Thursday, May 26, 2011

Indikator Makro Sosial BudayaKabupaten Pandeglang 2006

BPS Pandeglang 2006


 


 

BAB IV

PENDIDIKAN


 

Pembangunan bidang pendidikan merupakan hal yang penting dalam proses pembangunan nasional dan regional karena pembangunan bidang pendidikan akan meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang ada di suatu wilayah. Upaya melaksanakan pembangunan di bidang pendidikan yang terarah dan tepat sasaran telah ditentukan visi pendidikan nasional yaitu "terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berakhlak, berkeahlian, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di dukung oleh manusia indonesia yang sehat, mandiri, beriman, betaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air berdasarkan hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin".

Permasalahan pendidikan yang menonjol pada saat ini yaitu masih rendahnya pemerataan sarana dan prasarana pendidikan antar wilayah perkotaan dan pedesaan pada semua jenjang pendidikan.

Untuk mengatasi permasalahan pembangunan di bidang pendidikan tersebut telah ditetapkan tujuh program pembangunan di bidang pendidikan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS 2000-2004) yaitu:

(1) Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah; (2) Program Pendidikan Menengah; (3) Program Pendidikan Tinggi; (4) Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah; (5) Program Sinkronisasi dan koordinasi Pembangunan Pendidikan Nasional; (6) Program Penelitian, Peningkatan Kapasitas, dan Pengembangan Kemampuan Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; serta (7) Program Peningkatan Kemandirian dan Keunggulan Ilmu dan Teknologi.

Pada masing-masing program tersebut mempunyai sasaran yang harus dicapai. Khusus program pembinaan pendidikan dasar dan prasekolah serta program pendidikan menengah sasaran yang ingin dicapai adalah (1) meningkatnya angka partisipasi kasar (APK); (2) terwujudnya organisasi sekolah di setiap kabupaten/kota yang lebih demokratis, transparan, efisien, serta mendorong partisipasi masyarakat; (3) terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis sekolah/masyarakat (school/community based management) dengan mengenalkan konsep dan merintis pembentukan Dewan Sekolah di setiap kabupaten/kota serta pemberdayaan atau pembentukan Komite Sekolah. Selain itu untuk program pendidikan menengah termuat sasaran untuk meningkatkan daya tampung lulusan SLTP dan MTs sebagai hasil penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.

4.1.     Tingkat Pendidikan

    Tolak ukur yang sangat mendasar di bidang pendidikan adalah persentase penduduk 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis.Kemampuan membaca dan menulis dibedakan terhadap huruf latin, huruf lainnya, dan tidak dapat membaca dan menulis. Dalam tulisan ini yang dimaksud buta huruf adalah penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin. Kemampuan membaca dan menulis huruf latin akan menjadikan seseorang mampu untuk menambah pengetahuan baik dari media cetak maupun media elektronik. Kemampuan baca tulis tercermin dari data Angka Melek Huruf, dalam hal ini merupakan persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin. Penduduk Pandeglang yang sudah mampu membaca dan menulis huruf latin tahun 2006 mencapai 95,5 persen, sisanya sebanyak 4,5 persen adalah penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis (buta huruf), penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis sebagian besar terkonsentrasi pada penduduk usia tua yaitu penduduk yang berumur 45 tahun keatas. Bila dibandingkan antara penduduk laki-laki dan perempuan, maka penduduk laki-laki lebih banyak yang sudah mampu membaca dan menulis, seperti terlihat pada tabel 4.1 yaitu untuk penduduk laki-laki sebesar 97,30 persen, sedangkan untuk perempuan sebesar 94,31 persen.


 

Tabel 4.1

Angka Melek Huruf (Latin) Penduduk Usia 10 Tahun

Ke Atas Menurut Jenis Kelamin

Di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2005-2006


 

Jenis Kelamin 

2005

2006

(1) 

(2) 

(3) 

Laki-laki 

97,27 

97,30

Perempuan 

94,34 

94,31

Laki-laki + Perempuan 

95,50 

95,50 

Sumber : Susenas Tahun 2005 dan 2006

    

Indikator lain untuk melihat tingkat pendidikan adalah Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Rata-rata lama sekolah menunjukkan berapa lama penduduk Pandeglang mampu menyekolahkan anaknya. Rata-rata lama sekolah penduduk Pandeglang tahun 2006 mencapai 6,8 tahun, ini berarti rata-rata pendidikan penduduk Pandeglang baru sampai jenjang SLTP kelas satu. Jadi secara umum tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk pandeglang hanya lulus SD dan sedikit yang melanjutkan ke SLTP. Angka ini lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 6,4 tahun.


 

Grafik 4.1

Angka Melek Huruf (Latin) Penduduk Usia 10 Tahun

Ke Atas Menurut Jenis Kelamin

Di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2005-2006


 


 


 

Tabel 4.2

Rata-rata Lama Sekolah Penduduk

Kabupaten Pandeglang, Tahun 2005-2006


 

Indikator 

2005

2006

(1) 

(2) 

(3) 

Rata-rata

Lama Sekolah 

6,4

6,8

Sumber : Susenas Tahun 2005 dan 2006


 

Apabila melihat program wajar dikdas 6 tahun, sepertinya Kabupaten Pandeglang sudah cukup berhasil karena rata-rata penduduk usia sekolah mampu bersekolah sampai kelas satu SLTP. Namun, untuk program wajar dikdas 9 tahun kiranya masih banyak yang harus dilakukan. Program ini dikatakan berhasil apabila Angka Partisipasi Sekolah anak usia 7-15 tahun mencapai 100 persen dengan kata lain seluruh anak usia SD dan SLTP dalam keadaan bersekolah. Melihat perkembangan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencapai rata-rata lama sekolah 9 tahun akan memerlukan waktu yang cukup panjang. Kiranya dibutuhkan program-program untuk mempermudah akses masyarakat ke sarana pendidikan setingkat SLTP dan menyadarkan masyarakat khususnya masyarakat daerah yang sulit untuk menjangkau SLTP selain menambah sarana dan prasarana sekolah SLTP.


 

Tabel 4.3

Persentase Penduduk 10 Tahun Ke Atas Menurut

Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2005-2006


 

Tingkat/Jenjang Pendidikan 

2005

2006 

(1) 

(2) 

(3) 

Tidak/Belum Tamat SD/MI 

37,44 

30,28 

SD/MI 

43,47 

46,32 

SLTP 

11,39 

13,80 

SLTA/SMK 

6,24 

6,65 

Diploma-PT 

1,45 

2,95 

J U M L A H 

100,00

(853.750)

100,00

(867.410)

Sumber : Susenas Tahun 2005 dan 2006

    Selain indikator AMH dan Rata-rata Lama Sekolah, gambaran kualitas SDM Pandeglang dapat dilihat juga dari pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk itu sendiri. Pendidikan yang ditamatkan penduduk Pandeglang tahun 2006 paling banyak adalah masih tingkat SD sederajat yaitu sebesar 46,32 persen. Sedangkan SLTP hanya 13,80 persen. Yang sangat mengkhawatirkan adalah masih banyak penduduk yang tidak/belum tamat SD sederajat yang mencapai 30,28 persen, dimana pada kelompok ini masih terindikasi adanya penduduk diluar usia wajar dikdas (usia dewasa/tua).

4.2.     Tingkat Partisipasi Sekolah

Untuk melihat perkembangan program pendidikan dari sisi masyarakat, dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah (APS). Angka ini menunjukkan persentase anak usia sekolah yang masih bersekolah pada usia sekolah SD sederajat, SLTP dan SLTA. Angka ini juga menunjukkan berapa besar partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan program pendidikan yang digulirkan pemerintah.

Melihat APS Pandeglang, menunjukkan bahwa secara umum untuk semua usia sekolah baik SD, SLTP dan SLTA cenderung mengalami peningkatan. APS SD meningkat dari 92,13 persen pada tahun 2005 menjadi 96,80 persen pada tahun 2006. Begitu juga APS SLTP dan SLTA masing-masing pada tahun 2005 mencapai 61,89 persen dan 27,92 persen naik masing-masing menjadi 80,07 persen dan 36,34 persen pada tahun 2006.


 


 


 


 


 

Tabel 4.4

Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah

Penduduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2005-2006


 

Kelompok Umur 

2005 

2006 

(1) 

(2) 

(3) 

7 – 12 (Usia SD) 

  

Laki-laki 

90,32

94,90 

Perempuan 

94,32

99,10 

Laki-laki + Perempuan 

92,13

96,80 

13 – 15 (Usia SLTP) 

  

Laki-laki 

60,71

78,58 

Perempuan 

63,12

81,66 

Laki-laki + Perempuan 

61,89

80,07 

16 – 18 (Usia SMA) 

  

Laki-laki 

27,44

35,72 

Perempuan 

28,52

37,12 

Laki-laki + Perempuan 

27,92

36,34 

Sumber : Susenas Tahun 2005 dan 2006

Selain APS, biasanya untuk melihat pasrtisipasi masyarakat terhadap sekolah digunakan juga Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK). Angka Partisipasi Murni merupakan persentase penduduk usia sekolah tertentu yang bersekolah pada jenjang sekolah tersebut terhadap jumlah penduduk usia sekolah yang dimaksud. Sedangkan Angka Partisipasi Kasar merupakan Persentase penduduk yang sekolah pada suatu jenjang pendidikan terhadap jumlah penduduk usia pendidikan tertentu.


 


 


 

Tabel 4.5

Angka Partisipasi Sekolah, Angka Partisipasi Murni

dan Angka Partisipasi Kasar Menurut Usia Sekolah

Pendduk Kabupaten Pandeglang, Tahun 2006-2007


 

Kelompok Umur 

APS 

APM 

APK 

(1) 

(2) 

(3) 

(4) 

7 – 12 (Usia SD) 

   

Laki-laki 

94,90

93,65 

106,14 

Perempuan 

99,10 

99,10 

112,46 

Laki-laki + Perempuan 

96,80 

96,12 

109,01 

13 – 15 (Usia SLTP) 

   

Laki-laki 

78,58 

49,20 

66,27 

Perempuan 

81,66 

61,06 

67,45 

Laki-laki + Perempuan 

80,07 

55,00 

66,83 

16 – 18 (Usia SMA) 

   

Laki-laki 

35,72 

23,25 

26,26 

Perempuan 

37,12 

29,23 

32,20 

Laki-laki + Perempuan 

36,34 

25,90 

28,89 

Sumber : Susenas Tahun 2006

Bila dibandingkan antara ketiga angka partisipasi di atas, maka untuk usia sekolah SD, APS berada di antara nilai APM dan APK. Hal ini menunjukkan adanya penduduk yang berusia di luar 7 sampai 12 tahun yang bersekolah di Sekolah Dasar dan penduduk yang berusia 7 sampai 12 tahun yang sekolah di luar SD. Pada umumnya APM selalu lebih kecil dari APS, selisihnya menunjukkan persentase penduduk usia SD/ SLTP/ SLTA yang bersekolah di luar SD/SLTP/SLTA. Selisih APS SD dan APM SD 0,68 persen yang menunjukkan dari 100 penduduk usia SD yang bersekolah, sekitar 6 sampai 7 orang yang bersekolah di luar SD, kemungkinan bersekolah di SLTP, hal yang sama juga terjadi pada indikator APS dan APM SLTP dan SLTA.

    Perbedaan APK dengan APM menunjukkan adanya penduduk yang di luar usia SD bersekolah di SD. Ini menunjukkan pula bahwa ada penduduk yang terlalu cepat masuk sekolah SD seperti anak usia 5 atau 6 tahun yang sudah masuk sekolah SD, selain itu juga ada yang terlambat masuk sekolah SD sehingga ketika usia lebih dari 12 tahun masih bersekolah di SD. Selisih APK dengan APM SD sebesar 12,89 persen, menunjukkan bahwa dari 100 orang penduduk usia sekolah SD ada 12 sampai 13 orang siswa SD yang usianya diluar usia SD (7 – 12 tahun)

    Untuk usia SLTP, angka partisipasi sekolah adalah 80,07 persen, 55,00 persen dan 66,83 persen masing-masing untuk APS, APM dan APK. Bila dibandingkan antara APS dan APM, selisihnya 25,07 persen yang menunjukkan bahwa dari 100 orang penduduk usia SLTP (13 – 15 tahun) ada 25 sampai 26 orang yang sebagian masih bersekolah di SD dan sebagian lagi sudah bersekolah di SLTA. Sedangkan selisih APM dengan APK sebesar 11,83 persen yang menunjukkan bahwa dari 100 orang siswa SLTP ada 11 sampai 12 yang usianya di luar usia SLTP (13-15 tahun), kemungkinannya adalah penduduk usia 12 tahun dan 16 tahun.

    Untuk usia SLTA, angka partisipasi sekolah adalah 36,34 persen, 25,90 persen dan 28,89 persen masing-masing untuk APS, APM dan APK. Bila dibandingkan antara APS dan APM, selisihnya 10,44 persen yang menunjukkan bahwa dari 100 orang penduduk usia SLTA (16 – 18 tahun) ada sekitar 10 sampai 11 orang yang bersekolah di SLTP maupun di bangku kuliah. Sedangkan selisih APM dengan APK sebesar 2,99 persen yang menunjukkan bahwa dari 100 orang siswa SLTA ada 2 sampai 3 orang yang usianya di luar usia SLTA.

    Bila dibandingkan angka APS dengan APK akan terlihat lebih banyak penduduk usia sekolah tertentu yang bersekolah pada bangku sekolah yang lain atau penduduk yang usia di luar sekolah tertentu yang bersekolah di jenjang sekolah tersebut. APK lebih besar dari APS hanya pada jenjang sekolah SD, sedangkan untuk SLTP dan SLTA angka APK lebih kecil dari angka APS. Hal ini menunjukkan bahwa, untuk jenjang sekolah SD penduduk usia SD yang sekolah di SLTP lebih sedikit dibandingkan penduduk usia SLTP yang bersekolah di SD. Sedangkan untuk jenjang sekolah SLTP penduduk usia SLTP yang bersekolah di luar SLTP lebih banyak dari pada penduduk usia SD dan penduduk usia SLTA yang bersekolah di SLTP. Begitu juga untuk jenjang sekolah SLTA, sama halnya yang terjadi dengan jenjang sekolah SLTP. Dari tabel 4.5 Terlihat adanya peningkatan baik untuk APS, APM, maupun APK diseluruh jenjang pendidikan baik SD, SLTP, dan SLTA tetapi apabila dilihat secara seksama maka terjadi peningkatan yang signifikan pada jenjang pendidikan tingkat SLTP. Peningkatan APS, APM, dan APK untuk semua jenjang pendidikan, ini berarti bahwa penduduk kabupaten Pandeglang semakin mengerti akan pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anaknya.

Bila dibandingkan berdasarkan jenis kelamin, angka partisipasi sekolah baik APS, APM dan APK Pandeglang tahun 2006 menunjukkan bahwa partisipasi sekolah penduduk perempuan lebih besar dari penduduk laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa pada bidang pendidikan, tidak terjadi adanya kesenjangan gender. Masyarakat Pandeglang sebagian sudah tidak lagi membeda-bedakan antara anak laki-laki dan perempuan dalam hal menyekolahkan anaknya, bahkan anak perempuan persentasenya lebih tinggi.

