Saturday, December 7, 2013

Tumpul Adomen

 



BAB I
PENDAHULUAN



Trauma tumpul abdomen merupakan salah satu penyebab gangguan sistem pencernaan. Pada klien yang mengalami trauma abdomen biasanya mengalami perlukaan satu atau beberapa organ abdomen.
Hampir ¼ dari seluruh kematian trauma abdomen dikarenakan mengalami perlukaan satu atau beberapa organ abdomen, sehingga mengalami perdarahan.
Perlukaan organ abdomen bisa dikatagorikan dalam trauma tumpul dan trauma tusuk. Baik trauma tumpul maupun trauma tusuk dapat mengakibatkan kematian bila tidak segera ditangani, biasanya ini disebabkan karena perdarahan masif.




















BAB II
TRAUMA ABDOMEN


A. Pengertian
Trauma abdomen dapat dibagi menjadi trauma tembus dan trauma tumpul akibat dari trauma abdomen dapat berupa perforasi ataupun perdarahan, kematian karena dari trauma abdomen biasanya terjadi akibat sepsis atau perdarahan sebagian besar dapat dicegah pasien dengan resiko cedera abdomen harus menjalani pemeriksaan yang tepat dan lengkap.

Tipe Cedera
Berdasarkan organ yang terkena dapat dibagi dua : Pada organ padat seperti hepar, limfa dengan gejala utama adalah peritonitis.

  1. Trauma Tembus Abdomen
Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen sebab usus mengisi sebagian besar rongga abdomen.

Manifestasi Klinis
Trauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intraperitoneal. Rangsangan peritoneal yang timbul sesuai dengan isi organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. 
Bila perforasi terjadi di bagian atas, misalnya di daerah lambung, maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi perangsnagan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat. Sedangkan bila bagian bawah, seperti kolon, mula-mula tidak terdapat gejala peritonitis hebat, sedangkan bila bagian bawah, seperti kolon mula-mula tidak terdapat gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.
Pada trauma tembus usahakan untuk memeperoleh keterangan selengkap mungkin; mengenai senjata di pakai, arah tusukan atau pada trauma tumpul harus diketahui bagaimana terjadinya kecelakaan. Namun kadang terjadi kesulitan bila pasien dalam keadaan syok atau tidak sadar.
Setelah pasien stabil yaitu air way, breathing dan circulation stabil baru kita lakukan pemeriksaan fisik. Syok dan penurunan kesadaran dapat menimbulkan kesulitan dalam pemeriksaan abdomen karena akan menghilangkan gejala perut jelas di dinding perut menunjang terjadinya trauma abdomen.
Pemeriksaan lain yangperlu dilakukan adalah pemeriksaan colok dubur untuk mengetahui adanya darah pada saluran kemih dan monitoring produksi uria. Pemasangan kateter dilakukan setelah dipastikan tidak terdapat cedera uretra dengan colok dubur dan pemasangan NGT untuk mengetahui adanya perdarahan saluran cerna atas dan dekompresi lambung.

Penatalaksanaan
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila pasien telah stabil bantu kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostik, harus  segera dipasang untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah, sedangkan kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin.
Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah, luka tembus dapat mengakibatkan ranjatan merata bila mengenai pembuluh darah besar atau hepar, penetrasi ke limpa, pankreas atau ginjal biasanya tidak mengakibatkan perdarahan pasif kecuali bila ada pembuluh darah besar yang terkena. Perdarahan tersebut harus diatasi segera, sedangkan pasien yang tidak tertolong dengan resusitasi cairan harus menjalani pembedahan segera.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda. Namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rektum adanya udara bebas intra peritoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparatomi bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24 jam sampai 48 jam sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar melakukan laparatomi.

  1. Trauma Tumpul Abdomen
Mekanisme terjadinya pada trauma tumpul  disebabkan adanya deselerasi cepat dan seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal.

Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan usus akan menimbulkan rangsnagan peritoneum berupa nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas dan kekakuan dinding perut. Adanya darah dapat pula ditentukan dengan shifting dullnes, sedangkan adanya udara bebas dapat diketahui dengan hilang atau beranjaknya pekak hati. Bising usus biasanya melemah atau menghilang, rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih di daerah bahu terutama sebelah kiri.
Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan laparatomi eksplorasi, namun pada trauma tumpul sering kali diperlukan observasi dan pemeriksaan berulang karena tanda rangsnagan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan.

