APPENDIKSITIS
A. Konsep Dasar
1.
Pengertian
a. Appendicitis
Appendiksitis merupakan penyakit bedah
sebagai akibat kebudayaan yang menyangkut kebiasaan makan (Koswari ; 1993
:212).
Sedangkan menurut
Price, (1995 ; 401) appendicitis merupakan peradangan yang terdapat pada
apendik dan mengenai seluruh bagian lapisan organ tersebut.
Sedangkan
kalau appendicitis vermiformis merupakan tabung buntu yang relatif panjang namun sempit, memiliki
ukuran yang panjangnya 6 sampai dengan 9 centimeter dan diperdarahi oleh
apendikularis ( price 1991 : 296)
Menurut pendapat (Suparman : 1990 : 177) bahwa appendiksitis akut adalah
kasus gawat bedah abdomen yang sering terjadi. Kejadian yang paling tinggi
ditemukan pada usia dekade kedua dan ketiga.
Penulis
menarik kesimpulan bahwa appendiksitis adalah peradangan pada appendik yang
terjadi akibat ataupun karena oleh infeksi oleh bakteri.
Appendiksitis ini biasanya dilakukan
dengan cara pengangkatan appendik tersebut yang dinamakan dengan appendiktomi.
b. Appendiktomi
Appendiktomi
adalah tindakan pengangkatan jaringan appendik (Houngton,1991 ; 57). Tetapi
pendapat lain mengatakan appendictomi sebagai nama yang menyatakan upaya untuk
mengangkat jaringan appendik yang terinfeksi.
Jadi secara
singkat appendiktomi dapat disimpulkan adalah tindakan pembedahan yang
berfungsi untuk mengangkat jaringan appendik yang mengalami peradangan.
2. Anatomi
Fisiologi
Menurut Oswari (1993 ; 212) Appendik terletak pada caecum diujung Tenia
atau (pita otot) panjang pendeknya usus buntu itu tidak berpengaruh terhadap
terjadinya peradangan. Ujung usus buntu terdapat pada semua arah caecum
misalnya dapat sampai ke panggul, ke sakrum atau melilit ke usus halus. Letak
yang paling banyak ditemui pada retrocaecal atau belakang sekum.
Sedangkan menurut Price, Sylvia Anderson, Mc Carty Wilson (1991 ; 296)
Appendiks vermiformis merupakan tabung buntu yang relatif panjang namun sempit,
memiliki ukuran enam sampai sembilan centimeter dan diperdarahi oleh
appendikularis. Pada posisi yang normal appendiks terletak pada dinding abdomen
dibawah titik Mc Burney dengan cara menarik garis garis spinna illiaka superior
anterior kanan ke umbilikus.
Titik tengah garis ini merupakan
tempat pangkal appendiks ( gambar 2.1)
Gambar : penampang apendik pada posisi normal
(Sumber,
patofisiologi, price, 1995 ; 401)
Dinding appendiks terdiri dari empat lapisan. Keempat
lapisan ini adalah tunika serosa, tunika muskularis, tunika sub mukosa dan
tunika mukosa. Pada dasarnya dinding appendiks sama seperti yang dimiliki oleh
dinding usus halus, tetapi masih dapat dibedakan. Perbedaannya terletak pada
dinding submukosa, pada dinding appendiks dinding submukosanya terdapat banyak
folikel limfe (Evelyn C Pearce1992 ; 195).
Menurut Suparman (1990 ; 177) Berpendapat bahwa fungsi
appendiks ini tidak diketahui tetapi kadang-kadang appendiks disebut “Tonsil
Abdomen”, karena ditemukan banyak jaringanlimfoid sejak intra uteri akhir
kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 15 tahun yang kemudian mengalami
atrofi serta praktis menghilang pada usia 60 tahun. Sehingga dapat diperkirakan
apppendiks mempunyai peranan dalam mekanisme immunologi.
Appendiks
mengeluarkan cairan yang bersifat basah dan mengandung amilase, Erepsin dan
musin.
3.
Etiologi dan faktor pencetus
Obstruksi lumen apendik menjadi faktor
utama terjadinya apendicts. Yang termasuk kemungkinan penyebab obstrksi adalah
sebagai beikut :
Oleh parasit, calculi ( Fecolith ) didalam appendik, hiperplasia jaringan
lymphoid yang merupakan penyebab terbanyak. Adanya benda asing seperti cacing.
Infeksi virus, appendik yang melilit karena adanya perlengketan, malfungsi dari
sistem katup pada pintu appendk.
Sedangkan
faktor pencetus lain sehingga terjadinya appendicitis adalah karena makanan yang
pedas, kebiasaan menahan BAB, makanan yang keras dan biji-bijian, intake cairan
yang kurang.
4.
Gambaran klinis
Pada kasus appendicitis akut,
biasanya gejala-gejala permulaan adanya nyeri dan perasaan yang tidak enak pada
sekitar umbilikus, mual dan muntah. Gejala ini pada umumnya dapat berlangsung
selama 1-2 hari. Dan dalam beberapa jam nyeri dapat menjalar ke daerah kuadran
kanan bawah, terdapat nyeri pada titik MC burney, sehingga timbul spasme otot
dan nyeri lepas. Dapat mengakibatkan demam dan leukositosis moderat. Bila
appendik ruptur, nyeri seringkali hilang secara dramatis untuk sementara.
5.
Patofisiologi
Appendicitis
merupakan suatu peradangan pada apendik. Karena peradangan yang diduga terutama
oleh obstruksi dari lumen appendik menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
terbendung. Makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding
apendik sehingga mengganggu aliran darah limfe dan menyebabkan dinding appendik
menjadi oedem serta merangsang tunika serosa dan veritonium viceral. Oleh
karena persyarafan apendik sama denga usus, maka rangsangan itu dirasakan
sebagai rasa sakit di daerah umbilikus.
Disebabkan adanya penyempitan lumen akibat
hiperplasia jaringan lymphoid submukosa. Faeces yang terperangkap pada lumen
appendik mengalami penyerapan air dan terbentuklah fecolith yang akhirnya
Menurut Purnawan Junadi at al (1992 ; 342) bahwa
penyumbatan pada appendiks menyebabkan mukosa yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mukosa yang terbendung makin banyak sehingga menekan
sehingga dinding appendiks oedema serta merangsang tunika serosa dan peritonium
visceral, oleh karena persyarafan appendik sama dengan anus maka rangsangan itu
dirasakan sebagai rasa sakit sekitar umbilikus.
6.
Tanda dan Gejala
Tanda-tandanya nyeri tekan daerah kuadran kanan bawah,
nyeri juga ditemukan daerah panggul sebelah kanan kalau apendik terletak
diretrocekal. Apabila terjadi appendikcitis pelvis akan ditemukan tanda-tanda
rasa nyeri didaerah vagina dan rektum.
Gejala-gejalanya antara lain : rasa sakit daerah
epigastrium, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di kuadran kanan
bawah. Rasa sakit yang samar-samar,
ringan sampai moderat dan kadang-kadang kejang.
Dan yang
lainya adalah biasanya lemas, mual, muntah dan gelisah. Perut terasa tidak enak,
kadang sakit sekitar pusar lalu pindah keperut bawah (Oswari 1993 : 212 ).
7.
Manajemen Umum Medik
Semua pasien dengan adanya dugaan gangguan
appendicitis harus segera dipuasakan. Jangan diberikan analgetik sampai
keputusan pasti operasi appendiknya sebab akan mengaburkan gejala-gejala untuk
dapat mendiagnosakan. Jangan diberikan pencahar atau dilakukan enema sebab akan
meningkatkan rangsangan terjadinya iritasi pada daerah yang teinfeksi.
Pengobatan menurut Oswari (1993 :213) bila ditemukan
appendicitis akut maka satu-satunya membuang usus buntu (Appendiktomi), karena
bila ditunda ada kemungkinan terjadi gangren atau perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainase mengeluarkan nanah. Bila keadaan memungkinkan
appendiks dituang sekaligus. Bila tidak mungkin harus ditunggu 2 sampai 3 bulan
kemudian baru appendiknya pada operasi ke 2.
Perawatan pasca operasi sama dengan operasi abdomen
lainya yaitu puasa sampai terdengar bising usus atau platus baru boleh makan
bubur sari. Anti biotika diberikan pula sesuai dengan perintah ahli bedahnya.
