ANALISA PEMECAHAN DILEMA
ETIK
A4 199 IH
A. Latar belakang
Nilai-nilai, keyakinan dan filosofi
individu memainkan peranan penting pada pengambilan keputusan etik yang menjadi
bagian tugas rutin perawat. Peran perawat ditantang ketika harus berhadapan
dengan masalah dilema etik, untuk memutuskan mana yang benar dan salah; apa
yang dilakukannya jika tak ada jawaban benar atau salah; dan apa yang dilakukan
jika semua solusi tampak salah.
Dilema
etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema sulit dipecahkan bila
memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis.
Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang yang lain menjadi
sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan apalagi jika tak satupun keputusan memenuhi semua
kriteria. Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak
emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan
keputusan rasional.
Pada pasien dengan kasus-kasus terminal sering
ditemui dilema etik, misalnya kematian batang otak, penyakit terminal misalnya
gagal ginjal. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai dilema etik pada kasus
pasien dengan gagal ginjal terimnal yang menuntut haknya untuk dilakukan
transplantasi ginjal.
B.
Prinsip moral dalam menyelesaiakan masalah etik
Prinsip-prinsip moral yang harus
diterapkan oleh perawat dalam pendekatan
penyelesaian masalah / dilema etis adalah :
a.
Otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan
bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap
kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah
bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
b.
Benefisiensi
Benefisiensi berarti hanya mengerjakan
sesuatu yang baik. Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau
kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh
diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam
situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.
c.
Keadilan (justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk
terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung
prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini direfleksikan dalam
praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai
hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan
d.
Nonmalefisien
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan
bahaya / cedera secara fisik dan psikologik. Segala tindakan yang
dilakukan pada klien.
e.
Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan
kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk
menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien
sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprehensif dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan
materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan keadaan dirinya salama menjalani perawatan. Walaupun demikian terdapat beberapa
argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan
kesalahan prognosis pasien untuk pemulihan, atau adanya hubungan paternalistik
bahwa “doctor knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak
untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran adalah
dasar dalam membangun hubungan saling
percaya
f.
Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji
dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji
serta menyimpan rahasia pasien.
Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seeorang
untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan itu menggambarkan
kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan,
mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
g.
Kerahasiaan (confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini
adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang
terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut
kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang
klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang
klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.
h.
Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan
fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat
digunakan untuk menilai orang lain.
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang mana tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.
C.
Langkah-langkah penyelesaian masalah / dilema etik
Langkah penyelesaian dilema etik menurut Tappen
(2005) adalah :
a.
Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui perawat
adalah “adakah saya terlibat langsung dalam dilema?”. Perawat perlu mendengar
kedua sisi dengan menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah
terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan
yaitu :
1.
Apa
yang menjadi fakta medik ?
2.
Apa
yang menjadi fakta psikososial ?
3.
Apa
yang menjadi keinginan klien ?
4.
Apa
nilai yang menjadi konflik ?
b.
Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan
berhasil, setiap orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan harus masuk
dalam proses. Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat
spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :
1.
Tentukan
tujuan dari treatment.
2.
Identifikasi
pembuat keputusan
3.
Daftarkan
dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.
c.
Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya
yang menjadi pengambil keputusan beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari
kesepakatan putusan yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi
komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat selama
implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis
seringkali menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih / berduka,
marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan
kegagalan komunikasi pada para pengambil keputusan. Perawat harus ingat “Saya
disini untuk melakukan yang terbaik bagi klien”.
Perawat harus
menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif yang
menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak mengenakkan.
Sekali tercapai kesepakatan, pengambil keputusan harus menjalankannya.
Kadangkala kesepakatan tak tercapai karena semua pihak tak dapat didamaikan
dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, perawat tak dapat menangkap
perhatian utama klien. Seringkali klien / keluarga mengajukan permintaan yang
sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati.
d. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah
terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan sebagai outcome-nya.
Perubahan status klien, kemungkinan treatment
medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi
dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para pengambil
keputusan masih harus dipelihara.
Dilema
etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan dapat bersifat personal
ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan
keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga
profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang akan diambil keduanya
sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat berhadapan dengan dilema
etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut
saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.
Masalah
pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal juga sering menimbulkan dilema etis karena sangat
berhubungan dengan hak asasi manusia, pertimbangan tingkat keberhasilan
tindakan dan keterbatasan sumber-sumber
organ tubuh yang dapat didonorkan kepada orang lain sehingga memerlukan
pertimbangan yang matang. Oleh karena itu sebagai perawat yang berperan sebagai
konselor dan pendamping harus dapat meyakinkan klien bahwa keputusan akhir dari
komite merupakan keputusan yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Jaringan Epidemiologi Nasional. (1995). AIDS
dan Hukum / Etika. Seri Monogragi
No:05. Jakarta : Jaringan Epidemi Nasional bekerja sama dengan The Ford Foundation.
Guwandi,J. (2002). Hospital Law
(Emerging doctrines & Jurisprudence). Jakarta : Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Guwandi,J. (1992). Trilogi Rahasia
Kedokteran. Jakarta : Balai
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Marquis,
B.L and Huston, Carol.J. (2006). Leadership Roles and Management Functions in
Nursing : Theory and Application. 5 th Ed. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins.
Tappen,
M.R., Sally A. Weiss, Diane K.W. (2004). Essentials of Nursing Leadership
and Management. 3 rd Ed. Philadelphia : FA. Davis Company.
No comments:
Write komentar