I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelabuhan perikanan samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) merupakan salah satu dari pelabuhan perikanan samudera yang ada di Indonesia. Dalam pelaksanaannya di lapangan pelabuhan perikanan samudera ini memiliki fasilitas pendukung seperti instalasi listrik, cold storage, pabrik es, bengkel kapal, darmaga, unit pengolahan limbah, dan fasilitas pendukung lainnya yang sebagian dikelola oleh perusahaan umum prasarana perikanan samudera cabang Jakarta dan sebagian lagi dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta, Departemen Kelautan dan Perikanan. Komoditas utama dari pelabuhan perikanan samudera ini adalah madidihang atau yellow fin tuna, tuna mata besar atau big eyes tuna, dan cakalang. Selain itu, PPSNZJ juga menerima komoditas lain seperti cucut, pari, tenggiri, kakap merah, kakap batu, tongkol, cunang, dan ikan laut ekonomis penting lainnya.
Pengolahan dan pengemasan atau packing tuna di PPSNZJ merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena berpengaruh terhadap kualitas tuna. Semakin baik proses pengolahan dan pengemasan maka kualitas tuna yang dihasilkan akan semakin baik dan harganya pun semakin tinggi di pasaran. Selain itu, proses pengolahan tuna penting untuk diperhatikan karena tuna termasuk komoditas utama dari PPSNZJ dan menghasilkan devisa bagi Negara Republik Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan usaha pengolahan dan pengemasan tuna segar di PPSNZJ, pemerintah yang dalam hal ini diberi kewenangan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan untuk melakukan usaha perbaikan terhadap PPSNZJ seperti menaikkan tinggi pelabuhan, meninggikan penahan air laut, dan meninggikan jalan. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya air laut ke dalam pelabuhan atau banjir rob. Banjir rob yang terjadi semenjak beberapa tahun lalu telah menyebabkan beberapa perusahaan pengolahan dan pengemasan yang ada di PPSNZJ “gulung tikar” dan sebagian lagi menghentikan proses produksinya dalam jangka waktu yang cukup lama yaitu sekitar 2 hingga 3 tahun.
1.2 Tujuan
Secara umum kegiatan praktek lapang ini bertujuan untuk mengetahui proses pengolahan dan pengemasan tuna segar di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta.
II. METODOLOGI
2.1. Wilayah Administrasi
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) berdiri sejak tahun 2000, berada di Dramaga Timur, RW 17, kecamatan Penjaringan, Muara Baru, Jakarta Utara. Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman berada pada wilayah pengelolaan WPP 9 yaitu Samudera Hindia. PPSNZJ merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab melakukan tugas-tugas umum pemerintahan di pelabuhan. Dalam pelaksanaan tugasnya PPSNZJ dibantu beberapa nstansi termasuk perum cabang Jakarta.
Daerah pelabuhan perikanan samudera ini memiliki beberapa sarana dan prasarana seperti gedung, unit pengolahan limbah, mercusuar, galangan kapal, cold storage, pabrik es, TPI, PPI, mes, MCK, kantin, koperasi, pos keamanan, pos kamla, balai bina mutu, dan lain sebagainya yang menunjang sec
ktor perikanan di pelabuhan perikanan samudera tersebut.
2.2. Kondisi Geofisik Wilayah
Wilayah PPSNZJ merupakan daerah reklamasi pantai yang dibangun sekitar tahun 1980. Secara geografis berada pada 106o48’254” BT dan 6o06’065” LS. Daerah pelabuhan sangat rawan banjir pasang karena berada di daerah intertidal dan berpotensi mengalami penurunan daratan 6 cm/tahun. Selain itu di daerah ini juga berbau busuk akibat limbah pengolahan ikan dari pabrik yang tidak ditangani dengan baik. Untuk mengatasi masalah banjir rob tersebut, PPSNZJ mendapat suntikan dana dari uni eropa yang sebagian besar digunakan untuk peninggian pelabuhan.
2.3. Kondisi Sosial
PPSNZJ dihuni oleh penduduk lokal dan keturunan. Penduduk keturunan sebagian besar adalah etnis Cina yang telah mendiami daerah ini selama puluhan bahkan ratusan tahun. Mata pencarian mereka sebagian besar adalah wiraswasta.
III. PEMBAHASAN
3.1. Prapenangkapan Tuna
Perencanaan yang matang dalam kegiatan penangkapan tuna sangat diperlukan karena daerah penangkapan tuna jenis madidihang dan tuna mata besar berada di samudera Hindia dan waktu yang dibutuhkan dalam proses penangkapan juga memakan waktu yang lama. Kapal tuna longline yang sebagian besar berbahan dasar kayu ini dalam pelayarannya dapat menghabiskan waktu sekitar 4-12 bulan tergantung dari jumlah tuna yang ditangkap. Kapal akan pulang apabila minimal jumlah tuna yang ditangkap telah menutupi biaya operasional. Untuk menghindari penurunan kualitas tuna karena terlalu lama disimpan, kapal tuna longline biasanya menitipkan muatannya ke kapal lain dan kapal pengangkut untuk dibawa ke darat. Hal yang disiapkan pada saat keberangkatan adalah air bersih, makanan, solar, rawai tuna, alat keselamatan di laut, dan anak buah kapal itu sendiri. Secara umum setiap kapal terdiri dari nahkoda, anak buah kapal (ABK), teknisi mesin, dan koki.
