Monday, July 15, 2013

ASFIKSIA NEONATORUM DAN IKTERUS NEONATORUM

ASFIKSIA NEONATORUM
DAN IKTERUS NEONATORUM


Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan persalinan, atau segera setelah bayi lahir.

Patogenesis
-          Bila janin timbul kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap N. vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung, maka N. vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsang dari N. simpatikus. DJJ menjadi lebih cepat akhirnya irregular dan menghilang.
Secara klinis tanda-tanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari 160 kali per menit atau kurang dari 100 kali per menit, halus dan ireguler ; serta adanya pengeluaran mekonium.
-          Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin dalam asfiksia
Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
JIka DJJ lebih dari 160 kali per menit dan ada mekonium : janin dalam keadaan gawat.
Jika DJJ kurang dari 100 kali per menit dan ada mekonium : janin dalam keadaan gawat.
-          Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine, dan bila kita periksa kemudian, terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis, bila janin lahir alveoli tidak berkembang.



Etiologi dan Faktor Presdiposisi
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persedian O2 dan dalam menghilangkan CO2. gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain. Pada keadaan terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenisasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang sempurna, sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan.
Faktor-faktor yang mendadak ini terdiri atas :
  1. Faktor-faktor dari pihak janin, seperti : (1) gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat ; (2) depresi pernapasan karena obat-obat anesthesia/analgetika yang diberikan kepada ibu, perdarahan intracranial, dan kelainan bawaan (hernia diafragmatika, anesthesia saluran pernapasan, hipoplasi paru-paru, dan lain-lain.
  2. Factor-faktor dari pihak ibu, seperti : (1) gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani ; (2) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada plasenta previa (3) hipertensi pada eklampsia ; (4) gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.

Gangguan Homeostatis
Perubahan gas dan transpor oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenisasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel.
Perubahan homeostatis ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita.
Pada tingkat permulaan gangguan pertukaran gas transport O2 mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh terjadi metabolismus anerobik. Proses ini berupa glikolis glikogen tubuh, sehingga sumber-sumber glikogen tubuh terutama dalam jantung dan hati berkurang. Asam-asam organic yang dihasilkan akibat metabolisme ini akan menyebabkan terjadinya asidosis metabolic. Pada tingkat lebih lanjut terjadi gangguan kardiovaskular yang disebabkan oleh : (1) kerja jantung yang terganggu akibat dipakainya simpanan glikogen dalam jaringan jantung; (2) asidosis metabolic yang mengganggu fungsi sel-sel jantung ; dan (3) gangguan peredaran darah ke paru-paru karena tetap tingginya pulmonary vascular resistance. Asidosis dan gangguan kardiovaskular ini mempunyai akibat buruk terhadap sel-sel otak dan dapat menyebabkan kematian anak atau timbulnya gejala-gejala lanjut pada anak yang hidup. Dalam garis besar perubahan-perubahan yang terjadi pada asfiksia ialah : (1) menurunnya tekanan O2 asterial ; (2) meningkatnya tekanan CO2 ; (3) turunnya pH darah ; (4) dipakainya simpanan glikogen tubuh untuk metabolismus anerobik ; dan (5) terjadinya perubahan fungsi system kardiovaskular.

Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. tiga hal perlu mendapat perhatian.
1.      Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan ; selama his frekuensi ini biasa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit diluar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
2.      Mekonium dalam air ketuban

Resusuitasi Bayi
Untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar yang perlu diingat ialah : (1) menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan tetap bebasnya jalan napas ; (2) memberikan bantuan pernapasan secara aktif kepada bayi dengan usaha pernapasan buatan ; (3) memperbaiki asidosis yang terjadi ; (4) menjaga agar peredaran darah tetap baik.

Ikterus Neonatal
Kejadian
Ikterus ialah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Kejadi ikterus pada bayi baru lahir (BBL) menurut beberapa penulis Barat berkisar antara 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan.

Batasan-batasan
Ikterus Fisologis
Ikterus fisiologik ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, biasanya ikterus dikatakan fisiologik bila :
1.      Timbul pada hari kedua dan ketiga
2.      Kadar bilirubin indirek sesudah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan
3.      Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 5 mg% per hari
4.      Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%
5.      Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
6.      Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik

Ikterus patologik
IKterus patologik ialah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologik ini misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya.
Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada bayi cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Uttely menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
Pengamatan di Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusomo Jakarta ialah ikterus biasanya mempunyai hubungan dengan morbiditas bilamana kadar ikterus mencapai lebih dari 12,5 mg% pada BBL cukup bulan dan 10 mg% pada BBL kurang bulan.
Kern-ikterus ialah suatu kerusakan otak akibat perlengkapan bilirubun indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus ke IV.
Tanda-tanda klinik pada permulaan tidak jelas tetapi dapat disebutkan ialah : mata yang berputar, latergi, kejang, tak mau mengisap, tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Pada umur yang lebih lanjut bila bayi ini hidup dapat terjadi spasme otot, opitotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Ketulian pada nada tinggi dapat ditemukan, gangguan bicara dan retardasi mental.

Pengamatan Ikterus
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dengan cahaya buatan. Paling baik ialah dengan cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna pengaruh sirkulasi. Ikterus biasanya bermanifestasi pada kadar yang lebih rendah pada yang berkulit putih dan lebih tinggi pada orang kulit berwarna. Uttely menyatakan bahwa ikterus baru terlihat kalau kadar bilirubin mencapai lebih dari 2 mg%. brown menyebutkan bahwa ikterus baru terlihat bila kadar bilirubin melebihi 5 mg%. pengalaman di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ialah ikterus baru terlihat jelas bilamana kadar bilirubin melebihi 6 mg%. Pengalaman membuktikan bahwa derajat intensitas ikterus tidak selalu sama dengan tinginya kadar bilirubin darah.

Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ekterus pada neonatus perlu kita mengetahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Perbedaan utama metabolisme ini ialah bahwa pada janin hepar belum banyak berfungsi karena bilirubin indirek.

Etiologi
Etiologi ikterus pada BBL dapat terjadi sendiri ataupun disebabkan oleh beberapa factor. Secara garis besar etiologic itu dapat dibagi sebagai berikut :
1.      Produksi yang berlebihan, lebih daripada kemampuan bayi untuk mengeluarkan misalnya pada : hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi ensim G6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.
2.      Gangguan dalam proses uptake dan konjungi gepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjungi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya ensim glukoronil transferase (Criggler Najjar syndrome).
3.      Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian diangkut ke hepar.
4.      Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Jelaslah bawah penyebab utama ikterus yang mempunyai dasar yang patologik sangat berbeda dengan yang dapat kita baca dalam kepustakaan.
Di Negara yang sedang berkembang maka penyebab utama ikterus patologik ialah infeksi dan hipoksia, kemudian menyusul proses hemolisis karena defisiensi ensim G6PD.

Beberapa Jenis Ikterus Neonatal
1.      Ikterus hemolitik yang berat pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut eritroblastosis fetalis atau morbus hemolitikus neonaturum (Haemolytic disease of the newborn). Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi.
Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua dan sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dank lien tidak membesar. Ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisisnya berat, seringkali diperlukan juga transfuse tukar darah untuk mencegah terjadinya kern-ikterus.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.

2.      Ikterus obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan diluar hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung. Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1 mg%, maka kita harus curiga akan hal-hal yang dapat menyebabkan obstruksi, misalnya pada sepsis, hepatitis neonatorum, pielonefritis, atau obstruksi saluran empedu. Peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum walaupun kadar bilirubin total masih dalam batas normal, pielonefritis, trisoma 18, dan sindroma Dubin Johnson. Adanya bilirubin langsung didalam plasma seringkali merupakan petunjuk kea rah proses umum, misalnya infeksi congenital oleh bacteria, virus dan protozoa yang mengurangi kemampuan hepar untuk mengeluarkan bilirubin langsung.

3.      Ikterus yang disebabkan oleh hal lain
Kadang-kadang ikterus neonatorum tidak dapat diterangkan dengan proses hemolisis atau proses obstruksi. Ikterus yang demikian biasanya menetap sesudah minggu pertama kehidupan, dan bilirubin yang meningkat ialah bilirubin tidak langsung. Beberapa keadaan dapat pula menyebabkan ikterus neonatorum.

4.      Kern-Ikterus
Gejala klinik kern ikterus biasanya berupa ikterus yang berat, letargia, tidak mau minum, muntah-muntah, sianosis, opistotonus, dan kejang. Kadang-kadang gejala klinik ini tidak ditemukan dan bayi biasanya meninggal karena serangan apnea, tetapi pada bedah mayat ditemukan kern-ikterus.
Kern-ikterus biasanya disertai dengan meningkatnya kadar bilirubin tidak langsung dalam serum.

Pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar bilirubin tidak langsung didalam darah dapat menyebabkan kerusakan sel tubuh, terutama sel otak. Agak sulit untuk menentukan tingginya kadar bilirubin yang dianggap sebagai batas yang berbahaya, yang mengharuskan kita mengambil suatu tindakan pencegahan. Kadar bilirubin yang berbahaya itu sangat tergantung pada saat timbulnya ikterus dan kecepatan meningkatnya kadarbilirubin tidak langsung. Kadar bilirubin 15 mg% pada hari ke-4 kurang berbahaya dibandingkan dengan kadar yang sama pada bayi baru lahir atau pada hari pertama. Karena itu, setiap bayi yang menderita ikterus perlu diamati apakah ikterus fisiologis atau akan berkembang menjadi ikterus patologik. Anamnesis kehamilan dan kelahiran sangat membantu pengamatan klinik ini dan dapat menuntun kita untuk melakukan pemeriksaan yang tepat. Dalam penanganan ikterus, cara-cara yang dipakai ialah untuk mencegah dan mengobati hiperbilirubinemia. Sampai saat ini cara-cara itu dapat dibagi dalam 3 jenis usaha, yakni :
1.      Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
  1. Early feeding
  2. Pemberian agar-agar
  3. Pemberian fenobarbital
2.      Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan dengan sempurna melalui ginjal dan traktus digestivus.
Contoh paling baik ialah terapi sinar. Cremer (1958) melaporkan pada bayi penderita ikterus yang diberi sinar matahari lebih dari penyinaran biasa, ikterus lebih cepat menghilang dibandingkan engan bayi lain yang tidak disinari.
Dengan penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian dikeluarkan melalui ginjal dan traktus digestivus.


3.      Tranfusi tukar darah (exchange transfusion)
Cara yang paling tepat untuk mengobati hiperbilirubinemia pada neonatus ialah transfuse tukar darah. Dalam beberapa hal terapi sinar dapat menggantikan transfuse tukar darah, akan tetapi pada penyakit hemolitik neonatus transfuse tukar darah merupakan tindakan yang paling cepat.

Kesimpulan
Penanganan ikterus neonatorum sangat tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas ikterus (kadar bilirubin serum, jenis bilirubin, dan sebab terjadinya ikterus. Untuk mendapat pegangan yang baik, pengobatan dan pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu dilakukan didasarkan pada hri timbulnya ikterus dan naiknya kadar bilirubin serum.