TEHNIK KERJA ASEPTIK KAMAR BEDAH
A. Perkembangana Sejarah Secara Umum
Sejarah ilmu bedah berkaitan erat dengan sejarah infeksi bedah. Di masa yang lalu tindak bedah banyak mengalami kompli¬kasi infeksi, dan saat itu pencegahan infeksi ini belum diketahui karena belum diketahui¬nya mekanisme infeksi. Penelitian menge¬nai infeksi dimulai oleh Semmelweis* di tahun 1847 yang mengamati bahwa angka kematian postpartum* akibat febris puerpe¬ralis* lebih tinggi pada ibu yang persalin¬annya ditolong oleh dokter atau mahasiswa kedokteran daripada mereka yang ditolong oleh bidan.
Dalam masa pengamatannya itu pula seorang profesor patologi Kolletschka meninggal setelah menderita luka pada waktu mengerjakan autopsi. Hasil autopsi pada Kolletscaka menunjukkan gejala yang sama dengan gejala febris puetperalis. Ter¬nyata kebanyakan dokter atau mahasiswa yang menolong persalinan, sebelumnya me¬lakukan autopsi di kamar mayat sehingga diambil kesimpulan bahwa sesuatu dari ma¬yat/kamar autopsi telah menyebabkan kon¬taminasi luka yang menyebabkan kema¬tian.
Sejak itu ia membuat peraturan bahwa setiap dokter atau mahasiswa yang akan menolong persalinan harus mencuci ta¬ngannya dalam larutan kapur klor. Dengan tindakan ini ternyata angka kemanan post¬partum akibat febris puerperalis menurun. Sayang Semmelweis tidak mendapat du¬kungan dari pimpinan rumah sakit dalam hal tindakan antisepsis ini.
Semmelweis dipecat dari jabatannya dan meninggal da¬lam suaka di Hongaria pada usia 47 tahun akibat sepsis yang diberantasnya dengan tindakan higienis di rumah sakit di Wina.
Sementara itu, Lister* mendapatkan angka kematian yang tinggi pada penderita patah tulang terbuka. Pada masa itu Pas¬teur* menemukan mikroba yang menye¬babkan peragian pada pembuatan anggur. Atas dasar penemuan Pasteur tersebut, Lis¬ter mengemukakan teori bahwa pembu¬sukan dan pernanahan yang terjadi pada patah tulang terbuka juga disebabkan oleh mikroba pada luka; dan mikroba ini dapat dibunuh. Kemudian dia membuat suatu pro¬sedur pencucian luka pada patah tulang ter¬buka dengan larutan asam karbol untuk mematikan mikroba. Terbukti kemudian kejadian pernanahan sangat menurun.
Setelah itu, didukung oleh teori Koch*, lahirlah konsep antisepsis*, yaitu usaha membunuh kuman di luar tubuh agar tidak dapat masuk lagi melalui luka bedah dan bertumbuh dalam tubuh.
Halsted* mulai memperkenalkan sa¬rung tangan karet dalam pembedahan yang sebenarnya semula dimaksudkan untuk me¬nolong seorang perawat kamar bedah (yang kemudian menjadi isterinya) yang tidak ta¬han cuci tangan dengan larutan sublimat. Penggunaan sarung tangan dan konsep suci hama alat perlengkapan bedah termasuk sa¬rung tangan yang dipelopori ahli bedah Jer¬man ini, menghasilkan konsep asepsis yaitu usaha untuk mempertahankan agar alat dan perlengkapan bedah tetap dalam keadaan sucihama.
B. Pengertian Aseptik & Antiseptik
1. Asepsis
adalah prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas kuman. Keadaan asepsis merupakan syarat mutlak dalam tindak bedah.
2. Antisepsis
adalah cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan bebas kuman patogen. Tindakan ini bertujuaan mencegah terjadinya infeksi dengan membunuh kuman patogen. Obat-obat anti¬septik, misalnya lisol atau kreolin, adalah zat kimia yang dapat membunuh kuman pe¬nyakit.
C. Sumber Infeksi Pembedahan
Kuman-kuman penyebab sepsis adalah bakteri, dan bakteri yang paling banyak di¬jumpai dalam pembedahan adalah berbagai jenis stafilokokus. Yang paling terkenal ialah S.aureus, yang hidup komensal* dikulit, dan dapat bertahan hidup lama di lingkungan kering. Selain itu juga ada bakteri yang berasal dari usus, salah satu adalah E.coli yang hidup di usus besar dan mudah keluar, tinggal komensal di daerah perineum.
D. Sumber Infeksi
1. Udara
Udara merupakan sumber kuman, karena debu yang halus di udara mengandung se¬jumlah mikroba yang dapat menempel pada alat bedah, permukaan kulit, maupun alat lain di ruang pembedahan. Untuk tetap dapat hidup, bakteri membutuhkan kondisi lingkungan tertentu seperti suhu, kelem¬baban, ada atau tidak adanya oksigen, bahan nutrisi tertentu, dan udara.
