oleh Romo Gandung Ismanto pada 06 Agustus 2010 jam 18:27
Membaca harian Radar Banten kemarin (05/08) membuat Saya menangis. Sungguh Saya benar-benar menangis melihat kenyataan yang berulang-ulang terjadi tanpa ada kesungguhan dari Pemerintah untuk mengatasinya. Lambat sepertinya menjadi tabiat pemerintah dalam mengambil sikap. Gagap dan reaktif juga nampaknya menjadi kutukan bagi pemerintah. Tak perlu Saya ulangi lagi soal soal kelambanan dan kegagapan pemerintah (pusat) dalam mengatasi ledakan tabung gas, sejuta data dan fakta dapat dengan mudah dihadirkan untuk membuktikannya secara empiris.
Mengapa pula Saya bersedih? Karena seperti halnya "ledakan gas", sekolah roboh juga telah menjadi salah satu bahaya laten yang senantiasa menghantui anak-anak kita yang menjadi calon penerus bangsa di masa depan. Dan kesedihan tentu makin menambah gulana manakala kita membayangkan anak-anak biologis kitalah yang mendapat giliran untuk "menikmati" robohnya kelas-kelas mereka, bahkan mungkin hingga meregang nyawa.
Saya yakin sepenuh hati, ini benar-benar menjadi bahaya laten. Mengapa? Paling tidak dua alasan rasional dapat kita gunakan untuk meyakininya. Pertama, karena umumnya bangunan SD yang ada saat ini adalah bangunan peninggalan program Inpres pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. SDN Katulisan bahkan dibangun jauh sebelumnya, pada tahun 1957. Dengan demikian rata-rata usia bangunan telah mencapai minimal 40 tahun. Dan kedua, paska berlakunya otonomi daerah, ketersediaan anggaran pemeliharaan bangunan menjadi sangat minim, sehingga kekuatan bangunan menjadi makin parah dari tahun ke tahun.
Yang paling menyedihkan lagi adalah tiadanya kapasitas pemerintah untuk mengantisipasinya secara efektif. Tidak adanya upaya sistemik untuk mengaudit kelayakan bangunan sekolah-sekolah yang ada. kalaupun ada, data hasil audit hampir selalu tidak berkorelasi dengan kebijakan dan prioritas anggaran sehingga nasib bangunan-bangunan sekolah menjadi makin terabaikan.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan, dari 4.295 SD, 1.381 (32%) bangunan dalam keadaan rusak, yakni 1.015 rusak ringan dan 366 rusak berat. Sedangkan yang dalam kondisi baik sebanyak 2.914 gedung. Bila data ini benar, lalu pertanyaannya: Inikah yang disebut keberhasilan pembangunan yang kemarin diklaim di LKPJ dan kampanye Pemilukada? Wallahualam.......
Artikel Terkait: