LAPORAN PENDAHULUAN
LANSIA DENGAN HIPERTENSI
BAB I
KONSEP LANSIA
A. Proses Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemamuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dengan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994).
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut secara alamiah). Dimulai sejak lahir dan umumnya pada semua makluk hidup. Sampai saat ini banyak sekali teori yang menerangkan proses menua. Mulai dari teori degeneratif yang didasari oleh habisnya daya cadangan vital, teori terjadinya atropi yaitu teori yang mengatakan bahwa proses menua adalah proses evolusi dan teori imunologik yaitu teori adanya produk sampah dari tubuh yang makin bertumpuk. Tetapi seperti diketahui lanjut usia akan selalu bergandengan dengan perubahan fisiologis maupun psikologis, yang penting untuk diketahui bahwa aktivitas fisik dapat menghambat / memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh yang disebabkan bertambahnya umur. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketuan meliputi : hereditas, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stress. Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Sebenarnya lansa merupakan suatu proses alami yang tidak dapat ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sampai tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi sehingga bagi kebanyakan orang, masa yang merupakan masa yang kurang menyenangkan.
B. Pembagian Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia lanjut usia meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-54 tahun
2. Lanjut suia (elderly) : antara 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) : antara 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun.
Di zaman sekarang lansia terbagi dalam beberapa tipe yaitu :
a. Tipe arif bijaksana
b. Tipe mandiri
c. Tipe tidak puas
d. Tipe pasrah
e. Tipe bingung
Lansia dalam literatur lama dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Serat Wredtama (Mangku Negoro IV)
a. Wong Sepuh
Orang tua yang sepi hawa nafsu, menguasai ilmu-ilmu dwitunggal, mampu membedakan antara baik dan buruk, antara sejati dan palsu, diantara Tuhan dan Kawulanga.
b. Tua Sepuh
Orang tua yang kosong, tidak tahu rasa, bicara muluk-muluk tanpa isi, tingkah laku yang dibuat-buat dan berlebihan serta memalukan.
2. Serat Kalatida (Ronggo Warsito)
a. Orang yang berbudi sentosa
Orang yang meskipun diridhai Tuhan dengan rizki tapi tetap berusaha terus disertai ingat dan waspada.
b. Orang yang lemah
Orang tua ynag berputus asa, sudah tua mau apa, sebaiknya hanya menjauhkan diri dari keduniawian supaya mendapat kasih sayang Tuhan.
Lansia dapat dibedakan ke dalam beberapa tipe yang tergantung pada karakter, pengalaman hidupnya, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya.
Tipe ini antara lain :
1. Tipe optimis
2. Tipe konstruktif
3. Tipe putus asa
4. Tipe defensif
5. Tipe militan / serius
6. Tipe ketergantungan
7. Tipe marah / frustasi
Menurut kemampuan dalam berdiri sendiri para lansia dapat digolongkan dalam kelompok antara lain :
1. Lansia mandiri sepenuhnya
2. Lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya
3. Lansia mandiri dengan bantuan tidak langsung
4. Lansia dibantu oleh badan sosial
5. Lansia panti sosal tresna werdha
6. Lansia yang dirawat di RS
7. Lansia yang menderita gangguan mental
BAB II
LANSIA DENGAN HIPERTENSI
A. Latar Belakang
Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya umur dan TD meninggi. Hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia karena sering ditemukan dan menjadi fakfor utama stroke, payah jantung dan penyakit jantung dan ceroba vaskuler. Secara nyata kematian karena CUD, morbiditas penyakit kardiovaskuler menurun dengan pengobatan hipertensi. Saat ini penelitian longitudinal telah membuktikan hal ini pada pengobatan hipertensi diastolic.
B. Pengertian dan Klasifikasi
Definisi
- Hpertensi didefinisikan sebagai TD persisten diaman tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001 : 896).
- Hiperetnsi adalah peningkatan tekanand arah yang menetap di atas batas normal yang disepakati yaitu : diastolic 90 mmHg / sistolik 140 mmHg (Kee & Hayes, 1996 : 479).
- Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati yaitu : diastolic 90 mmHg / sistolik 140 mmHg (Price & Wilson, 1995 : 933).
Hipertensi pada lanjut usia dibedakan atas :
- Hipertensi pada tekanan sistolik sama / lebih besar dari 140 mmHg / tekanan diastolic sama / lebih besar dari 140 mmHg
- Hipertensi sistolik terisolasi : tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg, dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg
Pada hipertensi sistolik ini masih controversial. Mengenai target tekanan darah dianjurkan penurunan yang bertahap sampai sekitar sistolik 140-160 mmHg. (R.P. Sidabular, 1974).