Pemeriksaan Penunjang
Berbeda dengan trauma tajam, pada keadaan ini kita sering dihadapkan pada diagnosis yang meragukan, sehingga memerlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis.
Diagnosis perdarahan intra abdomen akibat trauma tumpul lebih sulit dibandingkan dengan akibat trauma tajam, lebih-lebih pada tahap permulaan, untuk membantu  menentukan apakah ada perdarahan dapat dibantu dengan metode von lany dengan membandingkan leukosit/mm3 dengan eritrosit/mm3 setiap setengah jam. Bila leukosit terus meningkat sedangkan eritrosit menurun tanpa ada tanda-tanda radang ini memberikan petunjuk adanya perdarahan.
Pemeriksaan laboratorium yang menunjang adalah kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit analisis urine. Tetapi yang terpenting adalah monitoring gejala klonis oleh seorang dokter dengan seksama. Bila terjadi perdarahan akan terjadi penurunan HB dan hematokrit dan bisa disertai lekositosis. Bila meragukan harus dilakukan pemeriksaan serial.
Sedangkan adanya eritrosit di dalam urine menunjang terjadinya trauma saluran kencing, kadar serum amilase 100 unit dalam 100 ml cairan abdomen menunjang bahwa telah terjadi trauma pankreas.
Pemeriksaan radiologis yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen 3 posisi, yang perlu diperhatikan adalah tulang vertebra dan pelvis, benda asing. Bayangan otot psoas, dan udara bebas intra atau retroperitoneal, sedangkan LUP atau sistogram hanya dilakukan bila dicurigai adanya trauma pada saluran kencing selain itu juga dapat dilakukan  CT Scan untuk membantu menegakan diagnosis pada trauma tumpul. Tindakan lainnya yang efektif tetapi invasif adalah lavase peritoneal diagnostik, untuk mengetahui adanya cairan intra abdomen dan jenisnya.
Tndakan lavase peritoneal adalah tindakan melakukan bilasan rongga perut dengan memasukan cairan garam fisiologis sampai 1000 ml melalui kanul, setelah sebelumnya pada persiapan tidak ditemukan darah atau cairan, hasilnya positif bila cairan yang keluar, kemerahan, adanya empedu. Ditemukan bakteri atau eritrosit > 100.000/m3 leukosit > 500/m3 dan kadar amilase >100 u/100ml.
Walaupun berbagai urutan penatalaksanaan trauma tumpul telah dijelaskan, lavase peritoneal dan CT Scan adalah prosedur diagnosis yang banyak digunakan pada pasien tanpa indikasi laparatomi yang jelas.

Penatalaksanaan
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostik, harus segera dipasang untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urine.
Pada trauma tumpul bila terdapat tanda kerusakan intra peritonium harus dilakukan laparatomi, sedangkan bila tidak, pasien diobservasi selama 24-48 jam.
Tindakan aparatomi dilakukan untuk mengetahui organ yang mengalami kerusakan. Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan adalah penghentian perdarahan. Sedangkan pada orga berongga, penanganan kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reaksi sebagian.
  1. Abdomen Akut
Terminologi abdomen akut telah banyak diketahui namun sulit untuk didentifikasikan secara tepat tetapi sebagai acuan kelainan nontraumatik yang timbul mendadak dengan gejala utama di daerah abdomen dan memerlukan tindakan bedah segera.
Banyak kondisi yang mendapat menimbulkan abdomen akut, secara garis besar, keadaan tersebut dapat dikelompokan dalam 5 hal, yaitu :
a.       Proses peradangan bakterial – kimiawi
b.      Obstruksi mekanis : seperti pada volvulus, hernia atau perlengkatan
c.       Neoplasma/tumor; karsinoma, polipus, atau kehamilan ektopik
d.      Kelainan vaskuler, emboli, trombo omboli, perforasi dan fibrosis
e.       Kelainan kongenital


