Monday, January 27, 2014

ASKEP KANKER PARU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

 Kanker paru merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).Diperkirakan sekitar 1.2 juta kasus baru kanker paru dan 1.1 juta kematian akibat kanker paru terjadi pada tahun 2000, dengan perbandingan rasio terjadinya antara laki-laki : perempuan sekitar 2.7. Sedangkan pada tahun 2007, secara global diperkirakan sekitar 1.5 juta kasus baru kanker paru.Kanker paru menjadi penyebab paling sering dari kasus kematian akibat kanker pada laki-laki di Amerika Utara dan hampir di semua negara-negara Eropa Timur maupun Eropa Barat, dan semakin sering menjadi penyebab kematian di negara-negara berkembang di Asia, Amerika Latin, dan Afrika, meskipun data-data yang berkualitas tinggi untuk perbandingan belum tersedia dari kebanyakan populasi tersebut.

1.2    Rumusan Masalah

Dari uraian singkat tersebut diatas maka muncul beberapa persoalan yang tentunya sangat menarik untuk dibahas demi untuk mendalami lagi masalah – masalah yang timbul dari penyakit – penyakit dari sistem respirasi yang merupakan salah satu penyakit yg terjadi di dalam masyarakat .

1.3    Identifikasi Masalah

Faktor utama yang menjadi motivasi bagi penulis untuk mengangkat tema CA Paru  adalah sebagai berikut :
a.    Untuk mengetahui seluk beluk penyakit ca paru
b.    Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan penyakit ini
c.    Tema yang penulis angkat ada relevansinya dengan latar belakang pendidikan penulis yaitu jurusan kesehatan .


1
1.4 Tujuan Penulisan

1.4.1 Tujuan Umum
Dapat memahami konsep asuhan keperawatan pada klien dengan ca paru.
       1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan tentang definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis,
patofisiologi, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan pada klien dengan ca paru.
b. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan ca paru.
c. Dapat menambah wawasan baru mengenai angka kejadian penyakit abses paru.

1.5 Manfaat Penulisan

1. Keilmuan / Teori
Menambah ilmu terutama dalam keperawatan keluarga yang berhubungan dengan
penyakit ca paru.

2. Bagi Perawat / Mahasiswa
Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi
mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan dalam hal pemahaman
asuhan keperawatan ca paru.

3. Bagi Masyarakat / Keluarga
Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tanda-tanda dan gejala serta penyebab
penyakit ca paru di suatu masyarakat sehingga dapat melakukan pencegahan.


















2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang  mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).


2.2  Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1.    Karsinoma Bronkogenik.
a.    Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b.    Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c.     Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh. 
d.    Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e.    Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f.    Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).



2.3  Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
2.    Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
3.    Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.


4.    Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
5.    Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).

6.    Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a.    Proton oncogen.
b.    Tumor suppressor gene.
c.    Gene encoding enzyme.


3




2.4 Patoflow
Predisposisi                    Gen supresor tumor
Inisitor

                        Delesi/ insersi
Promotor

                        Tumor/ autonomi
Progresor

                        Ekspansi/ metastasis

   
















4
2.5    Manifestasi Klinis
2.6    Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2.7    Gejala umum.
2.7.1    Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
2.7.2    Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
2.7.3    Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

2.6  Pemeriksaan Penunjang
1.    Radiologi.
d.    Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
e.    Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2.    Laboratorium.
f.    Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
g.    Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
h.    Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3.    Histopatologi.
i.    Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
j.    Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
k.    Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
l.    Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
m.    Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4.    Pencitraan.
n.    CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
o.    MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

2.7  Komplikasi
- Hematorak
- Pneumotorak
- Empiema
- Endokarditis
- Abses paru
- Atetektasis
2.8  Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :


p.    Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
q.    Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
r.    Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
s.    Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)

1.    Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
1.    Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2.    Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3.    Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4.    Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

5.    Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
6.    Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2.    Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
3.    Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

6
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Analisa Data
Data Senjang    Etiologi    Masalah Keperawatan
DS :

DO :
-       

   




7
B. Diagnosa Keperawatan
Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
-    Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
-    Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a)    Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional    : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
b)    Catat ada  atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional    : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor. 
c)    Kaji adanmya sianosis
Rasional    : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
d)    Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional    : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.


e)    Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional    : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
        Dapat dihubungkan :
- Kehilangan fungsi silia jalan nafas
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a)   Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional    : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b)   Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional    : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c)   Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional    : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.

d)   Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional    : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e)   Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional    : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.

3). Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
- Krisis situasi
- Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
- Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
- Mengakui dan mendiskusikan takut.
-  Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
-  Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a)   Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional    : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.

b)   Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional    : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
c)   Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional    : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.

A.    Perencanaan

No    Diagnosa Keperawatan    Implementasi
        Tujuan    Intervensi    Rasional
1.        Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam klien dapat mendemonstrasikan suhu dalam batas normal dan bebas dari kedinginan dengan kriteria hasil :
-    Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
    1.    Kaji tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali



2.    Pantau suhu lingkungan


3.    Berikan kompres hangat








4.    Beri penjelasan pada klien / keluarga tentang hal – hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam

5.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberiain antipiretik dan antibiotik





    1.    Tanda vital dipakai sebagai pedoman untuk mengetahui keadaan umum klien

2.    Suhu lingkungan yang dingin bisa membuat klien menggigil

3.    Menghambat pusat simpisis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan 

4.    Keterlibatan keluarga dapat membantu dalam proses penyembuhan



5.    Untuk mengurangi demam













No    Diagnosa Keperawatan    Implementasi
        Tujuan    Intervensi    Rasional
2.    Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret ditandai dengan :
DS :
-    Klien mengatakan sulit bernafas
DO :
-    Perubahan atau kecepatan pernafasan
-    Bunyi nafas tidak normal
-    Batuk    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam masalah teratasi dengan kriteria hasil :
-    Klien menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas ( batuk yang efektif dan mengeluarkan sekret )    1.    Auskultasi bunyi nafas





2.    Kaji / pantau frekuensi pernafasan




3.    Dorong / bantu latihan nafas abdomen atau bibir

    1.    Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.

2.    Takipneu biasanya ada pada bebeerapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi.

3.    Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.















12
No    Diagnosa Keperawatan    Implementasi
        Tujuan    Intervensi    Rasional
3.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan tidak mampu mengeluarkan sekret
DO :
-Klien tampak bingung / gelisah
-Dyspnea
-Nilai AGD tidak normal
-Perubahan tanda vital


-    -        Meunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan    1. Kaji frekuensi , kedalaman , dan kemudahan bernafas



2.  Kaji status mental





3.  Observasi penyimpangan kondisi , catat hipotensi , banyaknya jumlah sputum merah muda / berdarah , pucat , sianosis , perubahan tingkat kesadaran , dispnea berat , gelisah

4.  Berikan terapi oksigen dengan benar , misalnya masker , masker venture
    1.    Manifestasi distress pernafasan tergantung pada / indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum

2.    Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan dan atau konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi .

3.    Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada abses paru dan membutuhkan intervensi medic segera





4.    Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diata 60mmHg . Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tapi dalam toleransi pasien .










13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Abses paru adalah suatu kavitas  dalam jaringan paru yang berisi material purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses infeksi. Abses paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat badan yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid level  atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat dilakukan terapi etiologis.
Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi.










14
DAFTAR PUSTAKA
Asher MI, Beadry PH ; Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada ; 1990 : 429 – 34.
Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ; Surabaya ; 136 – 41.
Barlett JG ; Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 19th ed ; Phildelphia ; 1992 ; 413 – 15.
Finegold SM, Fishman JA ; Empyema and Lung Abscess ; in Fishman’s pulmonary Diseases and disorders 3rd ed ; Philadelphia ; 1998 ; 2021 – 32.
Garry et al ; Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina : Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma ; 1993 ; 119 – 120.
Hammond JMJ et al ; The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in acute Commuity – Acquired Lung Abscess ; Chest ; 108 ; 4 ; 1995 ; 937 – 41.
Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess ; Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ; 746 – 52.
Johnson KM, Huseby JS ; Lung Abscess Caused by Legionella micdadei ; Chest 111 ; 1 ; 1997 ; 109 – 13.
Klein JS et al ; Interventional Radiology of The Chest : Image Guided Percutaneons Drainage of Pleural Effusions, Lung Abscess, and Pneumothorax ; AJR ; 1995 ; 164 ; 581 – 88.
Ricaurte KK et al ; Allergic broucho pulumonary aspergillosis with multiple Streptococceus pneumonie Lung Abscess : an unussual insitial case presentation ; joutnal of allergy and clinical imonoligy ; 104 ; 1 1999 ; 238 – 40.










15
MAKALAH
ABSES PARU











DISUSUN OLEH :
1.    ANIS RULWAQI
2.    IRA NOVITASARI
3.    RIZKA KIKY CHAIRIYAH
4.    YATI

KELAS :   2A


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
SERANG – BANTEN
2011 - 2012