Monday, July 15, 2013

ANALISA PEMECAHAN DILEMA ETIK


ANALISA PEMECAHAN DILEMA ETIK
A4 199 IH
A.      Latar belakang
Nilai-nilai, keyakinan dan filosofi individu memainkan peranan penting pada pengambilan keputusan etik yang menjadi bagian tugas rutin perawat. Peran perawat ditantang ketika harus berhadapan dengan masalah dilema etik, untuk memutuskan mana yang benar dan salah; apa yang dilakukannya jika tak ada jawaban benar atau salah; dan apa yang dilakukan jika semua solusi tampak salah.
   Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan apalagi jika  tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria. Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional.
 Pada pasien dengan kasus-kasus terminal sering ditemui dilema etik, misalnya kematian batang otak, penyakit terminal misalnya gagal ginjal. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai dilema etik pada kasus pasien dengan gagal ginjal terimnal yang menuntut haknya untuk dilakukan transplantasi ginjal.

B.  Prinsip moral dalam menyelesaiakan masalah etik  
Prinsip-prinsip moral yang harus diterapkan  oleh perawat dalam pendekatan penyelesaian masalah / dilema etis adalah :
a.    Otonomi
   Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan  tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
         Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

b.    Benefisiensi
         Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri  dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.

c.    Keadilan (justice)
         Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan
d.   Nonmalefisien
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan psikologik. Segala tindakan yang dilakukan pada klien.

e.    Veracity (kejujuran)
         Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprehensif  dan objektif  untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada pasien   tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya salama menjalani perawatan. Walaupun demikian terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis pasien untuk pemulihan, atau adanya hubungan paternalistik bahwa “doctor knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran adalah dasar  dalam membangun hubungan saling percaya

f.     Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain.  Perawat  setia pada komitmennya dan menepati janji serta  menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan  adalah kewajiban seeorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang  menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat   adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

g.    Kerahasiaan (confidentiality)
         Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.

h.    Akuntabilitas (accountability)
         Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai   orang lain. Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

C.  Langkah-langkah penyelesaian masalah / dilema etik

Langkah penyelesaian dilema etik menurut Tappen (2005) adalah :
a.         Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah “adakah saya terlibat langsung dalam dilema?”. Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :
1.           Apa yang menjadi fakta medik ?
2.           Apa yang menjadi fakta psikososial ?
3.           Apa yang menjadi keinginan klien ?
4.           Apa nilai yang menjadi konflik ?
b.                       Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :
1.           Tentukan tujuan dari treatment.
2.           Identifikasi pembuat keputusan
3.           Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.
c.                        Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis seringkali menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih / berduka, marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para pengambil keputusan. Perawat harus ingat “Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi klien”.
Perawat harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif yang menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan, pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, perawat tak dapat menangkap perhatian utama klien. Seringkali klien / keluarga mengajukan permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati.
d.   Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment  medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.

   Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.
               Masalah pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal juga sering  menimbulkan dilema etis karena sangat berhubungan dengan hak asasi manusia, pertimbangan tingkat keberhasilan tindakan dan keterbatasan sumber-sumber  organ tubuh yang dapat didonorkan kepada orang lain sehingga memerlukan pertimbangan yang matang. Oleh karena itu sebagai perawat yang berperan sebagai konselor dan pendamping harus dapat meyakinkan klien bahwa keputusan akhir dari komite merupakan keputusan yang terbaik.











DAFTAR PUSTAKA

Jaringan Epidemiologi Nasional. (1995). AIDS dan Hukum / Etika. Seri         Monogragi No:05. Jakarta : Jaringan Epidemi Nasional bekerja sama        dengan The Ford Foundation.

Guwandi,J. (2002). Hospital Law (Emerging doctrines & Jurisprudence). Jakarta :    Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guwandi,J. (1992). Trilogi Rahasia Kedokteran. Jakarta :       Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Marquis, B.L and Huston, Carol.J. (2006). Leadership Roles and Management Functions in Nursing : Theory and Application. 5 th Ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Tappen, M.R., Sally A. Weiss, Diane K.W. (2004). Essentials of Nursing Leadership and Management. 3 rd Ed. Philadelphia : FA. Davis Company.