Adapun penyebab abdomen akut terserang adalah :
Ø  Kelainan traktus gastro intestinal ; nyeri non spesifik, apendisitis, obstruksi usus halus dan usus besar, hernia strangulata, perforasi ulkus peptik, perforasi usus, divertikulitis, meckel sindrom boerhaeve, kelainan inflamasi usus, sindrom weiss, gastro entisitis, gastritis akut, adenitis mesentrika.
Ø  Kelainan pankreas ; pankreas akut
Ø  Kelainan traktus urinarius ; kolik renal atau ureteral pielonefritis akut, sistitis akut, infark renal.
Ø  Kelainan hati, limpa dan traktus bilaris ; kolesistitis akut, kolangitis akut, abses hati, ruptur tumor hepar, ruptur spontan limpa,  kolik bilier, hepatitis akut,
Ø  Kelainan ginekologi, kehamilan ektopik terganggu, tumor ovarium terpuntir  ruptur kista, folikel ovarium, salpingitis akut, dismenorea, endometriosis.
Ø  Kelainan peritoneal : abses intra abdomen, peritonitis primer, peritonitis TBC
Ø  Kelainan introperitoneal : perdarahan introperitoneal.

Manifestasi Klinis
Keluhan yang menonjol adalah nyeri perut, untuk menentukan penyebabnya kita harus mencari lokasi, jenis awitan dan progresivitas, serta karakter nyeri. Perlua pula dicari gejala lain yang berkaitan dengan nyeri, seperti muntah, konstipasi diare dan gejala gastrointestinal yang spesifik, juga aspek lain yang berkaitan dengan riwayat penyakit, riwayat menstruasi, riwayat pemakaian obat, riwayat penyakit keluarga dan riwayat melakukan perjalanan sebelumnya.
Kedaan umum dapat menunjukan beratnya penyakit, gejala sistemik biasanya timbul pada kelainan lanjut atau progresif yang berkaitan dengan abdomen akut, misalnya ada demam atau tidak yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

  1. Inpeksi
Ø  Perut yang distensi dengan bekas operasi dapat memberikan petunjuk adanya perlengketan usus.
Ø  Abdomen yang berkontraksi di daerah skafoid terjadi pada pasien obstruksi usus.
  1. Auskultasi
Ø  Bising usus yang meningkat dengan kolik terdengar pada pasion obstruksi usus halus bagian tengah dan awal pankreaslisis akut, secara tersebut berbeda dengan bising hiperperistaltik bernada tinggi yang tidak berhubungan dengan nyeri tekan pada gastro entiritis disentri kolisis ulseratif fulminan.
  1. Nyeri akibat batuk
Pasien diminta untuk batuk dan menunjukan daerah yang paling nyeri. Iritasi peritoneal dapat diyakinkan dengan pemeriksaan ini tanpa harus menimbulkan nyeri pada pasien untuk mencari nyeri lepas. Tidak seperti nyeri pariental pada peritonitis. Kolik adalah nyeri ulseral dan jarang diperberat dengan inspirasi dalam atau batuk.
  1. Perkusi
Ø  Terdapatnya nyeri pada perkusi yang berlokasi sama dengan nyeri lepas, menunjukan iritasi peritoneal dan nyeri pariental.
Ø  Pada perforasi, udara bebas aan berkumpul di bawah diafragma dan menghilangkan pekak hati.
  1. Palpasi
Nyeri yang menunjukan adanya inflamasi peritoneal mungkin adalah hal terpenting yang ditemukan pada pasien dengan abdomen akut.
Ø  Nyeri berbatas tegas ditemui pada kolesistitis akut, apendisitis, diverkulitis, dan salpingitis akut.
Ø  Bila ada nyeri difus tanpa penekanan harus dicurigai adanya gastroenteritis atau proses inflamasi usus tanpa peritonitis lainnya.
Ø  Masa intra abdomen kadang-kadang ditemukan dengan melakukan palpasi dalam
Ø  Tanda iliopsoas : Paha diekstensikan secara pasif atau secara aktif melawan tahanan, uji ini positif pada abses di daerah psoas yang berasal dari abses perinefrik atau persorasi penyakit colon.
Ø  Tanda abturator : Nyeri pada tungkai flexi pada saat dilakukan rotasi internal atau eksternal.
Ø  Nyeri ketok dibawah iga menunjukan adanya inflamasi pada diafragma, hepar limpa atau jaringan penunjangnya
Ø  Nyeri pada sudut kosto vertebral sering terjadi pada pielonefritis akut
  1. Pemeriksaan cincin inguinal dan femoral
  2. pemeriksaan colok dubur
  3. pemeriksaan pelvis

