ASFIKSIA NEONATORUM
DAN IKTERUS NEONATORUM
Asfiksia Neonatorum
Asfiksia
neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan
persalinan, atau segera setelah bayi lahir.
Patogenesis
-
Bila janin timbul kekurangan O2 dan kadar CO2
bertambah, timbulah rangsangan terhadap N. vagus sehingga bunyi jantung janin
menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung, maka N.
vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsang dari N. simpatikus.
DJJ menjadi lebih cepat akhirnya irregular dan menghilang.
Secara klinis
tanda-tanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari 160 kali
per menit atau kurang dari 100 kali per menit, halus dan ireguler ; serta
adanya pengeluaran mekonium.
-
Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga
mekonium keluar sebagai tanda janin dalam asfiksia
Jika DJJ normal
dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
JIka DJJ lebih
dari 160 kali per menit dan ada mekonium : janin dalam keadaan gawat.
Jika DJJ kurang
dari 100 kali per menit dan ada mekonium : janin dalam keadaan gawat.
-
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine, dan bila kita
periksa kemudian, terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus
tersumbat dan terjadi atelektasis, bila janin lahir alveoli tidak berkembang.
Etiologi dan Faktor Presdiposisi
Hipoksia janin
yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas
serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan
dalam persedian O2 dan dalam menghilangkan CO2. gangguan
ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan ibu dalam
persalinan.
Gangguan menahun
dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti
anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain. Pada keadaan terakhir ini
pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenisasi serta kekurangan
pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini
dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang
sempurna, sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan.
Faktor-faktor yang mendadak
ini terdiri atas :
- Faktor-faktor dari pihak janin, seperti : (1) gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat ; (2) depresi pernapasan karena obat-obat anesthesia/analgetika yang diberikan kepada ibu, perdarahan intracranial, dan kelainan bawaan (hernia diafragmatika, anesthesia saluran pernapasan, hipoplasi paru-paru, dan lain-lain.
- Factor-faktor dari pihak ibu, seperti : (1) gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani ; (2) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada plasenta previa (3) hipertensi pada eklampsia ; (4) gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
Gangguan Homeostatis
Perubahan gas
dan transpor oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi
oksigenisasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi
sel.
Perubahan
homeostatis ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya anoksia atau
hipoksia yang diderita.
Pada tingkat
permulaan gangguan pertukaran gas transport O2 mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh terjadi
metabolismus anerobik. Proses ini berupa glikolis glikogen tubuh, sehingga
sumber-sumber glikogen tubuh terutama dalam jantung dan hati berkurang.
Asam-asam organic yang dihasilkan akibat metabolisme ini akan menyebabkan
terjadinya asidosis metabolic. Pada tingkat lebih lanjut terjadi gangguan
kardiovaskular yang disebabkan oleh : (1) kerja jantung yang terganggu akibat
dipakainya simpanan glikogen dalam jaringan jantung; (2) asidosis metabolic
yang mengganggu fungsi sel-sel jantung ; dan (3) gangguan peredaran darah ke
paru-paru karena tetap tingginya pulmonary vascular resistance. Asidosis dan
gangguan kardiovaskular ini mempunyai akibat buruk terhadap sel-sel otak dan
dapat menyebabkan kematian anak atau timbulnya gejala-gejala lanjut pada anak yang
hidup. Dalam garis besar perubahan-perubahan yang terjadi pada asfiksia ialah :
(1) menurunnya tekanan O2 asterial ; (2) meningkatnya tekanan CO2
; (3) turunnya pH darah ; (4) dipakainya simpanan glikogen tubuh untuk
metabolismus anerobik ; dan (5) terjadinya perubahan fungsi system
kardiovaskular.
Diagnosis
Asfiksia yang
terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin.
diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin. tiga hal perlu mendapat perhatian.
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal
ialah antara 120 dan 160 denyutan ; selama his frekuensi ini biasa turun,
tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Apabila
frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit diluar his, dan lebih-lebih jika
tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium dalam air ketuban
Resusuitasi Bayi
Untuk mendapatkan hasil yang
sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar yang perlu diingat ialah : (1)
menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan tetap bebasnya
jalan napas ; (2) memberikan bantuan pernapasan secara aktif kepada bayi dengan
usaha pernapasan buatan ; (3) memperbaiki asidosis yang terjadi ; (4) menjaga
agar peredaran darah tetap baik.
