oleh Romo Gandung Ismanto pada 10 Agustus 2010 jam 0:48
Tanggal 10 Agustus mendatang Kota Serang akan memasuki usianya yang ke-3, setelah terbentuk pada tahun 2007 melalui UU No.32 Tahun 2007. Sejak awal pembentukannya pesimisme memang banyak mewarnai wajah Kota Serang, apalagi faktanya Kota Serang dibentuk lebih untuk memenuhi kebutuhan politik sebagai Ibukota Provinsi Banten daripada kebutuhan ekonomi pembangunan dan kesejahteraan. Ini sangat nampak dari kenyataan sebelum pembentukan Kota yang menurut studi kelayakan yang dilakukan oleh STPDN menunjukkan skor akumulatif 2.462 pada alternatif ke-3 yang terkategori secara diskrit sebagai tidak layak, atau lulus bersyarat menurut ketentuan PP No.129/2000. Sekelumit wajah pesimis yang menghantui Kota Serang menjelang terbentuknya paling tidak terrepresentasi dari hasil riset Survey Kesehatan Daerah yang dilakukan oleh Pusat Kajian Biostatistika dan Informatika Kesehatan (Puskabik) FKM Universitas Indonesia pada tahun 2007 antara lain: (1) Persalinan oleh tenaga kesehatan baru 48,5%, (Banten 59,7%); (2) Pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan baru mencapai 67,5%; (3) 85,5% anggota RT di serang adalah perokok aktif; (4) Perhatian terhadap kepemilikan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) masih rendah sangat rendah (23%); (5) baru sekitar 69,8% RT yang memiliki akses terhadap air bersih; (6) baru 42,7% RT yang memiliki luas lantai minimal 9m2 per orang; (7) 78,9% RT telah memiliki lantai bukan tanah; (8) baru 51% RT yang memiliki dan menggunakan jamban bersih; (9) baru 50,1% anggota RT yang aktif berolahraga; dan (10) baru sekitar 22% yang biasa dan dapat mengkonsumsi minimal 5 porsi kombinasi sayur dan buah setiap harinya Di samping itu, data BPS juga menunjukkan angka kemiskinan yang cukup tinggi, mencapai 18.404 rumah tangga.
Kini, di usianya yang ketiga sejumlah permasalahan di atas nampaknya masih menjadi bagian inheren dari wajah kota saat ini. Kemiskinan bertambah hingga 20.984 KK (BPS), atau 28.320 KK menurut versi P2KP dan 129.000 jiwa menurut versi dinas kesehatan. Pengangguran juga masih menjadi masalah besar di Kota Serang, dimana menurut catatan BPS mencapai 17,57% dari total usia produktif, yang duduk pada peringkat tertinggi ke-2 di Provinsi Banten, dan di atas rata-rata Provinsi yang mencapai 14,97%. Menurut data Kementrian Keuangan, indeks Persentase Penduduk Miskin Daerah (IPPMD) Kota Serang bahkan berada pada peringkat tertinggi ke-3 bersama-sama dengan kabupaten Induknya dengan indeks sebesar 0,945.
Kapasitas fiskal daerah juga belum banyak berubah signifikan. Pemerintah Kota masih mengalami kesulitan sangat besar dalam upayanya meningkatkan PAD guna memenuhi kebutuhan anggaran yang memadai untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan publik di Kota Serang. Sumber di Kementerian Keuangan bahkan mencatat Indeks Fiskal Kota Serang pada tahun 2010 berada pada peringkat terrendah se-Provinsi Banten dengan indeks 0,118.
Masalah pemenuhan infrastruktur kota, master plan tata kota yang tidak jelas, kesemrawutan angkutan umum, serta meningkatnya masalah-masalah kesejahteraan sosial (gepeng, anjal, prostitusi, dan kriminalitas), sepertinya juga masih menghiasi wajah Kota Serang di usianya yang ke-3 ini.
Baik Alam Darussalam (Kepala Bappeda) maupun Qomarudin (Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah) mengakui fakta sejumlah permasalahan di atas, kendati menyebutkan juga sejumlah prestasi. Misalnya, angka harapan hidup (AHH) Kota Serang sekarang 62,5, peringkat ke-28 se Indonesia. APBD juga meningkat hingga 450M kendati PAD masih stagnan pada angka 18M.
Matin Syarkowi, salah seorang elemen masyarakat dalam proses pembentukan Kota Serang - Koordinator Tim Gabungan Percepatan Pembentukan Serang Kota, membenarkan semua sinyalemen di atas. Menurutnya, itu terjadi karena visi dan misi sebagaimana tertuang dalam RPJPD dan RPJMD tidak membumi, tidak realistis, dan tidak berdasarkan pada fakta masalah-masalah dan potensi yang ada di Kota Serang. Walaupun beliau menyatakan belum gagal, namun ia mengingatkan kepada Pemerintah Kota untuk belajar dari pengalaman Provinsi Banten. Jangan sampai Kota Serang justru mengulangi kesalahan yang sama seperti terjadi di Provinsi saat ini.
Yang cukup menarik adalah, bahwa salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi pemerintahan saat ini adalah persoalan disharmoni yang sangat nyata di tingkat pimpinan daerah, sehingga menyebabkan kebingungan aparatur di satu sisi, dan blok-blok kepentingan politik yang tidak sehat. Ditambah persoalan lemahnya kepemimpinan karena sakit serius yang diderita Walikota serta kurang memadainya kapasitas wakil walikota untuk menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan daerah.
Walaupun pada banyak sisi ada banyak perbedaan pandangan antarnarasumber, namun keempatnya setuju bahwa masih banyak PR yang belum dapat diselesaikan. Hal ini membutuhkan perubahan mendasar pada paradigma dan perilaku seluruh stakeholder di Kota Serang, untuk bahu membahu bekerja keras guna memajukan Kota dan Masyarakatnya. Dan pada akhirnya, semua optimis bahwa Kota Serang masih memiliki masa depan yang cerah kendati saat ini masih dirundung banyak masalah. Semoga. Amien....
No comments:
Write komentar