3.2. Pengolahan Tuna Segar
Tuna merupakan ikan ekonomis penting yang ada di daerah PPSNZJ, ada dua jenis tuna yang diolah disini yaitu madidihang (Thunnus albacores) dan tuna mata besar (Thunnus obesus). Madidihang memiliki bentuk tubuh lebih ramping dan memiliki sirip dorsal yang lebih panjang dibanding tuna mata besar.
Daerah penangkapan tuna adalah di bagian utara sumatera, berada pada perairan dingin di sekitar pulau Christmas, Australia. Tuna ditangkap menggunakan rawai tuna atau tuna longline. Satu tuna longline biasanya mengoperasikan 1000-2000 mata pancing untuk sekali turun. Setelah ditangkap, isi perut tuna dibuang untuk mencegah pembusukan, jenis penyortiran ini disebut Gillnes (GTT). Lalu langsung dimasukkan ke dalam palka. Ada dua tipe pendinginan pada palka yaitu pendinginan menggunakan es curah dan pendinginan menggunakan freezer. Pendinginan menggunakan freezer lebih baik dibanding es curah. Hal ini dikarenakan suhu pada freezer dapat diatur. Suhu palka dipertahankan di bawah 5oC untuk mencegah kadar histamin naik.
Pada saat tiba di pelabuhan, suhu palka di cek untuk memastikan suhunya masih di bawah 5oC. Setelah di check, penutup seperti tenda di pasang dari kapal ke tempat pendaratan tuna (TPT) untuk menghindari tuna terkena sinar matahari pada saat pemindahan. Sinar matahari dapat menaikkan histamine pada tuna. Proses pemindahan tuna dilakukan secepat mungkin menggunakan slider.
Tuna yang sudah masuk TPT kemudian di cek kualitas dagingnya menggunakan checker (alat berbentuk besi panjang yang dapat mengambil irisan daging tuna) pada bagian belakang sirip pectoral dan pangkal ekor, bagian ini merupakan daerah yang tidak diperlukan di restoran.
Kriteria penentuan kualitas daging tuna umumnya meliputi komponen dibawah ini:
1. Tekstur daging, tuna yang baik memiliki daging yang berserat dan tidak lembek saat dipegang.
2. Warna, tuna yang baik memiliki daging berwarna merah dan mata yang bening.
3. Kandungan minyak, tuna yang baik memiliki kandungan minyak.
Grade pada tuna diinisialkan dari yang kualitasnya bagus hingga yang buruk berturut-turut yaitu AAF, AA, AF, F, A , dan B+ untuk tujuan ekspor dan B untuk pasar lokal. Inisial dalam penentuan grade berbeda untuk beberapa perusahaan.
Tuna yang sudah selesai di cek lalu dibersihkan isi perut, daging di tulang pipi; sirip dorsal, ventral, dan caudal; dan darah untuk menghindari pembusukan. Untuk ekspor ke Amerika sama seperti ekspor ke Negara lain hanya ditambahkan bagian kepala juga dipotong. Setelah itu ditimbang dan diberi label. Pada label tertulis no kapal, berat ikan, jenis ikan, dan grade.
3.3 Pengemasan Tuna
Proses pengemasan sangat penting karena berpengaruh pada kualitas tuna selama diperjalanan. Jika pengemasan tidak baik maka kualitas dari daging tuna akan berubah saat sampai di Negara tujuan ekspor. Tujuan ekspor dari perusahaan pengolahan tuna segar adalah Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Hal yang perlu dipersiapkan untuk pengemasan adalah box karton ukuran 120 x 50 x 40 cm, plastik bening, kertas stereoform, dan biang es. Pertama-tama box disiapkan lalu diberi dua buah plastik ukuran 2 x 1,5 m dan satu kertas steoroform ukuran 1,5 x 1,5 m di dalamnya. Kemudian tuna dimasukkan kedalam box tersebut. Tuna yang dimasukkan biasanya berjumlah 2-3 ekor dalam satu box. Untuk mencegah pembusukan selama perjalanan, biang es di masukkan ke bagian dalam kepala tuna dan di sekitar tubuh tuna. Setelah itu di bungkus dengan plastik tadi. Untuk mencegah es menyublim, plastik tersebut di ikat menggunakan selotip. Selanjutnya box tersebut ditutup dan diberi label. Isi label tersebut adalah tujuan pengiriman, nama pengirim, nama penerima, berat tuna di kemasan, dan grade. Lalu box tersebut diikat menggunakan tali plastik dan diberi selotip di kedua ujungnya untuk mencegah udara masuk. Terakhir dimasukkan ke dalam mobil box dan siap di ekspor.