8.
Dampak Appendiktomi Terhadap Sistem Tubuh Lain
a.
Sistem Pernapasan
Gangguan sistem pernapasan akan terjadi berkaitan dengan efek anesthesi
yang menyebabkan relaksasi saluran napas
dan terjadi hipersalivasi atau hipersekresi sekret berkaitan dengan pemasangan
ETT intra operasi, sementara reflek batuk lemah atau tidak ada sehingga sekret
akan terkumpul dijalan napas. Pada kondisi lebih lanjut dapat terjadi pneumonia
akibat tirah baring sehingga ronchi akan terdengar dikedua belah paru. Apabila
terjadi distensi abdomen akan terjadi takhipnoe, napas menjadi cepat dan
dangkal sebagai akibat dari menurunnya kemampuan pengembangan paru.
b.
Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem ini dapat terjadi penurunan Heart Rate
(HR) dan tekanan darah sebagai efek dari obat-obat anesthesi. Nadi dan tensi
akan menjadi normal setelah efek obat anesthesi hilang dan apabila klien
mengalami kesakitan kemungkinan nadi dan tensi akan meningkat. Sedangkan
apabila terjadi perdarahan intra atau pasca operasi nadi dan tensi akan turun
klien tampak sianosis dan pada keadaan perdarahan hebat mungkin terjadi syok
c.
Sistem Pencernaan
Nyeri didaerah epigastrium, periumbilikal diseluruh abdomen yang bersifat
ringan hingga kejang-kejang, beralih kekuadran kanan bawah dan menetap secara
progresif bertambah hebat. Dan semakin hebat apabila pasien bergerak, adanya
mual dan muntah yang timbul selang beberapa jam sesudahnya merupakan kelanjutan
rasa sakit yang timbul permulaan
d.
Sistem Reproduksi
Nyeri tekan pada kuadran kanan
bawah yang diteruskan ke daerah panggul.
Rasa nyeri pada rektum dan vagina diteruskan ke daerah rectum apabila terjadi
appendicitis pelvis.
e.
Sistem Muskulusskeletal
Kelemahan otot dapat terjadi sebagai manifestasi dari intake nutrisi yang
kurang sehingga metabolisme dijaringan pun akan menurun. Selain itu adanya
gangguan pergerakan terutama extremitas bawah yang berkaitan dengan nyeri dan
distensi pada daerah abdomen.
f.
Sistem Integumen
Pemenuhan personal hygiene berkurang akibat keterbatasan kemampuan
mungkin akan terjadi dekubitus akibat tirah baring tanpa mobilisasi dan
kontinue atau lingkungan yang tidak bersih adanya luka operasi pada daerah
abdomen akan menimbulkan rasa nyeri dan apabila perawatan luka tidak steril
akan mengakibatkan infeksi pada daerah luka suhu tubuh meningkat.
g.
Sistem Persyarafan
Adanya luka operasi merupakan stimulus bagi reseptor ujung syaraf untuk
disampaikan ke sistem syaraf pusat dan dipersepsikan nyeri. Nyeri selanjutnya
akan mengaktipasi sistem RAS sehingga
klien menjadi sulit tidur
h.
Sistem Endokrin
Biasanya tidak ada kelainan sebagai dampak dari tindakan appendiktomi
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Apendiktomi.
Pelayanan keperawata dapat
optimal dan terlaksana dengan
baik, sehingga sangat diperlukan beberapa kriteria dan langkah yang
berfokus pada proses keperawatan.
Menurut pendapat Nasrul Effendi ( 1995 :
3) proses keperawatan adalah suatu
pendekatan sistematis untuk mengenal masalah dan mencarikan alternatif
pemecahan dalam memenuhi kebutuhan klien, secara dinamis dalam memperbaiki dan
meningkatkan kesehatan klien ketahap maksimum dengan pendekatan ilmiah
berdasarkan pada :
1.
Pengkajian .
Merupakan pemikiran dasar dari proses
keperawatan bertujuan untuk mengumpulkan
informasi tentang klien, agar dapat mengindentifikasi, mengenali masalah
kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan
spiritual juga keadaan lingkungan.
(Nasrul, Effendi 1995 : 18 )
a.
Pengumpulan data.