Umumnya bak¬teri tumbuh subur pada suhu yang sama de¬ngan suhu tubuh manusia. Bakteri akan berbiak cepat pada suhu antara 20° sampai 37° C. Suasana yang lembab merupakan kondi¬si yang baik buat pertumbuhan dan reproduksi bakteri tetapi bakteri tertentu dapat pula tumbuh pada nanah yang mengering, ludah, atau darah setelah waktu lama.
Bakteri anaerob* umumnya berasal dari usus dan dapat hidup tanpa oksigen, tetapi bakteri aerob memerlukan oksigen, dan bakteri yang disebut fakultatif aerob¬anaerob dapat hidup dalam keadaan tanpa atau ada oksigen.
2. Alat dan pembedah
Mikroba atau bakteri dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain melalui peran¬tara. Pembawa kuman ini dapat berupa he¬wan misalnya serangga, manusia, atau ben¬da yang terkontaminasi* seperti alat atau instrumen bedah. Jadi dalam hal ini, alat be¬dah, personil, dan dokter pembedah meru¬pakan pembawa yang potensial untuk me¬mindahkan bakteri.
3. Kulit penderita
Ada dua macam mikroorganisme yang ting¬gal pada kulit manusia. Flora komensal mi¬salnya Staphylococcus epidermis yang pada keadaan normal terdapat di kulit dan tidak patogen sampai kulit terluka. Flora tran¬sien* yang dipindahkan ke kulit penderita melalui sumber pencemaran, misalnya S.aureus yang bersifat patogen dan dapat menyebabkan infeksi yang mengancam hidup bila masuk lewat luka operasi. Kulit penderita merupakan salah satu sumber bakteri, terutama karena penderita dibawa masuk ke tempat pembedahan dari luar kadang tanpa persiapan terlebih dahulu.
4. Visera
Usus, terutama usus besar, merupakan sum¬ber bakteria yang dapat muncul ke luka operasi melalui hubungan langsung yaitu melalui lubang anus atau melalui pembe¬dahan pada usus. Bakteria yang berada di usus dalam keadaan fisiologik umumnya a¬dalah bakteria komensal, tetapi dapat men¬jadi patogen melalui luka pembedahan.
5. Darah
Darah penderita infeksi atau sepsis mengan¬dung virus atau bakteria patogen sehingga penyakit mudah ditularkan bila alat bedah yang digunakan pada penderita demikian digunakan untuk penderita lain tanpa di¬sucihamakan terlebih dahulu.
E. Pengendalian Infeksi
1. Lingkungan pembedahan
Lingkungan sekitar tempat pembedahan merupakan daerah aseptik. Karena itu ka¬mar bedah tidak dapat dipakai untuk ma¬cam-macam tindakan lain agar keadaan aseptik tersebut tetap terjaga. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga suasana lingkungan tersebut adalah mengurangi jumlah kuman dalam udara dan lamanya luka terbuka. Bekerja dengan rencana yang baik, teratur, dan tenang tanpa terburu-buru akan menunjang usaha tersebut.
Jumlah kuman di udara dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu udara, dan dapat di¬kurangi dengan penggantian udara. Udara kamar bedah harus diganti sekitar 18-25 ka¬li setiap jam dan ini baru dapat dilaksanakan bila tekanan dalam kamar bedah lebih po¬sitif. Kelembaban udara yang rendah akan mengurangi kelistrikan statik dalam udara sehingga transmisi bakteria lebih sedikit. Kelembaban udara kamar bedah ini sebaiknya dijaga sekitar 50% (udara luar normal 70-90%).Kamar bedah seyogyanya bersuhu sejuk agar pembedah dan personil kamar bedah lainnya dapat bekerja tanpa berkeringat. Standar suhu yang dianjurkan adalah antara 20° sampai 24° C.
2. Personil kamar bedah
Untuk mempertahankan keadaan asepsis da¬lam kamar bedah sewaktu pembedahan, se¬tiap orang yang bekerja dalam kamar bedah harus tunduk pada peraturan dan teknik asepsis yang berlaku. Walaupun peraturan yang berlaku untuk setiap kamar bedah da¬pat berbeda tergantung kondisi setempat, di¬siplin dasar dalam teknik asepsis menuntut beberapa hal pokok yang harus dipatuhi oleh setiap personil kamar bedah maupun orang yang masuk ke dalam kamar bedah.
Personil medik dan perawat merupakan pembawa kuman melalui kontak langsung atau udara, karena S.aureus dari hidung, ke¬tiak, dan daerah anus, perineum dan ge¬nitalia mudah disebarkan. Maka disiplin da¬sar ini menyangkut higiene pribadi, keber¬sihan kulit, pakaian dalam termasuk keber¬sihan daerah perineum. Disiplin kerja yang baik dalam pembedahan adalah berbicara seperlunya selama pembedahan, membatasi berjalan-jalan dalam kamar bedah, dan membatasi kontak dengan orang lain.
Juga diperlukan pengertian dasar ten¬tang teknik asepsis, pemakaian gaun bedah, masker, serta tutup kepala. Gaun steril pe¬nutup badan mengurangi kontaminasi dari penderita maupun pada penderita. Batas an¬tara zona sucihama dan daerah non-asepsis harus senantiasa disadari.
