cirri-ciri
demografi, social ekonomi, dan lingkungan hidup (Ida Bagoes Mantra, 2000, 9).
Kegitan
sensus penduduk dilaksanaka untuk mengatur penempatan penduduk yang meliputi :
1. Penyebaran
penduduk yang padat wilayahnya untuk pemanfaatan sumber daya alam
2. Persebaran
penduduk di wilayah yang lama ditempati dan padat ke wilayah yang jarang
penduduknya
3. Persebaran
penduduk untuk pemerataan pekerjaan
Hal
ini sesuai yang diterangkan pada halaman pendahuluan.
Sensus
peduduk memiliki cirri yang khas dibanding dengan metode penelitian yang lain,
yaitu:
1. Bersifat
individu yang berarti informasi demografi dan sisial ekonomi yang dikumpulkn
bersumber dari individu baik sebagai anggota rumah tangga maupun anggota
masyarakat
2. Bersifat
universal yang berarti pencacahan bersifat menyeluruh
3. Pencacahan
diadakan serentak di seluruh Negara
4. Sensus
penduduk dilaksanakan secara periodic yaitu tiap tahun yang berakhiran nol (0)
Perserikatan
Bangsa-Bangsa menetapkan bahwa informasi kependudukan minimal yang harus ada
dalam tiap-tiap sensus penduduk agar data hasil sensus penduduk dari beberapa
Negara dapat diperbandingkan sebagai berikut:
1. Geografi
dan Migrasi Penduduk
2. Rumah
Tangga
3. Karakteristik
Sosial dan demografi
4. Kelahiran
dan kematian
5. Karakteristik
pendidikan
6. Karakteristik
ekonomi
Informasi
geografi meliputi lokasi daerah pencacahan, jumlah penduduk yang bertempat
tinggal di suatu daerah tersebut berupa jumlah de jure (penduduk yang berdomisili
resmi di daerah tersebut) dan de Facto (penduduk yang bertempat tinggal di
suatu tempat tertentu dan tidak terdata secara resmi di lokasi tersebut).
B.
Pelaksanaan
Kegiatan
sensus penduduk dilaksanakan 30 Juni pada tahun yang berakhiran angka nol. Kegiatan
ini memiliki tugas yang berat karena harus menyajikan data yang valid, maka
dari itu agar mendapatkan hasil yang maksimal pihak yang bersangkutan (Badan
Pusan Statistik) melakukan kegiatan pra pelaksanaan, hari pelaksanaan dan pasca
pelaksanaan.
1. Pra
pelaksanaan
a) Sebelum
melaksanakan sensus, pihak BPS melakukan pelatihan terhadap petugas sensus
untuk mewawancarai kepala rumah tangga dan anggota dengan menggunakan daftar
pertanyaan yang sudah dipersiapkan, halini dilakukan untuk meminimalkan
kesalahan
b) Membagi
wilayah dalam wilayah pencacahan). Luas pencacahan berbeda-beda tergantung pada
kemampuan petugas sensus untuk melaksanakan tugasnya dalam satu hari, yaitu
pada hari pelaksanaan. Suatu wilayah bias terdiri dari satu blok sensus, bias
saja terdiri dari beberapa blok sensus, hal ini dilakukan untuk mempermudah,
memperingan dan meminimalkan kesalahan cakupan ( error of converage0, kesalahan
laporan (error of content) dan kesalahan ketepatan laporan (estimating error)
2. Hari
pelaksanaan
Dalam pelaksanaan sensus 1 (satu) hari
selesai yaitu tanggal 30 Juni, pencacahan dilaksanakan system aktif, artinya
petugas sensus aktif mendatangi rumah tangga untuk mendapatkan data demografi,
social ekonomi dari masing-masing rumah tangga dan anggotanya, tetapi sebelum hari
H semua quesuiner sudah dibagikan dan yang telah diidikan diadakan penyesuaian
ditakutkan ada kelahiran, kematian, ada pendatang baru dan ada anggota rumah
tangga yang pindah ke provinsi lain selama periode pencacahan.