Ikterus Neonatal
Kejadian
Ikterus ialah
suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Kejadi ikterus pada
bayi baru lahir (BBL) menurut beberapa penulis Barat berkisar antara 50% pada
bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan.
Batasan-batasan
Ikterus Fisologis
Ikterus
fisiologik ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau
selambat-lambatnya 10 hari pertama.
Di Rumah Sakit
Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, biasanya ikterus dikatakan fisiologik bila :
1. Timbul pada hari kedua dan
ketiga
2. Kadar bilirubin indirek
sesudah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg%
pada neonatus kurang bulan
3. Kecepatan peningkatan kadar
bilirubin tak melebihi 5 mg% per hari
4. Kadar bilirubin direk tidak
melebihi 1 mg%
5. Ikterus menghilang pada 10
hari pertama
6. Tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologik
Ikterus patologik
IKterus
patologik ialah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologik ini
misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan
penyebabnya.
Brown menetapkan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada bayi cukup bulan
dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Uttely menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
Pengamatan di Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusomo Jakarta
ialah ikterus biasanya mempunyai hubungan dengan morbiditas bilamana kadar
ikterus mencapai lebih dari 12,5 mg% pada BBL cukup bulan dan 10 mg% pada BBL
kurang bulan.
Kern-ikterus
ialah suatu kerusakan otak akibat perlengkapan bilirubun indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus, hipokampus,
nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus ke IV.
Tanda-tanda
klinik pada permulaan tidak jelas tetapi dapat disebutkan ialah : mata yang
berputar, latergi, kejang, tak mau mengisap, tonus otot meninggi, leher kaku
dan akhirnya opistotonus. Pada umur yang lebih lanjut bila bayi ini hidup dapat
terjadi spasme otot, opitotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan
otot. Ketulian pada nada tinggi dapat ditemukan, gangguan bicara dan retardasi
mental.
Pengamatan Ikterus
Pengamatan
ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dengan cahaya buatan. Paling baik
ialah dengan cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati
untuk menghilangkan warna pengaruh sirkulasi. Ikterus biasanya bermanifestasi
pada kadar yang lebih rendah pada yang berkulit putih dan lebih tinggi pada
orang kulit berwarna. Uttely menyatakan bahwa ikterus baru terlihat kalau kadar
bilirubin mencapai lebih dari 2 mg%. brown menyebutkan bahwa ikterus baru
terlihat bila kadar bilirubin melebihi 5 mg%. pengalaman di Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta ialah ikterus baru terlihat jelas bilamana kadar
bilirubin melebihi 6 mg%. Pengalaman membuktikan bahwa derajat intensitas
ikterus tidak selalu sama dengan tinginya kadar bilirubin darah.
Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat
pengertian yang cukup mengenai masalah ekterus pada neonatus perlu kita
mengetahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus.
Perbedaan utama metabolisme ini ialah bahwa pada janin hepar belum banyak
berfungsi karena bilirubin indirek.
Etiologi
Etiologi ikterus
pada BBL dapat terjadi sendiri ataupun disebabkan oleh beberapa factor. Secara
garis besar etiologic itu dapat dibagi sebagai berikut :
1. Produksi yang berlebihan,
lebih daripada kemampuan bayi untuk mengeluarkan misalnya pada : hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
ensim G6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake
dan konjungi gepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjungi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya ensim glukoronil transferase
(Criggler Najjar syndrome).
3. Gangguan dalam transportasi.
Bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian diangkut ke hepar.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini
dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Jelaslah bawah
penyebab utama ikterus yang mempunyai dasar yang patologik sangat berbeda
dengan yang dapat kita baca dalam kepustakaan.
Di Negara yang
sedang berkembang maka penyebab utama ikterus patologik ialah infeksi dan
hipoksia, kemudian menyusul proses hemolisis karena defisiensi ensim G6PD.
Beberapa Jenis Ikterus
Neonatal
1. Ikterus hemolitik yang berat
pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut eritroblastosis
fetalis atau morbus hemolitikus neonaturum (Haemolytic disease of the newborn).
Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah
ibu dan bayi.
Ikterus dapat
terjadi pada hari pertama dan kedua dan sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak
tampak sakit, anemianya ringan, hepar dank lien tidak membesar. Ikterus dapat
menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisisnya berat, seringkali diperlukan
juga transfuse tukar darah untuk mencegah terjadinya kern-ikterus.
