BAB I
PENDAHULUAN
Trauma tumpul abdomen merupakan salah satu penyebab gangguan sistem
pencernaan. Pada klien yang mengalami trauma abdomen biasanya mengalami
perlukaan satu atau beberapa organ abdomen.
Hampir ¼ dari seluruh kematian trauma abdomen dikarenakan mengalami
perlukaan satu atau beberapa organ abdomen, sehingga mengalami perdarahan.
Perlukaan organ abdomen bisa dikatagorikan dalam trauma tumpul dan trauma
tusuk. Baik trauma tumpul maupun trauma tusuk dapat mengakibatkan kematian bila
tidak segera ditangani, biasanya ini disebabkan karena perdarahan masif.
BAB II
TRAUMA ABDOMEN
A. Pengertian
Trauma abdomen dapat dibagi menjadi trauma tembus dan
trauma tumpul akibat dari trauma abdomen dapat berupa perforasi ataupun
perdarahan, kematian karena dari trauma abdomen biasanya terjadi akibat sepsis
atau perdarahan sebagian besar dapat dicegah pasien dengan resiko cedera
abdomen harus menjalani pemeriksaan yang tepat dan lengkap.
Tipe Cedera
Berdasarkan organ yang terkena dapat dibagi dua : Pada
organ padat seperti hepar, limfa dengan gejala utama adalah peritonitis.
- Trauma Tembus Abdomen
Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada
luka tembus abdomen sebab usus mengisi sebagian besar rongga abdomen.
Manifestasi Klinis
Trauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis sampai
dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intraperitoneal. Rangsangan
peritoneal yang timbul sesuai dengan isi organ berongga tersebut, mulai dari
gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan
kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat.
Bila perforasi terjadi di bagian atas, misalnya di
daerah lambung, maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan
terjadi perangsnagan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis
hebat. Sedangkan bila bagian bawah, seperti kolon, mula-mula tidak terdapat
gejala peritonitis hebat, sedangkan bila bagian bawah, seperti kolon mula-mula
tidak terdapat gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang
biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan
peritoneum.
Pada trauma tembus usahakan untuk memeperoleh
keterangan selengkap mungkin; mengenai senjata di pakai, arah tusukan atau pada
trauma tumpul harus diketahui bagaimana terjadinya kecelakaan. Namun kadang
terjadi kesulitan bila pasien dalam keadaan syok atau tidak sadar.
Setelah pasien stabil yaitu air way, breathing dan
circulation stabil baru kita lakukan pemeriksaan fisik. Syok dan penurunan
kesadaran dapat menimbulkan kesulitan dalam pemeriksaan abdomen karena akan
menghilangkan gejala perut jelas di dinding perut menunjang terjadinya trauma
abdomen.
Pemeriksaan lain yangperlu dilakukan adalah
pemeriksaan colok dubur untuk mengetahui adanya darah pada saluran kemih dan
monitoring produksi uria. Pemasangan kateter dilakukan setelah dipastikan tidak
terdapat cedera uretra dengan colok dubur dan pemasangan NGT untuk mengetahui
adanya perdarahan saluran cerna atas dan dekompresi lambung.
Penatalaksanaan
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi
dahulu ABC bila pasien telah stabil bantu kita memikirkan penatalaksanaan
abdomen itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostik, harus segera dipasang untuk mencegah terjadinya
aspirasi bila terjadi muntah, sedangkan kateter dipasang untuk mengosongkan
kandung kencing dan menilai urin.
Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan
eksplorasi bedah, luka tembus dapat mengakibatkan ranjatan merata bila mengenai
pembuluh darah besar atau hepar, penetrasi ke limpa, pankreas atau ginjal
biasanya tidak mengakibatkan perdarahan pasif kecuali bila ada pembuluh darah
besar yang terkena. Perdarahan tersebut harus diatasi segera, sedangkan pasien
yang tidak tertolong dengan resusitasi cairan harus menjalani pembedahan segera.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan
hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda. Namun semua
ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis, syok, hilangnya bising
usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rektum adanya udara bebas
intra peritoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi
melakukan laparatomi bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24 jam
sampai 48 jam sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar melakukan
laparatomi.
- Trauma Tumpul Abdomen
Mekanisme terjadinya pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan seperti
hati, limpa, pankreas, dan ginjal.
Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan usus akan menimbulkan
rangsnagan peritoneum berupa nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas dan
kekakuan dinding perut. Adanya darah dapat pula ditentukan dengan shifting
dullnes, sedangkan adanya udara bebas dapat diketahui dengan hilang atau
beranjaknya pekak hati. Bising usus biasanya melemah atau menghilang, rangsangan
peritoneum dapat pula berupa nyeri alih di daerah bahu terutama sebelah kiri.
Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi
dicari tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera
dilakukan laparatomi eksplorasi, namun pada trauma tumpul sering kali
diperlukan observasi dan pemeriksaan berulang karena tanda rangsnagan
peritoneum bisa timbul perlahan-lahan.
Pemeriksaan Penunjang
Berbeda dengan trauma tajam, pada keadaan ini kita
sering dihadapkan pada diagnosis yang meragukan, sehingga memerlukan
pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis.
Diagnosis perdarahan intra abdomen akibat trauma
tumpul lebih sulit dibandingkan dengan akibat trauma tajam, lebih-lebih pada
tahap permulaan, untuk membantu
menentukan apakah ada perdarahan dapat dibantu dengan metode von lany
dengan membandingkan leukosit/mm3 dengan eritrosit/mm3
setiap setengah jam. Bila leukosit terus meningkat sedangkan eritrosit menurun
tanpa ada tanda-tanda radang ini memberikan petunjuk adanya perdarahan.
Pemeriksaan laboratorium yang menunjang adalah kadar
hemoglobin, hematokrit, leukosit analisis urine. Tetapi yang terpenting adalah
monitoring gejala klonis oleh seorang dokter dengan seksama. Bila terjadi
perdarahan akan terjadi penurunan HB dan hematokrit dan bisa disertai
lekositosis. Bila meragukan harus dilakukan pemeriksaan serial.
Sedangkan adanya eritrosit di dalam urine menunjang
terjadinya trauma saluran kencing, kadar serum amilase 100 unit dalam 100 ml
cairan abdomen menunjang bahwa telah terjadi trauma pankreas.
Pemeriksaan radiologis yang biasa dilakukan adalah
foto polos abdomen 3 posisi, yang perlu diperhatikan adalah tulang vertebra dan
pelvis, benda asing. Bayangan otot psoas, dan udara bebas intra atau
retroperitoneal, sedangkan LUP atau sistogram hanya dilakukan bila dicurigai
adanya trauma pada saluran kencing selain itu juga dapat dilakukan CT Scan untuk membantu menegakan diagnosis
pada trauma tumpul. Tindakan lainnya yang efektif tetapi invasif adalah lavase
peritoneal diagnostik, untuk mengetahui adanya cairan intra abdomen dan
jenisnya.
Tndakan lavase peritoneal adalah tindakan melakukan
bilasan rongga perut dengan memasukan cairan garam fisiologis sampai 1000 ml
melalui kanul, setelah sebelumnya pada persiapan tidak ditemukan darah atau
cairan, hasilnya positif bila cairan yang keluar, kemerahan, adanya empedu.
Ditemukan bakteri atau eritrosit > 100.000/m3 leukosit > 500/m3
dan kadar amilase >100 u/100ml.
Walaupun berbagai urutan penatalaksanaan trauma tumpul
telah dijelaskan, lavase peritoneal dan CT Scan adalah prosedur diagnosis yang
banyak digunakan pada pasien tanpa indikasi laparatomi yang jelas.
Penatalaksanaan
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi
dahulu bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen
itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostik, harus segera dipasang untuk
mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter dipasang
untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urine.
Pada trauma tumpul bila terdapat tanda kerusakan intra
peritonium harus dilakukan laparatomi, sedangkan bila tidak, pasien diobservasi
selama 24-48 jam.
Tindakan aparatomi dilakukan untuk mengetahui organ
yang mengalami kerusakan. Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan
adalah penghentian perdarahan. Sedangkan pada orga berongga, penanganan
kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reaksi sebagian.
- Abdomen Akut
Terminologi abdomen akut telah banyak diketahui namun
sulit untuk didentifikasikan secara tepat tetapi sebagai acuan kelainan
nontraumatik yang timbul mendadak dengan gejala utama di daerah abdomen dan
memerlukan tindakan bedah segera.
Banyak kondisi yang mendapat menimbulkan abdomen akut,
secara garis besar, keadaan tersebut dapat dikelompokan dalam 5 hal, yaitu :
a.
Proses peradangan bakterial –
kimiawi
b.
Obstruksi mekanis : seperti pada
volvulus, hernia atau perlengkatan
c.
Neoplasma/tumor; karsinoma,
polipus, atau kehamilan ektopik
d.