3. Pasca
pelaksanaan
Data
hasil pencacahan dari petugas sensus di olah oleh Badan Pusat Statistik. Konsep
yang digunakan:
a) Penduduk
yang dicacah
Cara pencacahan yang dipakai dalam
sensus penduduk adalah kombinasi de jure dan de facto. Bagi mereka yang
bertempat tinggal tetap dipakai cara de jure, dicacah dimana mereka tinggal
secara resmi, sedangkan untuk yang bertempat tinggal tetap dicacah secara de
facto, di tempat dimana mereka ditemukan oleh petugas lapangan. Bagi mereka
yang mempunyai tempat tinggal tetap, tetapi sedang bertugas di luar wilayah
lebih dari 6 bulan, tidak dicacah di tempat tnggalnya dan begitu sebaliknya.
b) Blok
Sensus
Adalah wilyah kerja bagi pencacah agar
beban kerja setiap pencacah homogeny. Selanjutnya Blok Sensus ini dapat
dijadikan kerangka sampel untuk survey-survei dengan pendekatan rumah tangga.
c) Klasifikasi
daerah perkotaan/pedesaan
Klasifikasi daerah perkotaan/pedesaan
didasarkan pada skor yang dihitung dari kepadatan penduduk, prosentase rumah
tangga, yang bekerja di bidang pertanian, dan akses terhadap fasilitas kota
seperti sekkolah, rumah sakit, jalan aspal, telephon, dan sebagainya. Untuk
lebih dapat menggambarkan tingkat perkotaan yang lebih konkret, dicoba pula
membagi perkotaan menjadoi tiga kelas, yaitu perkotaan besar, perkotaan sedang
dan perkotaan kecil
d) Bangunan
Bangunan fisik adalah tempat
perlindungan tetap sementara yang mempunyai dinding, lantai dan atap baik
digunakan untuk tempat tinggal atau bukan tempat tinggal. Bangunan sensus
adalah sebagian atau seluruh bangunan fisik yang mempunyai pintu keluar/masuk
sendiri dan merupakan satu kesatuan penggunaan.
e) Rumah
tangga
Rumah tangga biasa adalah seseorang atau
sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan
biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur.
Rumah
tangga khusus terdiri dari:
·
Orang yang tinggal di asrama
·
Orang yang tinggal di lembaga
pemasyarakatan, panti asuhan, rumah tahanan, dsb.
·
Sepuluh orang atau lebih yang mondok
dengan makan (indekost)
f) Anggota
rumah tangga
Adalah semua orang yang biasanya
bertempat di suatu rumah tangga baik yang berada di rumah pada waktu pencacahan
maupun yang sementara tidak ada.
C.
Hambatan
dan Kesalahan
1. Hambatan
Meskipun jauh sebelum hari H pelaksanaan
sensus sudah diadakan persiapan, namun tidak dapat dipungkiri hambatan-hambatan
masih terjadi, hambatan dalam pelaksanaan sensus, antara lain :
·
Faktor Interen
Hambatan yang terjdi dari dalam
organisasi adalah factor financial, hal ini sangat berpengaruh dalam kegiatan
pelaksanaan di lapangan maupun pengelolaan data
·
Faktor eksternal
Factor yang terjadi/akibat dari luar
sehingga mempengaruhi kebenaran cakupan, kebenaran isi pelaporan dan ketepatan
laporan adalah
a) Luasnya
Wilayah
Meskipun dalam pra pelaksanaan atau
perencanaan sudah dibagi dalam masing-masing wilayah karena luasnya wilayah tetap
masih mengalami kesalahan
b) Objek/Responden
Dari pihak responden sering kali terjadi
kesalahan pelaporan data, missal suatu rumah tangga mempunyai 8 anggota terdiri
dari suami, istri dan 6 anak, tetapi melaporkan 3 anak, dan dari topic lain dan
kuesioner yang sudah dibagikan.
