Thursday, May 26, 2011

Untukmu Warga Glinseng

 

Oleh Romo Gandung Ismanto pada 29 November 2010 jam 14:46
 
Pendahuluan
Anda pernah mendengar kata Glinseng? "survey" kecil-kecilan yang Saya lakukan membuktikan hanya 1 per 10 orang yang tahu kata itu, kendati seluruhnya sama sekali tidak tahu tentang apa yang terjadi di Kampung Glinseng itu. Mungkin karena begitu terisolirnya mereka, ditambah penyelesaiannya yang terkatung-katung, serta informasi yang tidak begitu intensif dan massif diwacanakan, menyebabkan sangat sedikit orang yang memahaminya. Dan mungkin karena itu pula, pelanggaran HAM yang telah terjadi selama 20 tahun ini terus terjadi dan makin menjadi, karena tak banyak menyita perhatian publik. Karenanya melalui media ini, empati saya yang sangat dalam pada warga Glinseng saya curahkan dengan harapan dukungan publik dapat kembali meluas untuk penyelesaian pelanggaran HAM di Glinseng ini. Amien...

Sejarah Kasus
Berikut adalah kutipan sepenuhnya yang Saya pilih dari http://www.walhi.or.id/en/media-space/2090-warga-kampung-glinseng-merana sebagaimana dikutip dari tribunnews.com, dengan alasan karena deskripsi kasusnya lebih lengkap dibanding sumber lain.

Warga Kampung Glinseng Kota Serang hidupnya kini merana akibat lahan mereka terisolir kawasan Pabrik PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP). Warga yang mengantungkan hidupnya dengan berdagang akhirnya merugi karena orang luar tidak boleh masuk kedalam kampung mereka. Begitu pula sebagian warga lainnya yang memiliki kolam dan sawah mengalami hal serupa.
"Selama ini ada 70 warga yang mendiami lahan di tengah-tengah perusahaan, bila mereka akan keluar harus melalui gerbang dan menghambat ruang gerak mereka," ujar Manajer Litigasi dan Analisa Kebijakan Walhi, Jumi Rahayu di Kantor Walhi, Tegal Parang, Jakarta Selatan, Selasa (16/11/2010).
Jumi mengatakan perusahaan juga melakukan jam malam sehingga dalam kondisi darurat mereka tidak bisa mengakses dunia luar karena satu-satunya jalan tersebut ditutup oleh pabrik. "Bila mereka akan keluar dengan kendaraan juga dipersulit karena harus melalui beberapa pintu gerbang dan ditanyakan ini-itu," terangnya.
Luas lahan yang dimiliki warga Kampung Glinseng sekitar 1 hektar, tempat tinggal mereka dikelilingi tembok pabrik yang memiliki luas tanah mencapai 30 hektar. Deputi Direktur Walhi, Ali Akbar, mengatakan warga telah menerima pengusiran secara halus oleh perusahaan dengan cara membangun parit mengelilingi tembok. Hal itu berdampak pada air tanah yang tidak baik dan penggenangan air berwarna hijau pekat. "Ketika warga memprotes, pihak pabrik merasa tidak bersalah karena parit terletak di tanah mereka," ujar Ali.
Walhi yang melakukan pendampingan kepada warga meminta pemerintah Serang untuk merealisasikan rekomendasi Komnas HAM, seperti pemenuhan akses jalan, listrik, dan penutupan parit. Namun hal itu belum terjadi hingga kini.
Tawaran lainnya adalah menjual tanah warga kepada perusaahan. Warga meminta pembayaran harga tanah sebesar Rp 3 juta per meter, sedangkan perusahaan bersikukuh dengan harga tanah sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) senilai Rp 175 ribu per meter. "Harga yang ditawarkan sangat rendah, mereka tidak dapat membeli tanah kembali bila terusir dari tempat itu, " kata Ali.
Pemerintah Serang yang diharapkan dapat memujudkan upaya mediasi dengan pihak perusahaan juga menemui jalan buntu. Ali menuturkan tidak ada ketegasan dari pemerintah atas tuntutan warga Glinseng seperti pemenuhan akses jalan. "Seperti digantung, tidak ada kalimat pasti hanya sebatas diupayakan," imbuh Ali.
Ali mengungkapkan bahwa sampai saat ini DPR RI dengan Pemerintah Kota Serang belum merespon surat rekomendasi oleh Komnas HAM. Oleh karenanya, Walhi mendesak DPR untuk menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM.
"DPR RI dan Pemerintah Serang sepertinya melakukan pembiaran, Komnas HAM juga belum begitu kuat menangani kasus ini," terangnya. Ali menambahkan bila proses rekomendasi Komnas HAM tidak dilaksankan, maka Walhi akan melakukan gugatan pengadilan.

