BAB
I
PENDAHULUAN
Di
dalam tubuh manusia selalu terjadi proses input dan output zat-zat untuk
mempertahankan homeostasis atau status dinamis ekuilibrium dari lingkungan
internal yang sangat penting untuk kehidupan. Tubuh harus memiliki sarana
eliminasi produk sisa yang dihasilkan karena metabolisme. Yang lebih utama lagi
adalah tubuh harus mampu mengatur volume cairan, komposisi elektrolit,
keseimbangan asam dan basa. Kedua ginjal dan struktur system urinaria berperan
besar dalam pengaturan intenal. Sebagian gangguan dari urinaria yang akan
dibahas yaitu mengenai trauma ginjal dan retensi urin.
Ginjal merupakan bagian system
urogenital yang berfungsi vital mengsekresikan air kemih dan pengeluaranya dari
tubuh, juga merupakan salah satu mekanisme terpenting homeostasis. Fungsi dari
ginjal tersebut adalah:
- Berperan penting dalam pengeluaran zat-zat toxic atau racun
- Mempertahankan suasana water balance
- Mempertahankan keseimbangan asam basa cairan tubuh
- Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam darah
Trauma ginjal merupakan trauma saluran kemih yang sering dijumpai, baik
disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Sedangkan retensi urin
merupakan gangguan pengosongan urin di kandung kemih yang harus dianggap
kegawatan dan segera dilakukan usaha pengosongan kandung kemih. Keduanya
merupakan sebagian penyakit yang memerlukan pertolongan segera. Tujuan
pertolongan yang serentak adalah mengusahakan drainase urin yang sempurna untuk
mencegah kerusakan ginjal.
BAB
II
ISI
I.
TRAUMA GINJAL
A. Etiologi
▪
Trauma langsung misalnya;
karena kecelakaan lalu lintas, tendangan, pukulan yang mengenai abdomen bagian
depan, samping, belakang.
▪
Trauma tak langsung
misalnya; karena jatuh terduduk atau berdiri
▪
Trauma otot-otot abdomen
pada pasien dengan hidroneprosis berat.
▪
Luka tusuk atau luka tembak
di daerah ginjal.
B. Patogenesis dan patofisiologi
Ginjal merupakan organ yang banyak
mengandung urin dan darah yang terlindung oleh lapisan lemak, tilang rusuk dan
otot abdomen. Pada benturan yang keras maka benturan ini akan diteruskan ke
semua tekanan hidrostatik. Parenkim ginjal robek dan biasanya juga kapsul
fibrosa yang mengelilingi ginjal. Robeknya parenkim ginjal terjadi perdarahan
yang menyebabkan hematoma perirenal. Jika kapsula tidak robek terjadi hematoma sub
kapsularyang dikemudian hari dapat mengalami organisasi dan menjadi ginjal besi
(page kidney) yang disertai dengan hipertensi renal. Mendesaknya kapsula
fibrosa dan parenkim ginjal itulah yang selanjutnya menyebabkan kerusakan .
C. Patologi
a.
Patologi dini pada traktus
urogenetalis dapat terjadi;
1)
Contusio Renis (memar ginjal).
Merupakan bentuk yang paling ringan dan banyak ditemukan. Pada keadaan ini
seluruh ginjal dalam keadaan utuh. Tanda dan gejala:
▪
Pada anamnessa ditemukan
adan benturan pada area ginjal.
▪
Rasa nyeri sewaktu menarik
napas
▪
Nyeri tekan pada daerah
ginjal.
▪
Ekskoriasi pada kulit
daerah ginjal.
▪
Pemeriksaan urin sedimen
menunjukkan adanya hematuria mikroskopis.
2)
Contusio yang disertai robekan
capsula fibrosa. Keadaan ini lebih berat daripada CR.
3)
Fissura Renis Incomplate
▪
FRI ke luar
Pada keadaan ini terjadi perdarahan yanh dapat berhenti
sendirinya, tetapi dapat pula terjadi perdarahan tak terhenti yang mengancam
jiwa pasien sehingga memerlukan operasi eksplorasi.
