Thursday, May 26, 2011

Kabupaten Cilangkahan: One Step A Head, Catatan "Sudut Pandang" Edisi 16 Agustus 2010

 

oleh Romo Gandung Ismanto pada 19 Agustus 2010 jam 6:04
Rencana pembentukan Kabupaten Cilangkahan terus membolasalju di tengah kebijakan moratorium pemekaran daerah yang dipicu oleh kegagalan lebih dari 80% daerah otonom baru (DOB) berdasarkan hasil evaluasi Depdagri sejak tahun 1999 hingga 2009. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN) Bandung dan Universitas Sultan AgengTirtayasa (Untirta) Serang, Kabupaten Cilangkahan dinilai layak untuk dimekarkan dari Kabupaten Lebak berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam UU No.32/2004 dan PP 129/2000 juncto PP No.78/2007. Kabupaten Lebak sendiri layak untuk dimekarkan berdasarkan kriteria PP dimaksud karena dengan skor 421 berdasarka kajian IPDN, Kabupaten Lebak terkategori sangat layak untuk dimekarkan. Sementara bila dimekarkan menjadi dua kabupaten, kabupaten induknya masih memiliki skor kelayakan yang cukup tinggi yaitu sebesar 411, walau sedikit lebih kecil dibandingkan dengan kabupaten pemekarannya yang skornya mencapai 413. Sekedar untuk diketahui bahwa, PP dimaksud mengklasifikasi skor kelayakan menjadi tiga kategori, yaitu total skor 420-500 untuk sangat layak, skor 350-419 untuk layak, dan <350 untuk tidak layak.

Setelah sejumlah persyaratan administratif terpenuhi, DPRD Provinsi Banten kini telah secara resmi menyatakan dukungan formalnya melalui Rapat Paripurna kemarin (11/08), meski sebelumnya sejumlah elemen masyarakat Malingping mendesak agar Paripurna ditunda terlebih dahulu karena belum disepakatinya nama calon kabupaten yang baru dan beberapa hal lainnya. Dengan rekomendasi DPRD Banten tersebut berarti dukungan politik dan administratif telah lengkap. Apalagi secara substansi dukungan DPRD Banten tersebut mencakup dukungan penyediaan anggaran paling sedikit Rp 7,5 M untuk penyelenggaraan pemerintahan selama sekurang-kurangnya dua tahun serta persetujuan dukungan dana pemilihan kepala daerah yang pertama juga sedikitnya Rp 7,5 M.

Rencananya, calon kabupaten baru ini akan beribukota di Kecamatan Malingping serta akan mencakup 9 kecamatan lainnya di wilayah Banten Selatan, yaitu: Kecamatan Cilograng, Cibeber, Wanasalam, Banjarsari, Cijaku, Bayah, Panggarangan, Cihara, dan Cigemblong.
Meski secara formal Bupati Lebak belum memberikan dukungan tertulisnya, namun proses pembentukan Kabupaten Cilangkahan terus bergulir dan dapat terus dilanjutkan melalui proses politik di DPR RI. Dan dengan dukungan Pemerinta Provinsi Banten serta sejumlah dukungan dari elit politik Banten di Jakarta - seperti di DPD RI, DPR RI, pemerintah pusat dan pengusaha nasional – nampaknya Pembentukan Kabupaten Cilangkahanhanya tinggal menunggu waktu saja.