Pemeriksaan yang
perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
2. Ikterus obstruktiva
Obstruksi dalam
penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan diluar hepar. Akibat
obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung. Bila kadar bilirubin
langsung melebihi 1 mg%, maka kita harus curiga akan hal-hal yang dapat
menyebabkan obstruksi, misalnya pada sepsis, hepatitis neonatorum,
pielonefritis, atau obstruksi saluran empedu. Peningkatan kadar bilirubin
langsung dalam serum walaupun kadar bilirubin total masih dalam batas normal,
pielonefritis, trisoma 18, dan sindroma Dubin Johnson. Adanya bilirubin
langsung didalam plasma seringkali merupakan petunjuk kea rah proses umum,
misalnya infeksi congenital oleh bacteria, virus dan protozoa yang mengurangi
kemampuan hepar untuk mengeluarkan bilirubin langsung.
3. Ikterus yang disebabkan oleh
hal lain
Kadang-kadang
ikterus neonatorum tidak dapat diterangkan dengan proses hemolisis atau proses
obstruksi. Ikterus yang demikian biasanya menetap sesudah minggu pertama kehidupan,
dan bilirubin yang meningkat ialah bilirubin tidak langsung. Beberapa keadaan
dapat pula menyebabkan ikterus neonatorum.
4. Kern-Ikterus
Gejala klinik
kern ikterus biasanya berupa ikterus yang berat, letargia, tidak mau minum,
muntah-muntah, sianosis, opistotonus, dan kejang. Kadang-kadang gejala klinik
ini tidak ditemukan dan bayi biasanya meninggal karena serangan apnea, tetapi
pada bedah mayat ditemukan kern-ikterus.
Kern-ikterus
biasanya disertai dengan meningkatnya kadar bilirubin tidak langsung dalam
serum.
Pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia
Peningkatan
kadar bilirubin tidak langsung didalam darah dapat menyebabkan kerusakan sel
tubuh, terutama sel otak. Agak sulit untuk menentukan tingginya kadar bilirubin
yang dianggap sebagai batas yang berbahaya, yang mengharuskan kita mengambil
suatu tindakan pencegahan. Kadar bilirubin yang berbahaya itu sangat tergantung
pada saat timbulnya ikterus dan kecepatan meningkatnya kadarbilirubin tidak
langsung. Kadar bilirubin 15 mg% pada hari ke-4 kurang berbahaya dibandingkan
dengan kadar yang sama pada bayi baru lahir atau pada hari pertama. Karena itu,
setiap bayi yang menderita ikterus perlu diamati apakah ikterus fisiologis atau
akan berkembang menjadi ikterus patologik. Anamnesis kehamilan dan kelahiran
sangat membantu pengamatan klinik ini dan dapat menuntun kita untuk melakukan
pemeriksaan yang tepat. Dalam penanganan ikterus, cara-cara yang dipakai ialah
untuk mencegah dan mengobati hiperbilirubinemia. Sampai saat ini cara-cara itu
dapat dibagi dalam 3 jenis usaha, yakni :
1. Mempercepat metabolisme dan
pengeluaran bilirubin
- Early feeding
- Pemberian agar-agar
- Pemberian fenobarbital
2. Mengubah bilirubin menjadi
bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan dengan sempurna melalui
ginjal dan traktus digestivus.
Contoh paling
baik ialah terapi sinar. Cremer (1958) melaporkan pada bayi penderita ikterus
yang diberi sinar matahari lebih dari penyinaran biasa, ikterus lebih cepat
menghilang dibandingkan engan bayi lain yang tidak disinari.
Dengan penyinaran
bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian dikeluarkan melalui ginjal dan
traktus digestivus.
3. Tranfusi tukar darah
(exchange transfusion)
Cara yang paling
tepat untuk mengobati hiperbilirubinemia pada neonatus ialah transfuse tukar
darah. Dalam beberapa hal terapi sinar dapat menggantikan transfuse tukar
darah, akan tetapi pada penyakit hemolitik neonatus transfuse tukar darah
merupakan tindakan yang paling cepat.
Kesimpulan
Penanganan
ikterus neonatorum sangat tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas
ikterus (kadar bilirubin serum, jenis bilirubin, dan sebab terjadinya ikterus.
Untuk mendapat pegangan yang baik, pengobatan dan pemeriksaan-pemeriksaan yang
perlu dilakukan didasarkan pada hri timbulnya ikterus dan naiknya kadar bilirubin
serum.
No comments:
Write komentar