Kelainan vaskuler, emboli, trombo
omboli, perforasi dan fibrosis
e.
Kelainan kongenital
Adapun penyebab abdomen akut terserang adalah :
Ø
Kelainan traktus gastro
intestinal ; nyeri non spesifik, apendisitis, obstruksi usus halus dan usus
besar, hernia strangulata, perforasi ulkus peptik, perforasi usus,
divertikulitis, meckel sindrom boerhaeve, kelainan inflamasi usus, sindrom
weiss, gastro entisitis, gastritis akut, adenitis mesentrika.
Ø
Kelainan pankreas ;
pankreas akut
Ø
Kelainan traktus urinarius
; kolik renal atau ureteral pielonefritis akut, sistitis akut, infark renal.
Ø
Kelainan hati, limpa dan
traktus bilaris ; kolesistitis akut, kolangitis akut, abses hati, ruptur tumor
hepar, ruptur spontan limpa, kolik
bilier, hepatitis akut,
Ø
Kelainan ginekologi,
kehamilan ektopik terganggu, tumor ovarium terpuntir ruptur kista, folikel ovarium, salpingitis
akut, dismenorea, endometriosis.
Ø
Kelainan peritoneal : abses
intra abdomen, peritonitis primer, peritonitis TBC
Ø
Kelainan introperitoneal :
perdarahan introperitoneal.
Manifestasi Klinis
Keluhan yang menonjol adalah nyeri perut, untuk
menentukan penyebabnya kita harus mencari lokasi, jenis awitan dan
progresivitas, serta karakter nyeri. Perlua pula dicari gejala lain yang
berkaitan dengan nyeri, seperti muntah, konstipasi diare dan gejala
gastrointestinal yang spesifik, juga aspek lain yang berkaitan dengan riwayat
penyakit, riwayat menstruasi, riwayat pemakaian obat, riwayat penyakit keluarga
dan riwayat melakukan perjalanan sebelumnya.
Kedaan umum dapat menunjukan beratnya penyakit, gejala
sistemik biasanya timbul pada kelainan lanjut atau progresif yang berkaitan
dengan abdomen akut, misalnya ada demam atau tidak yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut :
- Inpeksi
Ø
Perut yang distensi dengan
bekas operasi dapat memberikan petunjuk adanya perlengketan usus.
Ø
Abdomen yang berkontraksi
di daerah skafoid terjadi pada pasien obstruksi usus.
- Auskultasi
Ø
Bising usus yang meningkat
dengan kolik terdengar pada pasion obstruksi usus halus bagian tengah dan awal
pankreaslisis akut, secara tersebut berbeda dengan bising hiperperistaltik
bernada tinggi yang tidak berhubungan dengan nyeri tekan pada gastro entiritis
disentri kolisis ulseratif fulminan.
- Nyeri akibat batuk
Pasien diminta untuk batuk dan menunjukan daerah yang paling nyeri.
Iritasi peritoneal dapat diyakinkan dengan pemeriksaan ini tanpa harus
menimbulkan nyeri pada pasien untuk mencari nyeri lepas. Tidak seperti nyeri
pariental pada peritonitis. Kolik adalah nyeri ulseral dan jarang diperberat
dengan inspirasi dalam atau batuk.
- Perkusi
Ø
Terdapatnya nyeri pada
perkusi yang berlokasi sama dengan nyeri lepas, menunjukan iritasi peritoneal
dan nyeri pariental.
Ø
Pada perforasi, udara bebas
aan berkumpul di bawah diafragma dan menghilangkan pekak hati.
- Palpasi
Nyeri yang menunjukan adanya inflamasi peritoneal mungkin adalah hal
terpenting yang ditemukan pada pasien dengan abdomen akut.
Ø
Nyeri berbatas tegas
ditemui pada kolesistitis akut, apendisitis, diverkulitis, dan salpingitis
akut.
Ø
Bila ada nyeri difus tanpa
penekanan harus dicurigai adanya gastroenteritis atau proses inflamasi usus
tanpa peritonitis lainnya.
Ø
Masa intra abdomen
kadang-kadang ditemukan dengan melakukan palpasi dalam
Ø
Tanda iliopsoas : Paha
diekstensikan secara pasif atau secara aktif melawan tahanan, uji ini positif
pada abses di daerah psoas yang berasal dari abses perinefrik atau persorasi
penyakit colon.
Ø
Tanda abturator : Nyeri
pada tungkai flexi pada saat dilakukan rotasi internal atau eksternal.