Dari Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komnas HAM menilai PT Indah Kiat Pulp & Paper telah melalanggar hak asasi manusia  empat keluarga yang saat ini nyaris terisolasi di kawasan industri PT Indah Kiat Pulp & Paper di Kampung Glinseng, Desa Kragilan, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang.
Untuk membahas soal ini, Pemerintah Kabupaten Serang, Senin, memanggil Indah Kiat Pulp & Paper. Dalam surat yang disampaikan Komnas HAM kepada Bupati Serang tertanggal 2 November perihal rekomendasi Komnas HAM atas sengketa lahan antara empat kepala keluarga dengan PT IKPP, empat hak telah dilanggar oleh perusahaan itu. Empat hak tersebut adalah hak mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf hidup, hak hidup tenteram, aman, damai, sejahtera lahir dan batin, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, dan hak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
"Berdasarkan hasil pengecekan faktual ke lapangan serta pembahasan dalam pertemuan-pertemuan mediasi, Komnas HAM berkesimpulan bahwa lokasi yang saat ini ditempati oleh keempat kepala keluarga warga Kampung Glinseng beserta keluarganya sudah tidak layak huni," kata Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim dalam surat tersebut.
Warga hidup bersinggungan langsung dengan alat-alat berat yang beroperasi dalam pabrik sehingga mengancam keselamatan, terhambatnya akses warga dalam memperoleh pelayanan dasar seperti listrik dan sarana akses jalan, dan polusi udara.
Juga terhambatnya mobilitas warga karena harus mengikuti aturan keluar masuk area pabrik yang diterapkan perusahaan itu. Komnas HAM berkesimpulan bahwa kasus tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara mediasi karena tidak tercapainya kesepakatan antara para pihak terkait.
Untuk itu, Komnas HAM merekomendasikan kepada Bupati Serang untuk memenuhi tanggungjawab sebagai pelaksana pemerintahan di Kabupaten Serang atas keharmonisan hubungan antara warga Glinseng dengan PT IKPP, merealisasikan pemenuhan akses jalan, listrik, dan hak atas kesehatan, termasuk menjamin penutupan parit di sekitar tempat tinggal warga, dan memfasilitasi para pihak untuk mencapai titik temu.
Asda II Pemkab Serang Tb Entus Mahmud mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM tersebut dengan meninjau lokasi Kampung Glinseng. "Belum ada solusi, karena kedua belah pihak baik warga maupun perusahaan belum ada titik temu masalah jual beli lahan," kata Entus.
Entus mengatakan, pihaknya tidak bisa menekan salah satu pihak untuk menjual atau membeli lahan tersebut. "Tapi nanti kita akan minta pejabat yang terkait seperti Camat untuk membangun komunikasi dengan warga dan perusahaan agar ada titik temu," katanya.
Kepala Bagian Humas PT IKPP Arif Madali usai rapat tersebut enggan berkomentar banyak. "Silakan saja tanyakan ke Pak Asda II," katanya. Saat didesak wartawan, Arif mengungkapkan kendalanya adalah antara perusahaannya dengan warga terbelit masalah pembebasan lahan. "Masalahnya hanya pembebasan lahan, kalau harganya sudah oke, kami juga oke," katanya seraya membantah penilaian Komnas HAM bahwa pihaknya membatasi warga Glinseng.

Penutup
Selamat Ber-empati, berikan dukungan Anda melalui media ini. Semoga terang kan datang buat warga Glinseng. AMien

No comments:
Write komentar

E-learning

Produk Rekomendasi