Tindakan untuk
mengatasinya adalah:
Pasien harus dirawat di
RS, atasi syok, bila kesakitan beri analgetik, observasi ketat (KU klien,
kesadaran, TTV, Hb, Ht, Urin sedimen dan massa di daerah pinggang).
▪
FRI ke dalam
Terjadi perdarahan hebat ke arah renal pelvis dengan urin benar-benar
bercampur darah(gross hematuri)
Tindakan pengobatan:
Klien harus dirawat di RS, observasi ketat; KU, kesadaran, TTV, Hb, Ht,
urin sedimen perdarahan. Bila urin bertambah banyak jernih, klien diberikan
terapi konservatif. Bila timbul perdarahan lagi klien harus tirah baring total.
Bila perdarahan tidak terhenti dilakukan operasi eksplorasi
▪
Laserasi Renis Complate
Keadaan ini terjadi akibat trauma yang hebat
Tanda dan gejala:
Terdapat massa pada perirenal, adanya gross hematuri, terjadi syok hebat
Tindakan untuk mengatasi:
Observasi ketat,; KU, kesadaran, TTV, perdarahan, siapkan klien untuk
cito operasi eksplorasi. Pada keadaan ini biasanya klien tidak dapat tertolonh
lagi dan meninggal akibat perdarahannya
▪
Ruptura Pedicle pembuluh
darah ginjal
Terjadi perdarahan berlangsung
cepat sekali dan kjlien dalam waktu 15-30 menit tidak dapat tetolong lagi
b.
Patologi lanjut dapat terjadi;
hidronephrosis dan infeksi, atropi dan fibrosi ginjal, batu ginjal dan
hipertensi.
D. Pemeriksaan Diagnostik
▪
Lab: urin sedimen
(hematuria), Hb, Ht, leukosit
▪
Foto roentgen, plain foto
abdomen (BNO: Buik Neir Overz. BNO=CVB (ginjal, ureter, buli-buli). dari
peeriksaan ini diketahui: batu di saluran kemih, tulang-tulang ileu psoas
lining dan contour ginjal. IVP (Intra Venous Pyelographie/ Pyelogram. Dari
pemeriksaan ini dapat diketahui struktur di system kalices ginjal, ureter dan
dinding buli-buli
▪
Arteriographie ginjal
▪
Cystoscopi atau
kateterisasi ureter
▪
CT Scan
E.
Tindakan Pengobatan
▪
Konservatif
Dengan pemberian obat-obat
konservatif dan observasi ketat
▪
Operatif
Bila fungsi ginjal masih baik,
dilakukan penjahitan matras pada bagian yang mengalami fisura.
Bila ginjal rusak berat,
dilakukan nephrectomi
Indikasi operasi:
-
Terdapat ekstravasasi kontras pada
BNO IVP/ CT Scan/ Arteriographie renal
-
Cedera vaskuler
-
Pada eksplorasi laparatomi
terdapat hematoma daerah ginjal yang meluas.
Pembuluh darah yang robek harus
ditangani dengan pembedahan. Usaha rekonstruksi arteri renalis dengan cidera
intima hanyaakan berarti jika dilakukan dalam waktu 9 jam setelah kecelakaan
atau insiden terjadi. Meski demikian prognosis masih kurang memuaskan.
F.
Prognosa
Prognosa dapat ditegakkan
berdasarkan penyebab terjadinya trauma. Bila hanya contusio, prognosa baik.
Bila ruptura / fisura, timbul berbagai komplikasi
G.
Komplikasi
▪
Hemorragi perirenal
▪
Sekunder infeksi
▪
Hidronefrosis
▪
Hipertensi
▪
Batu ginjal
▪
Kista perirenal
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (1995). Asuhan Keperawatan
Pasien Dengan Gangguan atau Penyakit sistem Urogenital. Pusdiknas. Jakarta.
Scholtmeijer. R. J. prof dr. Pram et all. (1987).
Urologi untuk praktek umum. EGC. Jakarta.
Reksopradjo, Soedarto. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
W. Jackson, Eugene et all. (1990). Nurse Review a
Clinical Update System Vol 2. Spinghouse Coorporation Book Division. Betlehem.
Pike. USA.