Ø
Nyeri ketok dibawah iga
menunjukan adanya inflamasi pada diafragma, hepar limpa atau jaringan
penunjangnya
Ø
Nyeri pada sudut kosto
vertebral sering terjadi pada pielonefritis akut
- Pemeriksaan cincin inguinal dan femoral
- pemeriksaan colok dubur
- pemeriksaan pelvis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain
pemeriksaan darah, urin dan feses. Sedangkan pemeriksaan radiologis adalah foto
polos dada, foto polos abdomen angiografo, pemeriksaan dengan kontras,
ultrasonografi (USG) GT. Scan,
andoskopi, dan parasentesis.
Pada foto polos abdomen, gambaran gas difus dengan
udara mencapai ampularekti menunjukan adanya eleus paralitik, khususnya bila
bising usus menghilang distensi usus yang berisi gas terjadi pada obstruksi
usus. Air fluid level terjadi pada obstruksi usus halus bagian distal. Oistensi
sekum dengan usus halus yang mengalami terjadi pada obstruksi usus besar.
Penatalaksanaan
Prinsip penatalakasaan dari abdomen akut, tujuan
utamanya adalah membuat diagnosis kerja yang dapat membantu klien menentukan
sikap apakah perlu dilakukan operasi segera dan bagaimana urgensinya pada
beberapa keadaan diagnosis tentang sering ditegakan setelah perut dibuka.
Fenomena patofisiologi dasar yang mengakibatkan status
klinis klien harus didentifikasi. Apakah penampilan klinis mencurigakan suatu
proses obstruksi usus. Strangulasi usus, peritonitis, abses intra abdomen,
perdarahan intra abdomen atau suatu proses iskemik dari usus. Beberapa fenomena
ini sering terjadi bersamaan sebagai contoh adalah proses straulasi usus.
Persiapan Preoperatif
Ø
Analgetik narkotik
sebaiknya tidak diberikan
Ø
Antibiotik diindikasikan
pada beberapa infeksi atau sebagai profilaksis
Ø
Selang nasogastrik harus
dipasang pada pasien dengan hematesis atau muntah berulang, kecurigaan akan
obstruksi usus, atau paralitik usus yang berat.
Ø
Enema, laksatif, dan
katatik jangan diberikan pada pasien konstipasi sampai kemungkinan obstruksi
disingkirkan.
B. Etiologi
Kemungkinan yang terjadi bisa karena luka akibat benda
tajam. Benda tumpul-benda tumpul bisa terjadi karena adanya benturan yang
mungkin akan mengakibatkan memar dan terjadi trauma pada abdomen akibat dari
luka tersebut.
C. Patofisiologi
Penyembuhan luka
Jaringan yang rusak atau cedera harus diperbaiki baik
melalui regenerasi sel atau pembentukan jaringan parut. Tujuan dari kedua jenis
perbaikan tersebut adalah untuk mengisi daerah kerusakan agar integritas
struktural jaringan pulih kembali.
Regenerasi jaringan dan pembentukan jaringan parut
dimulai dengan reksi peradangan. Trombosit pengontrol perdarahan dan sel-sel
darah putih mencerna serta menyingkirkan jaringan yang mati dari daerah
tersebut. Faktor-faktor pembentukan jaringan parut.
Jenis-jenis penyembuhan luka
Suatu jaringan dikatakan mengalami penyembuhan secara
intensif, apabila suatu jaringan dan diproses penyembuhannya akan berlangsung
cepat dan hasilnya bersih. Sedangkan penyembuhan luka yang berjalan lambat dan
disertai pembentukan jaringan parut dikatakan mengalami penyembuhan secara
intensiv sekunder.
Dampak trauma abdomen tergantung pada ; daerah/lokasi
yang terkena, jenis luka, penanggulangan.
Trauma pada abdomen dapat bersifat tumpul atau trauma
tembus. Trauma tumpul akan menyebabkan ruptur organ-organ dalam abdomen yang
akan mengakibatkan perdarahan sehingga bisa menimbulkan schok dan dapat pula
terjadi peritonitis.
Trauma tembus akan menyebabkan kemungkinan organ-organ
dalam abdomen keluar dan terjadi perdarahan timbulnya schok bahkan terjadi
peritonitis.