Yaitu mengenai pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan
keperawatan dan kesehatan lain
1). Biodata
Menurut
Yosep Tueng (1993 : 13 ) yang sangat diperlukan sekali yaitu nama umur, jenis
kelamin, pendidikan, agama, alamat rumah dan penaggung jawab.
2). Riwayat Kesehatan
a). Keluhan
Utama
Keluhan
utama yang mungkin muncul pada klien
dengan post appendiktomi yaitu nyeri
pada insisi bedah, klien mengeluh pusing, klien mengeluh mual.
b). Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan penjabaran dari
keluhan utama dengan pendekatan sesuai P, Q, R, S, T. nyeri yang dirasakan
didaerah operasi, nyeri biasanya bertambah bila ada pergerakan atau batuk, dan
berkurang dengan posisi tidur yang nyaman dan relakasi, nyeri yang dirasakan
bisa terlokalisasi atau menyebar ke arah bawah atau atas, skala nyeri berkisar
3 sampai 5, nyeri yang dirasakan terus menerus.
c). Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya
akan didapat riwayat adanya nyeri di daerah kuadran kanan bawah perut dan perlu
ditanyakan kemana biasanya klien mencari pertolongan bila mengalami sakit.
Kebiasaan makan biasanya menkonsumsi makanan
yang pedas dan mengandung biji-bijian yan sulit dicerna. Selain itu
biasa klien menahan BAB dan biasanya jarang minum sehingga intake cairan
kurang.
d). Riwayat Kesehatan Keluarga.
Perlu dikaji lebih
lanjut kebiasaan makan dikeluarga, apakah ada anggota keluarga dengan penyakit
yang sama dengan klien dan kebiasaan anggota keluarga mencari pertolongan bila
ada anggota keluarga yang sakit. Selain itu pula perlu ditanyakan adanya
pantangan-pantangan misalnya makanan dan kepercayaan waktu sakit.
3). Pengkajian Fisik
a). Sistem
pernapasan
Pernapasan normal, mungkin terjadi takhipneu dan pernapasan cepat
dangkal, batuk dan penumpukan sekret pada jalan napas, replek batuk yang masih
lemah atau tiodak ada, ronchi +/ + dan
mungkin terjadi pnemonia.
b). Sistem
Kardiovaskuler
Pada sistem ini tensi dan nadi menurun
berkaitan dengan adanya pengaruh obat anesthesi dan imobilisasi, tensi turun
akibat dari perdarahan pada saat operasi. Tensi dan nadi bisa juga meningkat
pada saat klien mengeluh nyeri yang hebat, pucat pada mukosa dan perifer bila
terjadi perdarahan.
c). Sistem Pencernaan
Pada sistem ini distensi abdmen, bising usus tidak ada atau lemah, mual
dan muntah, distensi abdomen, spasme usus, pemasukan nutrisi tidak adekuat,
nyeri tekan abdmen.
d). Sistem perkemihan
Pada post op hari ke-1 intake cairan peroral masih sedikit berkaitan
dengan puasa, intake perinfus dan nutrisi per enteral selama masih puasa,
e). Sistem muskuluskeletal
Pergerakan terbatas karena nyeri, rentang gerak umumnya tidak terbatas
kecuali pada exstremitas bawah berkaitan dengan luka operasi atau distensi
abdomen.
f). Sistem Integumen
Suhu tubuh klien normal dan apabila terjadi infeksi suhu tubuh akan meningkat, adanya perubahan terhadap
kelembaban pada turgor kulit, personal hygiene terganggu (kulit, kuku, rambut
dan mulut ). Terdapat luka sayat pada abdomen.
g). Sistem Persyarafan
Pada
umumnya sistem persyarafan tidak terdapat kelainan, keadaan umum baik dan
kesadaran compos mentis, glasslow coma
scale 15 akan terjadi ganguan istirahat tidur yang berkaitan dengan nyeri.
h).