2. Kesalahan
Yaukey (1990) mengelompokan kesalahan
dalam mengumpulkan data menjadi tiga kelompok, yaitu kesalahan cakupan (error
coverage), kesalahan isi pelaporan (error of content) dan kesalahan ketepatan
laporan (estimating error)
·
Kesalahan cakupan adalah kesalahan
dimana tidak seluruh penduduk tercacah dan bagi yang tercacah ada sebagian dari
mereka tercacah dua kali. Hal ini biasanya terjadi pada Negara-negara yang
memiliki mobilitas penduduk tinggi.
Akibat
kesalahan cakupan diatas, maka ensus penduduk tidak dapat menyajikan jumlah
penduduk yang tepat pada hari sensus penduduk dilaksanakan.
·
Kesalahan isi pelaporan (error or
converage), meliputi kesalahan pelaporan dari responden, misalnya kesalahan pelaporan
tentang umur. Umumnya di Negara-negara sedang membangun (sedang berkembang)
responden tidak mengetahhui umur mereka dengan pasti, dan untuk pencatatan umur
petugas sensus hanya memperkirakan umur mereka.
·
Kesalahan ketepatan pelaporan
(estimating error) terjadi karena kesalahan petugas sensus atau kesalahan
responden sendiri. Contoh jenis kelamin responden adalahlaki-laki tetapi
terdapat informasi jumlah anak yang dilahirkan adalah 3 orang. Atau responden
adalah perempuan berumur 15 tahun tetapi jumlah anak yang dilahirkan sepuluh
orang. Hal-hal seperti ini yang menyulitkan untuk menganalisis hasil sensus
penduduk.
D.
Manfaat
1. Dapat
mengetahui jumlah penduduk
2. Dapat
mengetahui geografi dan migrasi penduduk
3. Dapat
mengetahui karakteristik social demogrfi
4. Kelahiran
dan kematian
5. Karakteristik
pendidikan
6. Karakteristik
ekonomi
E. Permasalahan Pelaksanaan Sensus
2010 di berbagai daerah
Separuh Bulan
Lebih Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyelenggarakan sensus penduduk (SP)
yang dimulai sejak 1 Mei 2010, Berbagai harapan dan ungkapan dari SP pun
terungkap seperti di dalam pidato yang ditandai dimulainya sensus. Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan, SP tersebut akan menjadi basis data
utama dalam penyediaan data kependudukan dan perumahan secara nasional. Hasil sensus ini juga akan menyediakan data dasar tentang
komposisi dan dinamika kependudukan. Dengan begitu, akan diperoleh data yang
jelas dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai berbagai aspek demografis
seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal. Hasil
SP ini juga, menurut SBY, akan sangat berguna untuk perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Tak kalah lebih pentingnya lagi, data dari sensus ini juga akan menjadi rujukan untuk mengarahkan program-program prorakyat agar tepat pada sasarannya. Karena seperti yang kita ketahui, kini program-program dari pemerintah, seperti bantuan beras untuk rakyat miskin (raskin), program keluarga harapan (PKH), jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), dan bantuan operasional sekolah (BOS), seringlah tidak sampai kepada yang benar-benar berhak. Untuk itu, dengan data sensus penduduk 2010 ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk memberikan bantuan kepada yang benar-benar berhak menerimanya. Selain itu, sensus kali ini diharapkan juga akan memberikan basis data bagi pengembangan nomor induk kependudukan (NIK) secara nasional. Sehingga nantinya, berdasarkan NIK tersebut, setiap warga Negara akan memiliki identitas tunggal yang bermanfaat untuk berbagai kepentingan. Mulai dari ketepatan sasaran program pemerintah sampai kepada mencegah manipulasi data, atau bahkan juga untuk mengungkapkan tindak kejahatan. Bahkan nantinya data kemutakhiran dari sensus penduduk ini akan bermanfaat untuk daftar pemilih baik itu dalam pemilu maupun untuk pemilihan kepada daerah.