Tutup kepala melindungi rambut agar tidak menyebarkan kuman. Masker mencegah kontaminasi dari hidung, mulut, cambang, dan kumis. Selain itu perlu diingat bahwa setiap luka, biarpun kecil ha¬rus dianggap sebagai luka terinfeksi dan merupakan sumber terinfeksi. Setiap peker¬ja di kamar bedah yang mempunyai bisul misalnya, atau borok biarpun kecil di salah satu bagian kulitnya harus dinyatakan seba¬gai "sakit" clan tidak diperkenankan me¬masuki ruang pembedahan.
3. Pakaian dasar dan gaun bedah
Setiap orang yang masuk ke kamar bedah harus menggunakan pakaian penutup per¬mukaan kulit yang dapat berhubungan de-¬ngan daerah pembedahan. Pakaian ini ter¬masuk sarung tangan, masker, dan tutup ke¬pala. Pakaian dalam harus menutup cukup rapat. Pakaian dasar tidak boleh dipakai di luar ruang bedah.
Pakaian bedah dibagi dalam dua macam yaitu yang dipakai oleh setiap orang yang masuk kamar bedah yang merupakan pa¬kaian dasar, dan yang dipakai oleh pembe¬dah serta para assistennya sewaktu pem¬bedahan yang disebut gaun bedah. Pakaian dasar harus memenuhi syarat bersih, ringan, berbahan tipis dan tembus udara.
Pakaian dasar tidak perlu steril, tetapi dicuci dan di¬setrika setiap akan dipakai. Pakaian dasar harus menutupi tungkai bawah, berlengan pendek, dan seragam untuk setiap unit be¬dah. Sedangkan tutup kepala dan masker juga bersih dan tidak dipakai berkali-kali. Tutup kepala harus menutupi semua bagian rambut, masker menutupi kumis, cambang, jenggot, lubang hidung, dan mulut. Alas atau sarung kaki harus bersih dan jangan se¬kali-kali dipakai di luar unit bedah tersebut.
Pakaian dasar harus dipakai oleh setiap orang yang masuk ke kamar bedah, ter¬masuk mereka itu yang masuk sebentar saja.
Gaun bedah harus memenuhi syarat ste¬ril, disediakan di atas meja instrumen, me¬nutupi tubuh secara melingkar, berlengan panjang, menutup leher, panjangnya sampai di bawah lutut, dan terbuat dari bahan yang tipis tetapi kuat.
F. Cuci tangan
Mencuci tangan dilakukan dengan air me¬ngalir dan dianjurkan teknik Fuerbringer
Handuk harus dilepaskan jatuh segera se¬telah menyentuh siku.
1. Teknik tanpa singgung
Dalam teknik asepsis digunakan teknik tan¬pa singgung yang bertujuan mengusahakan agar benda steril yang akan dipakai sewaktu pembedahan tidak langsung bersinggungan dengan kulit tangan pemakai. Terlebih da¬hulu dikenakan masker dan tutup kepala. Teknik tanpa singgung ini harus diterapkan dalam tindakan mengeringkan tangan dan lengan, memasang gaun bedah, mengambil dan memakai sarung tangan, memasangkan gaun bedah untuk orang lain, memasang dan melepas sarung tangan, membuka bungkusan kain dan instrumen, menyerah¬kan set instrumen, melakukan desinfeksi kulit penderita.
Prinsip cuci tangan
A. Cara memegang sikat dan sabun,
B. Sikat tangan secara sistematik; satu per satu jari dicuci,
C. Sikat kuku
D. Tutup kran dengan siku; tangan dikeringkan dengan kain handuk steril, yang dijatuhkan segera sete¬lah menyentuh siku
E. Tangan harus selalu lebih tinggi daripada siku.
Teknik tanpa singgung untuk mengeringkan tangan dan lengan
A. Mengambil handuk,
B. Keringkan tangan,
C. Keringkan pergelangan tangan,
D. Lengan bawah,
E. Siku,
F. Handuk langsung dijatuhkan, sebab dikontaminasi oleh siku.
G. Memakai Jas Operasi Steril & Sarung Tangan
Teknik tanpa singgung untuk memakai gaun bedah untuk diri sendiri
A. Ambil pun dengan menyingkirkan bungkusnya,
B. Memegang gaun di sebelah dalamnya dan usahakan jarak dengan gaun; badan tidak menyentuh tepi pun,
C & D. Masukkan kedua lengan,
E. Mengibaskan baju dibantu orang lain yang tidak usah aseptik tangannya, untuk mengikatkan pita pun di belakang.
Teknik tanpa singgung untuk memakai sarung tangan (setelah memakai gaun bedah)
A. Tangan kiri masih di dalam lengan gaun menjumput ujung sarung tangan yang terlipat keluar,
B s/d E. Dibantu tangan kanan yang juga masih dalam lengan gaun, sarung tangan kiri dipakai,
F s/d I. Dengan tangan kiri yang telah bersarung, sarung tangan kanan dipakai.