Thursday, May 26, 2011

Memahami Hakikat Kemerdekaan

 

oleh Romo Gandung Ismanto pada 17 Agustus 2010 jam 6:23
"Bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Semua tentu ingat dengan penggalan kalimat pada paragraf pertama pembukaan UUD kita, sebagian bahkan mungkin hafal, tetapi tidak sedikit yang memahami hakikatnya. Ya, kemerdekaan memang hak semua manusia tetapi penjajahan itu harus terus menerus diperjuangkan untuk dihapuskan karena memang sangat merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan dan merusak tatanan kehidupan manusia karena ketidakadilan yang diciptakannya. Oleh karenanya kata "kemerdekaan" tidak dapat dimaknai secara tunggal karena harus dikaitkan dengan kata "penjajahan"  atau "ketidakmerdekaan" atau "ketergantungan" sebagai antitesisnya, serta kata "kemanusiaan" dan "keadilan" sebagai the end of goal dari eksistensi kemerdekaan, suatu dimensi hakikat dari kemerdekaan. Mengapa? Karena tidak mungkin manusia dapat hidup dalam keadilan dan dijunjung harkat dan martabat kemanusiaannya tanpa memiliki kemerdekaan dalam dirinya.
Tetapi, terdapat jurang yang memisahkan antara kemerdekaan dan perikemanusiaan-perikeadilan itu. Karena kemerdekaan dan keadilan tidak tercipta secara serta merta. Kemerdekaan adalah hak, sebagaimana juga keadilan. Oleh karenanya, sebagai hak, kemerdekaan tidak akan pernah dapat dimiliki oleh setiap manusia tanpa memperjuangkannya. Sepertihalnya surga juga merupakan hak setiap manusia, tetapi tidak pernah diberikan secara cuma-cuma kepada manusia melainkan manusia sendirilah yang harus memperjuangkannya.
Itu sebabnya betapapun secara fisik dan yuridis kita memang telah merdeka, tetapi derajat kemerdekaan yang kita miliki tentu akan sangat berbeda-beda, karena dimensi kemerdekaan yang paling hakikat sesungguhnya terletak pada eksistensi kedirian kemanusiaan yang bersifat personal dan adipersonal. Artinya, kemerdekaan yang hakiki itu bukanlah kemerdekaan fisik sebagaimana yang telah kita miliki saat ini sebagai jasa dari perjuangan para pahlawan, melainkan kemerdekaan jiwa (soul), pikiran (mind), dan hati nurani (conscience) kita. Mengapa? Karena perikemanusiaan dan perikeadilan hanya dapat terwujud  dengan memerdekaan jiwa, pikiran, dan hatinurani setiap manusia.

Lihatlah kenyataan jutaan orang miskin di Indonesia yang karena kemiskinannya kemudian menyebabkan mereka tidak merdeka untuk bersekolah dan memilih sekolah, dan tidak merdeka untuk hidup dan memilih penghidupan yang layak bagi eksistensi kemanusiaannya. Lihatlah realitas jutaan orang yang kemiskinannya kemudian terpenjara dalam kebodohan sehingga tidak mampu memerdekakan dan mengoptimalkan akal budinya guna menjaga dan memuliakan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Lihat juga fakta jutaan manusia yang tersandera oleh kemiskinan dan kebodohan sehingga terus menerus bersedia menggadaikan kemerdekaan dan hati nuraninya dengan selembar uang puluhan ribu rupiah dalam setiap Pemilu dan Pilkada, atau berpindah agama dan keyakinannya hanya karena tawaran sembako, atau bahkan membunuh diri dan keluarganya hanya karena takut menghadapi kenyataan pahit kehidupan yang dianggapnya tidak lagi menyediakan jalan keluar. Inilah kenyataannya. Inilah potret nyata kehidupan sebagian dari bangsa yang menganggap dirinya telah merdeka ini.

Karenanya, kemerdekaan bukanlah tujuan. Para pendiri negara ini telah mengingatkan bahwa kemerdekaan yang diproklamasikan secara politik pada 17 Agustus itu hanyalah jembatan emas guna mewujudkan kemerdekaan yang hakikat, yang dengannya, perikemanusiaan dan perikeadilan itu dapat dimungkinkan untuk dicapai.Yang dengannya, rahmat Allah dapat diwujudkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dirgahayu negeriku, merdeka bangsaku.

Artikel Terkait:

1. Dibalik LKPJ Gubernur Tahun 2010

2.Untukmu Warga Glinseng

3.Bencana Demokrasi di Pandeglang

4. Pembangunan Banten Masih Lamban

5. Biar Angka Yang Bicara (#)

6. Soal Usulan Boleh Bawa Keluarga Saat Kunker DPRD Banten

7. Refleksi Satu Dasawarsa Provinsi Banten

8. Memahami Polemik Rencana Pilgub oleh DPRD: Catatan "SUDUT PANDANG" edisi 23 Agustus 2010

9. Kabupaten Cilangkahan: One Step A Head, Catatan "Sudut Pandang" Edisi 16 Agustus 2010

10. Memahami Hakikat Kemerdekaan

11. Refleksi HUT Kota Serang ke-3, Catatan "Sudut Pandang" edisi 9 Agustus 2010

12. Robohnya SDN Katulisan Cikeusal: Kado Pelantikan Bupati Serang

13. Urgensi Pembangunan Rumah Dinas Gubernur Banten, catatan "sudut pandang" 2 Agustus 2010

No comments:
Write komentar

E-learning

Produk Rekomendasi