Klasifikasi hipertensi
Kategori Sistolik, mmHg Diastolik, mmHg
Normal +
Normal tinggi
Hipertensi I
Stadium 1 (ringan)
Stadium 2 (sedang)
Stadium 3 (berat)
Stadium 4 (sangat berat) < 130
130-139
140-159
160-179
180-209
> 210 < 85
85-89
90-99
100-109
110-119
> 120
C. Etiologi
Berdasar penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Hipertensi primer / esensial
Yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, tetapi ada beberapa faktor penunjang antara lain :
- Herediter
- Lingkungan
- Hiperaktivitas
- Susunan syaraf simpatis
- Sistem rennin ongiotensin
- Defek dalam mensekresi Na
- Faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti : alcohol, merokok serta polistemia, stress (Ignativicius, 1991 : 2197).
2. Hipertensi sekunder / hipertensi renal
Yaitu terhadap sekitar 5% kasus penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperal dias teronisme primer dan sindrom cushing, feokromasitoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, penggunaan konstrasepsi oral, penyakit renal vaskuler dan renal parendrymal, kelainan endokrin, tumor otak, encephalitis, peningkatan volume introvaskuler, luka bakar.
D. Patofisiologi
Tekanan darah yang meningkat pada penyakit hipertensi menyebabkan aliran darah meningkat. Sehingga dalam pembuluh darah terjadi sclerosis yang kemudian aliran darah tersebut menjadi statis (adanya retensi garam). Hal tersebut menyebabkan peningkatan kerja jantung yang ditandai dengan peningkatan kontraksi otot jantung sehingga otot jantung mengalami pembesaran dan mengakibatkan penurunan cardiac output.
Peningkatan TD dapat menyebabkan sclerosis yang menimbulkan pengecilan pembuluh darah. Jika dalam serebral terjadi peningkatan vaskuler (aliran darah) karena adanya peningkatan ini menyebabkan aliran darah turun, sehingga suplai darah ke otak kurang dan dapat terjadi nyeri.
Karena suplai darah ke otak berkurang maka O2 yang diedarkan oleh darah ke otak menjadi berkurang pula, sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan. Dampak hipertensi pada ginjal terjadi vaskontriksi pembuluh darah ginjal yang menyebabkan penurunan aliran darah. Hal ini menyebabkan rennin (yang merupakan enzim yang disekresi oleh sel junkta glomerulus ginjal) bekerja pada substratnya berupa pembentukan engiotensin peptida II yang berpengaruh terhadap aldosteron untuk mengikat natrium dan air ke inter stisial, hal tersebut mengakibatkan peningkatan volume cairan dalam tubuh.
Perubahan fisik pada lansia terkait dengan penyakit hipertensi :
• Perubahan sistem kardiovaskuler
- Elastisitas, dinding aorta menurun
- Katub jantung menebal dan menjadi kaku
- Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah umur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
- Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak)
- Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatknya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistolis normal ± 170 mmHg. Distolis normal ± 90 mmHg.
Dengan adanya penurunan suplai O2 ke otak maka kebutuhan otak akan O2 berkurang. Hal tersebut dapat menyebabkan pingsan pada akhirnya akan terjadi resiko injuri.
(Ganong, 2003)
(Price & Wilson, 1995)
(Smeltzer & Bare, 2001)
E. Manifestasi
1. Neurologi
- Pusing / migraine
- Penurunan kemampuan berbicara
- Disfungsi sistem syaraf
- Infeksi serebral
- Infark otak
- Perdarahan serebral
- Edema cerebral
- Stroke
- Hemiplegia
2. Gastro intestinal
- Mual
- Muntah
3. Urologi
- Poliuria
- Nokturia
- Hematuria mikroskopik
- Palidipsi
- Azotemia
- Gagal ginjal
- Proteinuria
4. Kardiovaskuler s
- Mycocardiac infark
5. Respiratorisus
- Sesak nafas
6. Psikologis
- Mudah marah
- Cemas
- Sulit tidur
7. Sensori
- Gangguan tajam pengelihatan
- Pandangan akbur
- Kebutaan
- Retinopati
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita hipertensi terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis dan famarkologis.
Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari :
1. Penurunan berat badan
2. Pembatasan alcohol
3. Pembatasan konsumsi natrium
4. Pembatasan penggunaan tembakau
5. Latihan dan relaksasi
Penatalaksanaan farmakologis terdiri dari :
1. Diuretik (chlorthalidone chygraton)
2. Diuretika pengganti kalium
3. Diuretika loop (frerasemide (lasik)
4. Inhibitor asenergik (propanoloc (iinderal)
5. Vaskodilaton (hydrolazine hydrocholoride (apresoline)
6. Penghambat enzim pengubah angiotensin (captopril (capoten)
7. Antagonis kalsium (diltiazem hydrochloride (cardizem)
G. Pengkajian Fokus
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :
- Frekuensi jantung meningkat
- Perubahan irama jantung
- Takipnea
2. Sirkulasi
Gejala :
- Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup dan penyakit cerebravaskuler
- Episode palpitasi, perspirasi
Tanda :
- Kenaikan TD
- Hipotensi postural
- Frekuensi / irama takikardi, berbagai disritmia
- Mumur stenosis valvular
3. Integritas ego
Gejala :
- Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah kronik.
- Faktor-faktor multiple
Tanda :
- Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak
- Gerak badan empati, otot muka tegang, gerakan fisik cepat, peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini / yang lalu.
5. Makanan / cairan
Gejala :
- Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol
- Mual muntah
- Perubahan berat badan
- Riwayat penggunaan diuretik
Tanda :
- BB naik atau obesitas
6. Neurosensori
Gejala :
- Keluhan pening / pusing
- Berdenyut, sakit kepala suboksipital
- Kelemahan pada satu sisi tubuh
- Episode epistaksis
Tanda :
- Status mental : perubahan keterjagaan, orientasi, memori
- Respon motorik : penurunan kekuatan gangguan tangan
7. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala :
- Angin
- Nyeri hilang timbul pada tungkai
- Sakit kepala oksipital berat
- Nyeri abdomen / massa
8. Pernafasan
Gejala :
- Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas / kerja
- Takipnea, ortopnea, dispnea noktural paroksimal
- Riwayat merokok
Tanda :
- Distres respirasi
- Bunyai nafas tambahan
- Sianosis
9. Kelemahan
Gejala :
- Gangguan koordinasi / cara berjalan
- Espisode parestesia unilateral transient
- Hipotensi pastural
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Haemoglobine / hematokrit : bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindetifikasi faktor-faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia
2. Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal
3. Glukosa : hiperglikemia dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin
4. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisyaratkan difungsi ginjal atau adanya diabetes
5. Pemeriksaan Tiroid : hipertiroidimse dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi
6. CT Scan : mengkaji cerebral, CSU, ensevalopati / feokromositoma
7. EKB : dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi
8. Foto dada : dapat menunjukkan obtruksi klasifikasi pada area katub, defisit pada torik aorta, pembesaran jantung
9. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / uterter (Doengoes, 1999).
I. Komplikasi
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika tekanan diastolic 130 mmHg atau pada kenaikan tekanan darah yang terjadi secara mendadak dan tinggi.
Beberapa negara mempunyai pola komplikasi yang berbeda-beda. Di Jepang gangguan serebravaskuler lebih mencolok dibandingkan dengan kelainan organ yang lain, sedangkan di Amerika dan Eropa komplikasi jantung ditemukan lebih banyak. Di Indonesia belum ada data mengenai hal ini, akan tetapi komplikasi serebral vaskuler dan komplikasi jantung sering ditemukan.
Pada hipertensi ringan dan sedang komplikasi yang terjadi adalah pada mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan pengelihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat disamping kelainan koroner dan miokardio. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboembali dan serangan iskemia otak sementara (transisent ischeemic attack). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut pada hipertensi maligna.
J. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan beban akhir meningkat, vasokontriksi iskemik miokard
TUM : Tidak terjadi penurunan curah jantung.
TUK :
- TD meningkat
- Nadi 80 x/mnt
- Pengikisan kapiler < 3 detik
- Suhu 36,5 – 37 0C
- RR 16-24 x/mnt
Intervensi :
a. Monitor tanda vital dan pengikisan kapiler
Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler.
b. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : 54 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertrofi atrium, perkembangan s3 menunjukkan hipertensi ventrikel dan kerusakan fungsi.
c. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman
Rasional : membantu untuk menurunkan rangsang simpati, meningkatkan relaksasi.
d. Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman seperti pinjatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur
Rasional : mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang sipatis.
e. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas Pengalihan
Rasional : dapat mengurangi ketegangan otot dan melancarkan aliran darah.
2. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral
TUM : nyeri berkurang sampai dengan hilang
TUK :
a. Skala nyeri < 3
b. Ekpresi wajah rileks
c. Klien menyatakan nyeri berkurang / hilang
Intervensi :
a. Kaji status nyeri (skala, Durasi, irama, kualitasnya)
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala karena adanya peningkatan tekanan vaskulercerebral.
b. Pertahankan tirah baring
Rasional : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi.
c. Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler dan yang memperlambat / memblok respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
d. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
Rasional : pusing dan pengelihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala.
e. Berikan cairan, makanan lunak, perawatan yang teratur bila terjadi perdarahan hidung / kompres hidung telah dilakukan untuk menghentikan perdarahan
Rasional : meningkatkan kenyamanan umum.
3. Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi
TUM : perfusi jaringan adekuat
TUK :
- TD naik
- Nadi 80 x/mnt
- Suhu 36,5 – 37 oC
- RR 16-24 x/mnt
- Tak ada keluhan sakit kepala / pusing
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring
Rasional : tirah baring membantu kebutuhan energi.
b. Monitor tanda vital
Rasional : untuk mengetahui / mengkaji keadaan klien.
c. Monitor balance cairan
Rasional : cairan yang berlebihan menurunkan sirkulasi O2.
d. Kolaborasi pemberian obat anti hipertensi
Rasional : untuk menurunkan tekanan darah.
4. Risiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan intake garam dalam diet, pemenuhan mekanisme regulasi hemodinamik neurology dan sistem renal.
TUM : tidak terjadi keletihan volume cairan.
TUK :
a. Tidak ada edema
b. Bunyi paru bersih
c. Balance seimbang
Intervensi :
a. Kaji diet klien terhadap in adekuat masukan protein / kelebihan natrium
Rasional : penurunan aliran ginjal mengakibatkan peningkatan aldosteron dan sekresi hormon antidiuretik, menyebabkan retensi air dan natrium dan ekskresi kalium.
b. Dorong klien untuk menurunkan masukan garam
Rasional : penurunan aliran ginjal mengakibatkan peningkatan aldesteron disekresi hormon anti deuretik, menyebabkan retensi air dan Na dan sekresi kalium.
c. Pastikan dengan dokter apakah dapat menggunakan garam tambahan
Rasional : ammonium meningkatkan kadar ammonia serum dan dapat menunjang koma hepatic.
d. Lakukan tindakan untuk melindungi edema kulit dari cedera
Rasional : kulit edema tegang dan mudah cedera, kulit kering lebih rentan untuk rusak dan cidera.
5. Resiko tinggi injury berhubungan dengan O2 ke otak menurun
TUM : tidak terjadi injury
Interensi :
a. Orientasikan individu terhadap sekeliling
Rasional : mengenalkan individu pada yang dirasa bahaya.
b. Awasi individu secara ketat
Rasional : mempersiapkan diri untuk memberi pertolongan jika dibutuhkan.
c. Gunakan lampu malam
Rasional : menghindari kecelakaan.
d. Anjurkan individu untuk meminta bantuan selama serangan
Rasional : mengurangi resiki kecelakaan.
e. Pertahankan tempat tidur pada ketinggian paling rendah
Rasional : mengurangi resiko jatuh.
f. Mintalah tekan sekamar, jika mampu untuk mengingatkan perawatan tentang adanya masalah
Rasional : untuk segera memberi bantuan kepada klien jika terjadi edema.
DAFTAR PUSTAKA
- Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa oleh Monica Ester, (Ed. 8), EGC, Jakarta.
- Doengoes, Marilyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Terjemahan oleh I Made Kassise (ed.I). EGC : Jakarta.
- Ganang, William, F, 2002, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, (Ed.20), Alih bahasa oleh Brahm U Panit (et.al), EGC : Jakarta.
- Isselbacher, Kurt, 2000, Horison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC : Jakarta.
- Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine Mc. Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, (ed.4, buku 2), Terjemahan oleh : Peter Anugrah, EGC : Jakarta.
- Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner dan Suddarth (ed.8, vol.2), Terjemahan oleh Agung Waluyo, (et,all), EGC : Jakarta.
- Nugroho, Wahyudi SKM, 2000, Keperawatan Gerontik (edisi 2), penerit buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Pathway Keperawatan