Sistem Endokrin
Umumnya tidak terjadi kelainan
pada sistem endokrin
4). Data Psikososial
a)
Penampilan klien bagaimana, apakah nampak kesakitan,
tenang atau apatis.
b)
Status emosi klien
apakah mengalami ketidakstabilan, apakah marah tetapi tergantung
terhadap penyakit yang dideritanya.
c) Bagaimana cara klien berkomunikasi tetapi
tergantung pada kebiasaan klien sehari-hari.
d)
Konsep diri
Gambaran diri pasien pada umumnya +, pasien tidak malu terhadap penyakit
yang dideritanya. Dan harga diri pasien tidak terganggu. Pada ideal dirinya
bagaimana harapan klien pada saat ini unutk dirinya dan keluarga serta orang
lain. Bagaimana peran diri klien kemungkinan akan terganggu karena
hospitalisasi. Identitas dirinya bagaimana klien memandang terhadap
keberadaannya.
e)
Bagaimana klien berinteraksi pada keluarga, perawat,
pasien lainya, serta temannya.
5). Data Spiritual
Bagaimana keyakinan
klien terhadap kesembuhannya, bagaimana kenyakinan klien terhadap Tuhan Yang
Maha Kuasa, apakah klien menerima tentang keadaannya pada saat ini, apakah ada gangguan terhadap kepercayaannya selaku
umat muslim.
6). Pemeriksaan Diagnostik
a) Sel darah merah : leukositosis diatas
12000/ mm3, netropil meningkat sampai 75 %
b)
Urinalis normal, tetapi eritrosit / leukosit mungkin
ada.
c)
Foto abdomen : Dapat menyatakan adanya pengerasan
material pada apendiks (fekalit), ileus terlokalisir.
b.
Analisa Data
Pengumpulan data-data atau di
kelompokan lalu divalidasikan dan dapat
menemukan masalah yang akan muncul sehingga dirumuskan ke dalam diagnosa keperawatan.
2.
Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
a.
Resiko tinggi infeksi sehubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama ; perforasi pada apendik, peritonitis, pembentukan
abses, prosedur invasif dan insisi bedah.
Intervensi
:
Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil,
berkeringat, perubahan mental, dan meningkatnya nyeri abdomen.
Rasional :
Dengan adanya Infeksi / terjadiyan sepsis, abses, peritonitis.
Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan
luka aseptik, berikan perawatan paripurna.
Rasional :
Menurunkan resiko penyebaran bakteri
Lihat insisi dan balutan, catat
karakteristik drainase luka / drain ( bila
dimasukkan ), adanya eritema.
Rasional
: memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan pengawasan
penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
Berikan informasi yang tepat, jujur pada
pasien atau orang terdekat.
Rasional :
Pengetahuan tentang
kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.
Ambil
contoh drainase bila diindikasikan
Rasional :
Kultur pewarnaan gram dan
sensitivitas berguna untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan pilihan
terapi.
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Mungkin
diberikan secara profilatik atau menurunkan jumlah organisme (Pada infeksi yang
telah ada sebelumnya ) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga
abdomen.
Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan
Rasional : Dapat diperluka untuk mengalirkan isi
abses terlokalisir.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan
berhubungan dengan muntah praoperasi ; pembatasan praoperasi (contoh puasa), status
metabolik (demam proses penyembuhan) ;inflamasi peritonium dengan cairan asing.
Intervensi :
Lihat membran mukosa ; kaji turgor
kulit dan pengisian kapiler
Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hindari
seluler.
Awasi tekanan darah dan nadi
Rasional : Peritonium bereaksi terhadap iritasi
atau infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia, dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.
c. Nyeri akut yang berhubungan dengan :
Distensi jaringan usus oleh inflamasi ; adanya insisi bedah.
Intervensi
:
Kaji
nyeri, cata lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-5), sedikit dan laporkan
perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan
obat, kemajuan penyembuhan, perubahan pada karakteristik nyeri, menunjukkan
terjadinya abses atau peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan
intervensi.
Pertahankan istirahat dengan
posisi semi fowler.
Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi
dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdom,en yang bertambah
dengan posisi terlentang.
Dorong ambulasi dini
Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ,
contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan
abdomen.
Berikan aktivitas hiburan
Rasional : Fokus perhatian kembali, meningkatkan
relaksasi dan peningkatkan kemampuan koping.
Pertahankan puasa /
penghisapan Naso Gastrik Tube pada awal.
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini
dan irigasi gaster/muntah.