- Perdarahan
Berdasarkan susunan anatomi organ-organ abdomen, maka
perdarahan biasanya mengikuti kerusakan organ yang terkena trauma. Namun
biasanya organ yang terkena yaitu bagian atas hepar dan lien. Hal ini
dikarenakan pembuluh darah abdomen mudah mengalami perlukaan (cedera). Jika
hepar atau lien mengalami trauma berat maka akan terjadi perdarahan dan akan
timbul gejala schok yang kerap kali mengakibatkan kematian segera setelah
trauma.
Kadang-kadang gejala perdarahan dapat mereda selama
satu atau dua hari, tetapi kemudian timbul perdarahan lagi secara tiba-tiba
setelah melakukan aktivitas, walaupun hanya aktivitas ringan seperti ; buang
air besar di atas pispot.
Pada keadaan demikian, frekuensi nadi (dari lambat
tiba-tiba enjadi cepat) dapat menjadi petunjuk terjadinya perdarahan abdomen.
Kenaikan frekuensi nadi tersebut terjadi karena jantung mengalami kegagalan
melakukan kompensasi. Selain itu makna nyeri di puncak bahu dapat menunjukan
adanya perdarahan di dearah lien, tergantung pada lobus mana yang mengalami
perdarahan.
- Schok
Trauma pada abdomen bagian atas terutama di regio
hipogastrum dapat menyebabkan schok. Apabila gejala schok tidak menghilang
dalam waktu 6 jam, maka kemungkinan besar terdapat perdarahan atau adanya
peritonitis. Pada keadaan demikian, maka seorang perawat harus dapat membedakan
antara schok dengan pingsan.
- Peritonitis
Keadaan ini bisa terjadi pada organ-organ abdomen,
organ berongga, seperti usus, kandung kemih, dan lambung. Jika lambung
mengalami perlukaan, maka akan menimbulkan perasaan mual, muntah-muntah,
kadang-kadang terjadi haematomisis. Namun bila usus yang terkena trauma maka
akan timbul keluhan diare bahkan sampai terjadi malena. Sedangkan bila kandung
kemih yang terkena trauma maka akan timbul keluhan haematuri, disertai
muntah-muntah, dan regiditas otot perut setempat.
Mengacu pada tiga organ diatas, maka trauma tembus
usus merupakan penyebab peritonitis yang paling sering. Keadaan ini dapat
menimbulkan kematian bila tidak segera ditangani. Hal ini dikarenakan
peristaltik usus berhenti tiba-tiba, bahka terjadi paralisis dinding secara
langsung.
D. Komplikasi
Perlambatan penyembuhan dan
perbaikan
Perbaikan jaringan cepat dapat berjalan apabila pejamu
mengalami malnutrisi penyakit sitemik atau penurunan fungsi imun, pabila aliran
darah kejaringan yang cedera berkurang atau timbul infeksi, maka penyembuhan
dapat berjalan lambat atau kurang sempurna.
E. Perkembangan
Genetik
Penyembuhan luka pada orang lanjut usia akan mengalami
perlembatakan akibat penurunan aliran darah dan oksigenisasi jaringan oleh
berbagai penyakit sistemik seperti DM atau aterosklerosis pada orang lanjut
usia. Fungsi imun dan gizi juga akan berkurang.
BAB III
ASKEP KLIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN
A. Pengkajian Keperawatan
Pada kasus trauma abdomen, pengkajian perawat yang
utama adalah mengetahui keadaan schok (Hypovolemik Schok) kemudian melihat
perubahan tingkat kesadaran dan keadaan turgor kulit. Keadaan kulit biasanya
lebih jelas untuk menunjukan tanda klinis schok antara lain :
Ø
Schok ringan : Kulit
tampak pucat, dingin dan lembab.
Ø
Schok sedang : Banyak
keringat, anuri
Ø
Shock berat : Biasanya
terjadi perubahan tingkat kesadaran yang dimanifestasikan dengan bingung dan
disorientasi.
Yang perlu dikaji oleh perawat adalah tingkat
kesadaran, tanda dan gejala nyeri, lokasi dan kualitas nyeri. Pada saat dikaji
sebaiknya pakaian klien dibuka untuk mengkaji adanya perdarahan dan luka. Untuk
selanjutnya perawat mempersiapkan sarana dan klien untuk melakukan pemeriksaan
diagnostik sesuai program.
Data fokus yang
perlu dikaji oleh perawat pada klien dengan trauma abdomen antara lain :
1.