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain pemeriksaan darah, urin dan feses. Sedangkan pemeriksaan radiologis adalah foto polos dada, foto polos abdomen angiografo, pemeriksaan dengan kontras, ultrasonografi (USG)          GT. Scan, andoskopi, dan parasentesis.
Pada foto polos abdomen, gambaran gas difus dengan udara mencapai ampularekti menunjukan adanya eleus paralitik, khususnya bila bising usus menghilang distensi usus yang berisi gas terjadi pada obstruksi usus. Air fluid level terjadi pada obstruksi usus halus bagian distal. Oistensi sekum dengan usus halus yang mengalami terjadi pada obstruksi usus besar.

Penatalaksanaan
Prinsip penatalakasaan dari abdomen akut, tujuan utamanya adalah membuat diagnosis kerja yang dapat membantu klien menentukan sikap apakah perlu dilakukan operasi segera dan bagaimana urgensinya pada beberapa keadaan diagnosis tentang sering ditegakan setelah perut dibuka.
Fenomena patofisiologi dasar yang mengakibatkan status klinis klien harus didentifikasi. Apakah penampilan klinis mencurigakan suatu proses obstruksi usus. Strangulasi usus, peritonitis, abses intra abdomen, perdarahan intra abdomen atau suatu proses iskemik dari usus. Beberapa fenomena ini sering terjadi bersamaan sebagai contoh adalah proses straulasi usus.

Persiapan Preoperatif
Ø  Analgetik narkotik sebaiknya tidak diberikan
Ø  Antibiotik diindikasikan pada beberapa infeksi atau sebagai profilaksis
Ø  Selang nasogastrik harus dipasang pada pasien dengan hematesis atau muntah berulang, kecurigaan akan obstruksi usus, atau paralitik usus yang berat.
Ø  Enema, laksatif, dan katatik jangan diberikan pada pasien konstipasi sampai kemungkinan obstruksi disingkirkan.

B.  Etiologi
Kemungkinan yang terjadi bisa karena luka akibat benda tajam. Benda tumpul-benda tumpul bisa terjadi karena adanya benturan yang mungkin akan mengakibatkan memar dan terjadi trauma pada abdomen akibat dari luka tersebut.

C.  Patofisiologi
Penyembuhan luka
Jaringan yang rusak atau cedera harus diperbaiki baik melalui regenerasi sel atau pembentukan jaringan parut. Tujuan dari kedua jenis perbaikan tersebut adalah untuk mengisi daerah kerusakan agar integritas struktural jaringan pulih kembali.
Regenerasi jaringan dan pembentukan jaringan parut dimulai dengan reksi peradangan. Trombosit pengontrol perdarahan dan sel-sel darah putih mencerna serta menyingkirkan jaringan yang mati dari daerah tersebut. Faktor-faktor pembentukan jaringan parut.
Jenis-jenis penyembuhan luka
Suatu jaringan dikatakan mengalami penyembuhan secara intensif, apabila suatu jaringan dan diproses penyembuhannya akan berlangsung cepat dan hasilnya bersih. Sedangkan penyembuhan luka yang berjalan lambat dan disertai pembentukan jaringan parut dikatakan mengalami penyembuhan secara intensiv sekunder.
Dampak trauma abdomen tergantung pada ; daerah/lokasi yang terkena, jenis luka, penanggulangan.
Trauma pada abdomen dapat bersifat tumpul atau trauma tembus. Trauma tumpul akan menyebabkan ruptur organ-organ dalam abdomen yang akan mengakibatkan perdarahan sehingga bisa menimbulkan schok dan dapat pula terjadi peritonitis.
Trauma tembus akan menyebabkan kemungkinan organ-organ dalam abdomen keluar dan terjadi perdarahan timbulnya schok bahkan terjadi peritonitis.
  1. Perdarahan
Berdasarkan susunan anatomi organ-organ abdomen, maka perdarahan biasanya mengikuti kerusakan organ yang terkena trauma. Namun biasanya organ yang terkena yaitu bagian atas hepar dan lien. Hal ini dikarenakan pembuluh darah abdomen mudah mengalami perlukaan (cedera). Jika hepar atau lien mengalami trauma berat maka akan terjadi perdarahan dan akan timbul gejala schok yang kerap kali mengakibatkan kematian segera setelah trauma.
Kadang-kadang gejala perdarahan dapat mereda selama satu atau dua hari, tetapi kemudian timbul perdarahan lagi secara tiba-tiba setelah melakukan aktivitas, walaupun hanya aktivitas ringan seperti ; buang air besar di atas pispot.
Pada keadaan demikian, frekuensi nadi (dari lambat tiba-tiba enjadi cepat) dapat menjadi petunjuk terjadinya perdarahan abdomen. Kenaikan frekuensi nadi tersebut terjadi karena jantung mengalami kegagalan melakukan kompensasi. Selain itu makna nyeri di puncak bahu dapat menunjukan adanya perdarahan di dearah lien, tergantung pada lobus mana yang mengalami perdarahan.
  1. Schok
Trauma pada abdomen bagian atas terutama di regio hipogastrum dapat menyebabkan schok. Apabila gejala schok tidak menghilang dalam waktu 6 jam, maka kemungkinan besar terdapat perdarahan atau adanya peritonitis. Pada keadaan demikian, maka seorang perawat harus dapat membedakan antara schok dengan pingsan.
  1. Peritonitis
Keadaan ini bisa terjadi pada organ-organ abdomen, organ berongga, seperti usus, kandung kemih, dan lambung. Jika lambung mengalami perlukaan, maka akan menimbulkan perasaan mual, muntah-muntah, kadang-kadang terjadi haematomisis. Namun bila usus yang terkena trauma maka akan timbul keluhan diare bahkan sampai terjadi malena. Sedangkan bila kandung kemih yang terkena trauma maka akan timbul keluhan haematuri, disertai muntah-muntah, dan regiditas otot perut setempat.
Mengacu pada tiga organ diatas, maka trauma tembus usus merupakan penyebab peritonitis yang paling sering. Keadaan ini dapat menimbulkan kematian bila tidak segera ditangani. Hal ini dikarenakan peristaltik usus berhenti tiba-tiba, bahka terjadi paralisis dinding secara langsung.