Namun, dari itu semua timbul pertanyaan bagi penulis, benarkah data dari sensus penduduk ini akan bermanfaat seperti yang telah diungkapkan oleh Presiden di dalam pidatonya, Sabtu (1/5), di Istana Negara tersebut? Bagaimana jika di lapangan data tersebut tidaklah seperti adanya (baca; akurat)? Akankah ketidakakuratan data tersebut tetap menjadi acuan pemerintah untuk menjadikan basis data baik itu untuk nasional maupun untuk kepentingan di dunia internasional?
Seperti yang kita ketahui, SP 2010 ini adalah sensus yang keenam sejak kemerdekaan RI setelah SP 1961, 1971, 1980, 1990, dan 2000. Berbeda dari sensus-sensus sebelumnya, untuk kali pertamanya sensus penduduk yang memakan biaya yang tidak sedikit sekitar Rp3,3 triliun ini juga mencakup sensus perumahan dengan jumlah 43 item pertanyaan. Mulai dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, pendidikan, kesehatan, hingga suatu ketenagakerjaan penduduk. Selain itu, didata pula informasi yang terkait dengan fasilitas perumahan, akses media komunikasi, dan berbagai informasi lainnya, sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan data kependudukan yang semakin kompleks. Dengan itu semua sehingga wajar saja jika dari SP 2010 ini sangatlah diharapkan mendapatkan data yang lebih rinci dan berkualitas. Namun, seperti yang penulis ungkapkan diatas timbul keraguan dari penulis soal keakuratan data dari Sensus Penduduk 2010 ini. Mengapa?
Tak kalah lebih pentingnya lagi, data dari sensus ini juga akan menjadi rujukan untuk mengarahkan program-program prorakyat agar tepat pada sasarannya. Karena seperti yang kita ketahui, kini program-program dari pemerintah, seperti bantuan beras untuk rakyat miskin (raskin), program keluarga harapan (PKH), jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), dan bantuan operasional sekolah (BOS), seringlah tidak sampai kepada yang benar-benar berhak. Untuk itu, dengan data sensus penduduk 2010 ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk memberikan bantuan kepada yang benar-benar berhak menerimanya. Selain itu, sensus kali ini diharapkan juga akan memberikan basis data bagi pengembangan nomor induk kependudukan (NIK) secara nasional. Sehingga nantinya, berdasarkan NIK tersebut, setiap warga Negara akan memiliki identitas tunggal yang bermanfaat untuk berbagai kepentingan. Mulai dari ketepatan sasaran program pemerintah sampai kepada mencegah manipulasi data, atau bahkan juga untuk mengungkapkan tindak kejahatan. Bahkan nantinya data kemutakhiran dari sensus penduduk ini akan bermanfaat untuk daftar pemilih baik itu dalam pemilu maupun untuk pemilihan kepada daerah.
Namun, dari itu semua timbul pertanyaan bagi penulis, benarkah data dari sensus penduduk ini akan bermanfaat seperti yang telah diungkapkan oleh Presiden di dalam pidatonya, Sabtu (1/5), di Istana Negara tersebut? Bagaimana jika di lapangan data tersebut tidaklah seperti adanya (baca; akurat)? Akankah ketidakakuratan data tersebut tetap menjadi acuan pemerintah untuk menjadikan basis data baik itu untuk nasional maupun untuk kepentingan di dunia internasional?
Seperti yang kita ketahui, SP 2010 ini adalah sensus yang keenam sejak kemerdekaan RI setelah SP 1961, 1971, 1980, 1990, dan 2000. Berbeda dari sensus-sensus sebelumnya, untuk kali pertamanya sensus penduduk yang memakan biaya yang tidak sedikit sekitar Rp3,3 triliun ini juga mencakup sensus perumahan dengan jumlah 43 item pertanyaan. Mulai dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, pendidikan, kesehatan, hingga suatu ketenagakerjaan penduduk. Selain itu, didata pula informasi yang terkait dengan fasilitas perumahan, akses media komunikasi, dan berbagai informasi lainnya, sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan data kependudukan yang semakin kompleks. Dengan itu semua sehingga wajar saja jika dari SP 2010 ini sangatlah diharapkan mendapatkan data yang lebih rinci dan berkualitas. Namun, seperti yang penulis ungkapkan diatas timbul keraguan dari penulis soal keakuratan data dari Sensus Penduduk 2010 ini. Mengapa?