Inspeksi adanya contusio, abrasi,
laserasi, penetrasi, kesimetrisan. Selain itu perlu juga dikaji daerah anterior
abdomen, punggung, panggul, genetalia, dan rektum. Sedangkan untuk mengetahui
kemungkinan adanya perdarahan ,maka perawat harus menggunakan petunjuk Culle’s
sign yaitu perdarahan pada daerah umbilikal bila terjadi trauma panggul, dan
Turner’s sign yaitu perdarahan retroperineal bila terdapat perdarahan pada
dinding abdomen.
2.
Auskultasi, untuk mendengarkan
bising usus dan bruit. Bila tidak terdengar bising usus maka perawat harus
curiga terjadinya perdarahan dan perkembangan bakteri usus yang berlebihan.
3.
Perkusi, bila terdengar suara
timpani yang berlebihan (Balance’s sign), maka dicurigai adanya penumpukan
udara bebas yang mengindukasikan adanya luka tembus. Namun bila redup maka
perawat dapat menduga terjadinya akumulasi cairan atau darah pada daerah usus
besar atau lambung.
4.
Palapasi, lakukan dengan hari-hari
dan lenbut, karena pada earah abdomen terjadi akumulasi cairan/darah/ udara,
sehingga abdomen akan mengalami distensi.
Selain menggunakan ke empat teknik tersebut maka perawat perlu juga
mengumpulkan data-data penunjang seperti hasil pemeriksaan laboratorium,
radiologi, terafi, dan rencana tindakan medis (pembedahan atau tidak).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan trauma abdomen
:
1.
Resiko tinggi terjadinya schok
hipovolemik
2.
Gangguan rasa nyaman nyeri
3.
Resiko tinggi terjadinya infeksi
4.
Gangguan penurunan kesadaran
5.
Gangguan integritas kulit
C. Tujuan Keperawatan
Tujuan keperawatan biasanya mengacu pada :
1.
Mengembalikan volume sirkulasi
darah
2.
Tidak terjadinya schok
3.
Tidak terjadinya infeksi sebagai
akibat komplikasi
4.
Gangguan rasa nyaman lebih minimal
5.
Tidak terjadi penurunan
kesadaran/orientasi baik
D. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang bisa dilakukan yaitu :
1.
Observasi tanda-tanda vitak untuk
mengetahui gejala timbulnya schok atau perdarahan
2.
Monitoring nilai analisa gas darah
untuk mengkaji adanya hypoxemia.
3.
Ukur intake output, bila perlu
pasang dawer cateter
4.
Lakukan pemasangan NGT bila
dijumpai distensi abdomen yang berat.
5.
Bila ada eviserasi, lakukan
perawatan gunakan teknik septik dan anti septik.
6.
Observasi bising usus, distensi
abdomen, dan penurunan kesadaran.
7.
Kolaborasi untuk pemeriksaan
elektrolit darah, glukosa, amilase serum, Bun, LFT, protombin time, dan HB, HT
secara berkala (serial).
8.
Kolaborasi pemberian terapi
analgetik bila perlu berikan, terapi, tetapi antibiotika sesuai program
9.
Kolaborasi pemberian cairan
parenteral sesuai kebutuhan klien
10. Siapkan dan klien untuk prosedur atau tindakan yang akan
dilakukan (pre dan post operasi).
Pebedahan
Pembedahan tipe laparatomy biasanya dilakukan segera
bila diketahui adanya tanda-tanda iritasi peritonium. Namun dapat pula hanya
memperbaiki perlukaan dan membersihkannya dengan anastesi lokal.
Bila terdapat perlukaan daerah kolon, biasanya
alternatif pilihan yaitu dilakukan kolostomi baik permanen maupun sementara.
Pada semua klien trauma abdomen yang akan dilakukan
pembedahan maka intervensi yang harus dilakukan meliputi persiapan operasi,
intra operasi dan post operasi, dan pendidikan kesehatan baik pre operasi
maupun post operasi. Adapun prionsip intervensi pre dan post operasi serta
pendidikan kesehatan sama dnegan pembedahan/operasi yang lain.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan mencakup :
1.
Bagaimana kondidi sirkulasi :
a.
Tekanan darah, nadi dan pernafasan
b.
Urine output 1-2 cc/kg BB/Jam
2.
Bagaiman kondisi jaringan yang
mengalami trauma
Penyembuhan luka, kmlikasi infeksi pada luka tidak terjadi
3.
Bagaimana kenyaman klien
a.
Klien dapat beristirahat
b.
Wajah klien rileks/tidak tegang
c.
Klien kooperatif dalam tindakan
pengobatan
4.
Bagaimana keadaan umum
klien/kesadaran
Kesadaran compos mentis