Namun demikian, sejumlah catatan nampaknya juga patut dicermati oleh seluruh elemen pembentukan Kabupaten Cilangkahan, antara lain:
  1. Kemungkinan dipermasalahkannya status hukum kecamatan Cihara dan Cigemblong nampaknya masih terbuka, karena faktanya usia kedua kecamatan tersebut memang belum memenuhi syarat UU, kendati tafsirnya memang dapat diperdebatkan;
  2. Dukungan politik dan administratif dari kabupaten induk juga berpotensi menghambat karena kabupaten induk memiliki peran sentral dalam proses transisi yang harus dilalui oleh kabupaten baru, seperti: dukungan anggaran pada 3 tahun pertama, pengisian personil, pembentukan SOTK, pengisian DPRD, hingga Pemilukada yang pertama. Kabupaten induk juga berperan penting dalam proses penyerahan asset kepada kabupaten baru dalam kurun waktu 5 tahun setelah terbentuk.
  3. Riak-riak kecil dari elemen masyarakat yang terprovokasi untuk tidak mendukung atau menggagalkan pembentukan Kabupaten Cilangkahan juga harus disikapi serius dan hati-hati agar tidak berkembang menjadi penghambat. Sejumlah elemen masyarakat yang menamakan diri Komite Pembentukan Kabupaten Malingping (KPKM) patut didekati, dirangkul, dan diakomodasi aspirasinya agar tidak berkembang menjadi faktor yang dapat membuat setback proses yang telah bergulir jauh hingga saat ini;
  4. Bakor PKC harus terus melipatgandakan propaganda dan sosialisasi terkait sejumlah isu penting, seperti soal kemampuan daerah baru untuk menghidupi dirinya sendiri serta soal nasib kabupaten induk pasca pemekaran. Terkait dengan isu pertama, Bakor PKC harus intens mensosialisasikan fakta hasil riset yang dilakukan oleh Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa bahwa secara obyektif calon Kabupaten Cilangkahan memiliki kemampuan sangat layak untuk berdiri sebagai daerah otonom, bahkan potensi kemampuannya ini sedikit lebih tinggi dibanding kabupaten induknya. Berdasarkan riset kedua lembaga independen tersebut dapat diukur dari indikator Penerimaan Daerah Sendiri atau PDS yang berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta penerimaan sumber daya alam yang mencapai Rp.426,5 juta; sedikit lebih tinggi dibandingkan kabupaten induknya yang hanya mencapai Rp.351.8 juta. Indikator kemampuan ekonomi yang dilihat dari indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita juga menunjukkan angka kecukupan yang tinggi dimana kabupaten induk PDRD perkapitanya sebesar 3,715 dan Cilangkahan selaku daerah pemekaran mencapai 4,757. Sementara indikator rasio PDS terhadap PDRB calon kabupaten Cilangkahan mencapai Rp.1.750,12 sedikit lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Lebak yang mencapai 1.658,24. Sementara terkait dengan isu kedua, dengan dimekarkannya kabupaten Lebak tidak akan berpengaruh terhadap kemampuan daerah induknya di masa depan. Ini paling tidak dibuktikan dengan riset IPDN dan Untirta yang menunjukkan bahwa meski potensi Cilangkahan lebih baik dari Lebak bukan berarti akan membuat kabupaten induknya terpuruk karena dengan skor sebesar 421, kabupaten induk  masih dalam kategori sangat mampu dan sangat direkomendasikan untuk dimekarkan.
Dalam pandangan Saya, secara politik pemekaran Kabupaten Cilangkahan memang sangat dibutuhkan. Tidak hanya untuk kepentingan politik Pemerintah Provinsi, namun lebih daripada itu untuk mewujudkan percepatan pembangunan dan keadilan bagi masyarakat di wilayah Banten Selatan. Mengapa? Karena isu disparitas Utara-Selatan harus diakui sebagai isu mainstream yang telah diusung oleh para pendiri Provinsi Banten yang hingga kini relatif gagal untuk diwujudkan oleh Pemerintah Provinsi Banten. Bahkan menurut Saya, wilayah selatan-lah yang  secara politis berjasa besar bagi pembentukan Provinsi Banten karena faktanya wilayah selatan-lah yang selalu "dijual" untuk meyakinkan elit di pusat tentang fakta ketimpangan, kegagalan pembangunan, penganaktirian, dan ketidakadilan yang terjadi di selatan sebagai dampak dari politik pembangunan yang dianut Provinsi Jawa Barat saat itu. Dengan demikian,  membolasaljunya gerakan masyarakat untuk pembentukan Kabupaten Cilangkahan ini mau tidak mau telah menggiring provinsi untuk tidak bisa memilih pilihan lain kecuali mendukung penuh rencana pemekaran tersebut. Terlepas dari itu semua, bahwa provinsi memiliki interest dalam pembentukan Kabupaten Cilangkahan adalah kenyataan yang tidak dapat dinafikkan, apalagi hal ini sinergis dengan keinginan masyarakatnya sendiri untuk mewujudkan kehidupan bernegara yang lebih adil buat mereka. Dan berdasarkan kenyataan tersebut, secara substansi Saya mensimplifikasi adanya kesamaan latar belakang yang menjadi isu mainstream antara pembentukan Provinsi Banten pada tahun 2000 dengan rencana pembentukan Kabupaten Cilangkahan saat ini. Bahkan pada beberapa segi, proses sejarahnya nyaris berulang, terutama soal daerah induknya yang "berat hati" untuk melepas "anaknya" untuk mandiri menjadi daerah otonom.

Terlepas dari itu semua, harusnya tidak ada satu pun orang di muka bumi ini yang tidak setuju dengan rencana pembentukan Kabupaten Cilangkahan tersebut, sama halnya dengan pembentukan Provinsi Banten 10 tahun yang lalu. Mengapa? Ya, karena disanalah wajah masa lalu Banten yang menjadi stigma wajahnya saat ini, yang identik dengan ketertinggalan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Artinya, Banten Selatan sekali lagi menjadi kunci untuk mentransformasi Banten dari stigma yang serba negatif menjadi Banten masa depan yang lebih beradab, tentu saja dengan asumsi bahwa kesungguhan untuk mewujudkan harapan itu benar-benar dapat direalisasikan pasca terbentuknya Kabupaten Cilangkahan tersebut tanpa ditunggangi kepentingan orang per orang atau sekelompok elit yang terindikasi berambisi meluaskan pengaruhnya di wilayah Selatan yang diproyeksikan akan menjadi pusat pertumbuhan baru di Provinsi Banten dengan keunggulan potensi pertambangan berskala internasional. Semoga.


Artikel Terkait:

1. Dibalik LKPJ Gubernur Tahun 2010

2.Untukmu Warga Glinseng

3.Bencana Demokrasi di Pandeglang

4. Pembangunan Banten Masih Lamban

5. Biar Angka Yang Bicara (#)

6. Soal Usulan Boleh Bawa Keluarga Saat Kunker DPRD Banten

7. Refleksi Satu Dasawarsa Provinsi Banten

8. Memahami Polemik Rencana Pilgub oleh DPRD: Catatan "SUDUT PANDANG" edisi 23 Agustus 2010

9. Kabupaten Cilangkahan: One Step A Head, Catatan "Sudut Pandang" Edisi 16 Agustus 2010

10. Memahami Hakikat Kemerdekaan

11. Refleksi HUT Kota Serang ke-3, Catatan "Sudut Pandang" edisi 9 Agustus 2010

12. Robohnya SDN Katulisan Cikeusal: Kado Pelantikan Bupati Serang

13. Urgensi Pembangunan Rumah Dinas Gubernur Banten, catatan "sudut pandang" 2 Agustus 2010

No comments:
Write komentar

E-learning

Produk Rekomendasi