Keraguan tersebut timbul memanglah bukan
tanpa alasan. Misalkan saja, penulis pribadi sampai saat ini belumlah merasa
disensus. Tak hanya penulis rekan-rekan lainnya sesama anak kostan pun ternyata
belumlah merasa disensus. Lalu pertanyaannya, apakah kami sebagai anak kosan
ini tidak wajib untuk disensus karena mungkin kami akan disensus sesuai dengan
tempat tinggal kami aslinya bersama keluarga? Sehingga dengan itu semua maka
tidak terjadi cacah jiwa ganda nantinya?
Sepengetahuan kami di tahun ini agar
tidak terjadi kesalahan cakupan baik itu cakupan yang terjadi karena lewat
cacah ataupun cacah ganda, BPS telah meminimalisasi kesalahan cakupan dari
aspek wilayah kerja petugas yakni dengan membagai habis wilayah desa atau blok
sensus (BS). Dimana wilayah BS ini bermuatan 80–120 rumah tangga dengan batas
wilayah yang jelas dan direkam dengan global positioning system (GPS). Selain
itu, untuk meminimalisasi kesalahan cakupan dari aspek penduduk, petugas telah
dibekali pengetahuan tentang konsep penduduk. Misalkan dalam SP 2010 ini,
seseorang dikategorikan sebagai penduduk dalam suatu blok sensus jika memenuhi
lima persyaratan. Pertama, telah menetap di wilayah pencatatan selama enam
bulan atau lebih. Kedua, menetap kurang dari enam bulan, tetapi bermaksud terus
menetap diwilayah pencatatan. Ketiga, sedang berpergian ke wilayah lain kurang
dari enam bulan dan tidak berniat menetap diwilayah tujuan. Keempat, menetap di
wilayah pencatatan dengan kontrak/sewa/kos karena bekerja dan atau sekolah.
Kelima, korps dipolomatik Indonesia dan anggota rumah tangganya yang menetap di
luar negeri (BPS 2009). Dengan melihat kelima poin tersebut, sesungguhnya sudah
sangatlah jelas kami sebagai anak kosan juga wajib untuk di sensus. Lalu
mengapa sampai saat ini kami belum juga disensus?
Keraguan selanjutnya mengenai akan
keakuratan data SP 2010 nantinya adalah dari salahnya informasi yang diberikan
petugas di dalam tanda bukti bahwa tempat tersebut telah dilakukan sensus
(baca: stiker). Misalkan saja di rumah pemilik kos tempat penulis berdiam diri.
Di stiker sensus tersebut dituliskan nomor rukun tetangga (RT)-nya adalah 14.
Hal ini tentunya sangatlah salah besar, karena nomor RT yang sebenarnya adalah
02. Melihat itu semua tidak menutup kemungkinan apa yang penulis utarakan juga
terjadi kepada pembaca sekalian. Akhirnya jika sudah begini, kemanakah kita
akan mengadu? Untuk itu hematnya jika ini tidak disikapi lebih lanjut, data SP
2010 ini tidak lah benar-benar valid sehingga kedepan pemerintah sangatlah
sulit sekali untuk membuat kerangka manajemen pengelolaan terpadu yang
sesungguhnya mampu digunakan sebagai rujukan bagi semua lembaga, baik pusat
maupun juga di daerah, dalam merumuskan kebijakan dan perencanaan program
pembangunan ke depannya. Waulahualam bisshab.
Referensi :
http://www.radarlampung.co.id/web/opini/14699-meragukan-keakuratan-data-sp-2010.html