D.  Komplikasi
Perlambatan penyembuhan dan perbaikan
Perbaikan jaringan cepat dapat berjalan apabila pejamu mengalami malnutrisi penyakit sitemik atau penurunan fungsi imun, pabila aliran darah kejaringan yang cedera berkurang atau timbul infeksi, maka penyembuhan dapat berjalan lambat atau kurang sempurna.

E. Perkembangan Genetik
Penyembuhan luka pada orang lanjut usia akan mengalami perlembatakan akibat penurunan aliran darah dan oksigenisasi jaringan oleh berbagai penyakit sistemik seperti DM atau aterosklerosis pada orang lanjut usia. Fungsi imun dan gizi juga akan berkurang.



BAB III
ASKEP KLIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN


A.    Pengkajian Keperawatan
Pada kasus trauma abdomen, pengkajian perawat yang utama adalah mengetahui keadaan schok (Hypovolemik Schok) kemudian melihat perubahan tingkat kesadaran dan keadaan turgor kulit. Keadaan kulit biasanya lebih jelas untuk menunjukan tanda klinis schok antara lain :
Ø  Schok ringan   :     Kulit tampak pucat, dingin dan lembab.
Ø  Schok sedang  :     Banyak keringat, anuri
Ø  Shock berat     :     Biasanya terjadi perubahan tingkat kesadaran yang dimanifestasikan dengan bingung dan disorientasi.

Yang perlu dikaji oleh perawat adalah tingkat kesadaran, tanda dan gejala nyeri, lokasi dan kualitas nyeri. Pada saat dikaji sebaiknya pakaian klien dibuka untuk mengkaji adanya perdarahan dan luka. Untuk selanjutnya perawat mempersiapkan sarana dan klien untuk melakukan pemeriksaan diagnostik sesuai program.