4.3.     Fasilitas Pendidikan

Apabila berbicara tentang program pendidikan, hal yang paling penting adalah fasilitas pendidikan itu sendiri. Fasilitas pendidikan khususnya sarana berupa gedung merupakan hal yang penting karena merupakan tempat di mana terjadinya proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Selain itu ketersediaan tenaga pengajar yang profesional juga merupakan hal yang penting dalam meningkatkan mutu pendidikan suatu wilayah.

Jumlah sarana sekolah, Guru dan Siswa tahun ajaran 2006/2007 dapat dilihat pada tabel 4.6. Tahun ajaran 2006/2007 rata-rata sekolah tingkat SD menampung 182,63 siswa dengan jumlah guru per sekolah rata-rata 9,93 orang dan sekolah Tingkat SLTP rata-rata menampung 271,94 siswa dengan jumlah guru rata-rata 22,04 orang per sekolah. Sedangkan untuk sekolah tingkat SLTA rata-rata menampung 231,86 siswa dengan rata-rata banyaknya guru per sekolah 21,98 orang.

Melihat angka di atas kelihatannya baik gedung, maupun guru dari sisi jumlah sudah cukup memadai, namun yang harus diperhatikan sekarang adalah kualitas pendidikan, kondisi fisik sekolah dan akses masyarakat terhadap sekolah, apakah kondisinya sudah memadai dan mudah dijangkau atau tidak?. Begitu juga kondisi guru dimana sebagian mereka masih berstatus bukan pegawai negeri yang perlu diperhatikan kesejahteraannya.

Melihat rasio murid guru, kelihatnnya sudah cukup baik bahkan jumlah guru untuk mengawasi murid cenderung berlebih. Pada tahun ajaran 2006/2007 satu orang guru SD mengajar atau mengawasi 18 sampai 19 orang siswa, satu orang guru SLTP mengajar atau mengawasi 12 sampai 13 orang siswa. Sedangkan satu orang guru SLTA mengajar atau mengawasi 10 sampai 11 orang siswa.


 

Tabel 4.6

Jumlah Sekolah, Guru, Murid dan Rasio Murid-Guru Menurut

Jenjang Sekolah di Kabupaten Pandeglang, Tahun ajaran 2006/2007


 

Jenjang Sekolah 

Jumlah Sekolah 

Guru 

Murid 

Rasio Murid-Guru 

(1) 

(2) 

(3) 

(4) 

(5) 

SD sederajat 

1.006

9.990 

183.722 

18,39 

SLTP sederajat 

183 

4.033 

49.765 

12,34 

SLTA sederajat 

94 

2.066 

21.795 

10,55 

Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pendidikan kab. Pandeglang 2006

Bila dikaitkan dengan indikator pendidikan lainnya, terlihat ada hal yang cukup kontradiktif. Jumlah sekolah dan ketersediaan tenaga pengajar cukup banyak, namun partisipasi masyarakat terhadap sekolah tingkat SLTP dan SLTA masih cenderung rendah. Ini mungkin menunjukkan bahwa program dari pemerintah sudah siap untuk melayani masyarakat dalam bidang pendidikan, namun respon masyarakat masih perlu ditingkatkan lagi sehingga termotivasi untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang SLTP dan SLTA karena untuk tingkat SD sudah cukup baik. Ada beberapa alasan yang menyebabkan masih kurangnya respon masyarakat terhadap dunia pendidikan, antara lain : Pertama, kesadaran masyarakat masih relatif rendah, Kedua, akses ke sarana sekolah cukup jauh, Ketiga, karena alasan ekonomi. Oleh sebab itu diperlukan program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mempermudah akses ke sekolah dengan menambah sekolah di daerah sulit atau dengan program sekolah terbuka atau lainnya.