Berikan analgetik sesuai
indikasi
Rasional : Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan
intervensi tetapi lain contoh: ambulasi dan batuk
Berikan kantong es pada
abdomen
Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan
rasa ujung syaraf, catatan jangan lakukan kompres panas karena dapat
menyebabkan kongesti jaringan
d.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan, yang berhubungan dengan; kurang terpajang
mengingat salah interprestasi, informasi; tidak mengenal sumber informasi
Intervensi :
Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, contoh mengangkat berat,
olahraga, seks, latihan menyetir.
Rasional : memeberikan informasi pada pasien untuk
merencanakan kembali ritinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
Dorong
aktivitas sesuai toleransi dengan priode istirahat priodik
Rasional : tanda yang
membantu mengindentifikasi fluktuasi volume intra vaskuler
Awasi masukan
dan keluaran, catat warna urine /
konsentrasi, berat jenis
Rasional : penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan
berat jenis diduga dehidrasi / kebutuhan peningkatan cairan.
Auskultasi
bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.
Rasional : indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk
pemasukan peroral.
Berikan
sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan dilanjutkan
dengan diet sesuai toleransi.
Rasional : menurunkan irigasi gaster / muntah untuk
meminimalkan kehilangan cairan.
Berikan
perawatan mulut sering dengan perhatian
khusus pada perlindungan bibir
Rasional : dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering
dan pecah-pecah.
Pertahankan
penghisapan gaster / usus
Rasional : selang nasogastrik biasanya dimasukkan pada
praoperasi dan dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk dekompresi
usus meningkatkan istirahat usus mencegah muntah.
Berikan cairan IV dan eletrolit
Rasional : mencegah kelemahan , meningkatkan penyembuhan
perasaan sehat dan mempermudah kembali keaktivitas normal
Anjurkan
menggunakan laksatif atau pelembab proses ringan bila perlu dan hindari anemia.
Rasional : membantu kembali kefungsi usus semula, mencegah
mengejan saat defekasi.
Diskusikan
perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan kembali
kedokter untuk megangkat jahitan / pengikat.
Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program
terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.
Identifikasi
gejala yang memerlukan evaluasi medik,
contoh peningkatan nyeri ; edema / eritema luka, adanya drainase, demam.
Rasional
: Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius contoh penyembuhan,
peritonitis
3.
Pelaksanaan
Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan dan keterampilannya
berdasarkan ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu yang lainnya yang berkaitan secara
terintegrasi, beberapa faktor mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain
sumber-sumber yang ada, pengorganisasian pekerja perawat secara lingkungan
fisik untuk pelayanan keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap pasien yang
mengalami appendicitis yang menurut beberapa pendapat yaitu :
a. Rasa nyaman nyeri
Kriteria Evaluasi : Pasien tampak rileks, mampu
tidur/istirahat dengan tepat (Doenges M.E. Moushouse,2000;511)
b.
Resiko tinggi infeksi
Kriteria
evaluasi : Penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/inflamasi
drainase purulen, eritema dan demam (Marelyn, 2000 : 509)
c.
Resiko tinggi kekurangan volume
Kriteria
Evaluasi : membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil dan secara
individu keluaran urine adekuat
d.
Kekurangan pengetahuan (Kebutuhan belajar ) tentang
kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
Kriteria
Evaluasi : Menyatakan pemahaman, proses penyakit pengobatan dan potensial
komplikasi berpartisipasi dalam pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
Carpetino, Lynda Juali. 1999. Rencana
Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku
Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
DinKes Kabupaten Bandung.
2000. Profil Kabupaten Bandung.
DinKes Kab. Bandung.
Bandung.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Efendy, Nasrul. 1995. Pengantar
Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan
Medikal Bedah. YIAPK Pajajaran. Bandung.
Mansoer, Arif. 1999. Kapita
Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I. EGC. Jakarta.
Nursalam. 2002. Proses dan
Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktek Salemba Medical. Jakarta.
Potter, Perry. 1999. Buku Saku
Keterampilan Dan Prosedur Dasar. EGC. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 1994. Patopisiologi
Edisi IV, EGC. Jakarta.
Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian
Fisik Keperwatan. EGC. Jakarta.
Robins and Kumar. 1995. Ilmu
Bedah Edisi VII. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. 1997. Buku
Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.