Data fokus yang perlu dikaji oleh perawat pada klien dengan trauma abdomen antara lain :
            1.      Inspeksi adanya contusio, abrasi, laserasi, penetrasi, kesimetrisan. Selain itu perlu juga dikaji daerah anterior abdomen, punggung, panggul, genetalia, dan rektum. Sedangkan untuk mengetahui kemungkinan adanya perdarahan ,maka perawat harus menggunakan petunjuk Culle’s sign yaitu perdarahan pada daerah umbilikal bila terjadi trauma panggul, dan Turner’s sign yaitu perdarahan retroperineal bila terdapat perdarahan pada dinding abdomen.
            2.      Auskultasi, untuk mendengarkan bising usus dan bruit. Bila tidak terdengar bising usus maka perawat harus curiga terjadinya perdarahan dan perkembangan bakteri usus yang berlebihan.
            3.      Perkusi, bila terdengar suara timpani yang berlebihan (Balance’s sign), maka dicurigai adanya penumpukan udara bebas yang mengindukasikan adanya luka tembus. Namun bila redup maka perawat dapat menduga terjadinya akumulasi cairan atau darah pada daerah usus besar atau lambung.
            4.      Palapasi, lakukan dengan hari-hari dan lenbut, karena pada earah abdomen terjadi akumulasi cairan/darah/ udara, sehingga abdomen akan mengalami distensi.
Selain menggunakan ke empat teknik tersebut maka perawat perlu juga mengumpulkan data-data penunjang seperti hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, terafi, dan rencana tindakan medis (pembedahan atau tidak).

B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan trauma abdomen :
1.      Resiko tinggi terjadinya schok hipovolemik
2.      Gangguan rasa nyaman nyeri
3.      Resiko tinggi terjadinya infeksi
4.      Gangguan penurunan kesadaran
5.      Gangguan integritas kulit

C.    Tujuan Keperawatan
Tujuan keperawatan biasanya mengacu pada :
1.      Mengembalikan volume sirkulasi darah
2.      Tidak terjadinya schok
3.      Tidak terjadinya infeksi sebagai akibat komplikasi
4.      Gangguan rasa nyaman lebih minimal
5.      Tidak terjadi penurunan kesadaran/orientasi baik



D.    Intervensi Keperawatan
Intervensi yang bisa dilakukan yaitu :
1.      Observasi tanda-tanda vitak untuk mengetahui gejala timbulnya schok atau perdarahan
2.      Monitoring nilai analisa gas darah untuk mengkaji adanya hypoxemia.
3.      Ukur intake output, bila perlu pasang dawer cateter
4.      Lakukan pemasangan NGT bila dijumpai distensi abdomen yang berat.
5.      Bila ada eviserasi, lakukan perawatan gunakan teknik septik dan anti septik.
6.      Observasi bising usus, distensi abdomen, dan penurunan kesadaran.
7.      Kolaborasi untuk pemeriksaan elektrolit darah, glukosa, amilase serum, Bun, LFT, protombin time, dan HB, HT secara berkala (serial).
8.      Kolaborasi pemberian terapi analgetik bila perlu berikan, terapi, tetapi antibiotika sesuai program
9.      Kolaborasi pemberian cairan parenteral sesuai kebutuhan klien
10.  Siapkan dan klien untuk prosedur atau tindakan yang akan dilakukan (pre dan post operasi).

Pebedahan
Pembedahan tipe laparatomy biasanya dilakukan segera bila diketahui adanya tanda-tanda iritasi peritonium. Namun dapat pula hanya memperbaiki perlukaan dan membersihkannya dengan anastesi lokal.
Bila terdapat perlukaan daerah kolon, biasanya alternatif pilihan yaitu dilakukan kolostomi baik permanen maupun sementara.
Pada semua klien trauma abdomen yang akan dilakukan pembedahan maka intervensi yang harus dilakukan meliputi persiapan operasi, intra operasi dan post operasi, dan pendidikan kesehatan baik pre operasi maupun post operasi. Adapun prionsip intervensi pre dan post operasi serta pendidikan kesehatan sama dnegan pembedahan/operasi yang lain.



E.     Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan mencakup :
1.      Bagaimana kondidi sirkulasi :
a.       Tekanan darah, nadi dan pernafasan
b.      Urine output 1-2 cc/kg BB/Jam
2.      Bagaiman kondisi jaringan yang mengalami trauma
Penyembuhan luka, kmlikasi infeksi pada luka tidak terjadi
3.      Bagaimana kenyaman klien
a.       Klien dapat beristirahat
b.      Wajah klien rileks/tidak tegang
c.       Klien kooperatif dalam tindakan pengobatan
4.      Bagaimana keadaan umum klien/kesadaran
Kesadaran compos mentis

No comments:
Write komentar

E-learning

Produk Rekomendasi