Thursday, May 26, 2011

Indikator Makro Sosial BudayaKabupaten Pandeglang 2006


 

Katalog

4107. 3601


 

NASKAH

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang


 

PENERBIT

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang


 

BAB II

KEPENDUDUKAN DAN

KELUARGA BERENCANA (KB)


 


 

Kependudukan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Masalah kependudukan tidak hanya menyangkut masalah kelahiran, kematian dan migrasi, tetapi juga menyangkut masalah sosial budaya, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan yang sangat berpengaruh dalam upaya peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu data kependudukan yang akurat dan tepat waktu sangat dibutuhkan dalam upaya penyelesaian masalah-masalah tersebut.

Dalam pelaksanaan pembangunan, penduduk merupakan faktor yang sangat dominan karena disamping sebagai pelaksana dalam pembangunan, pada akhirnya penduduk merupakan sasaran akhir dari semua perencanaan pembangunan seperti kesejahteraan penduduk, kesehatan penduduk, keamanan penduduk, kualitas sumber daya manusia dan sebagainya. Oleh sebab itu pembangunan bidang kependudukan perlu diarahkan sehingga mempunyai karakteristik yang dapat menunjang keberhasilan pembangunan. Karaktristik penduduk menjadi acuan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dan perencanaan pembangunan. Begitu juga untuk bahan evaluasi, data mengenai kependudukan dapat dijadikan sebagai dasar untuk menilai sejauhmana keberhasilan dan dampak dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.


 

2.1.     Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu indikator penting dalam penentuan kebijakan bidang kependudukan. Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 1990, jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang tercatat sebanyak 859.100 jiwa. Dalam jangka waktu 15 tahun, pada tahun 2005 jumlah penduduk meningkat menjadi 1.106.788 jiwa dan pada tahun 2006 jumlahnya mencapai 1.124.497 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,59 persen dari tahun 2005. Selama periode 1990-2000 rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) menunjukkan angka sekitar 1,71 persen per tahun, sedangkan pada periode 2000 – 2006 rata-rata laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,76 persen.

Berdasarkan data laju pertumbuhan penduduk di atas dimana pada periode 2000-2006 angkanya lebih besar dibandingkan periode sebelumnya, menunjukkan adanya indikasi bahwa seiring bertambahnya jumlah penduduk pada suatu tahun maka laju pertumbuhan penduduk pada tahun tertentu akan lebih besar dari tahun sebelumnya. Meningkatnya jumlah penduduk akan berdampak pada berbagai masalah kependudukan yang sangat serius. Oleh karena itu pembangunan bidang kependudukan dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan berbagai karakteristiknya menjadi sangat penting dan harus dilakukan secara terus menerus, berkesinambungan dengan program pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup penduduk atau kesejahteraan penduduk.

Angka sex ratio penduduk Pandeglang seperti terlihat pada tabel 2.1 dari tahun ke tahun berada pada posisi di atas seratus persen. Hal ini menunjukan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Pada tahun 2006 sex ratio sebesar 105,48 yang berarti bahwa setiap 100 orang penduduk perempuan di Pandeglang ada 105 sampai 106 orang penduduk laki-laki. Hal ini menarik untuk diteliti lebih jauh fenomena apa yang terjadi sehingga di Pandeglang justru penduduk laki-laki yang lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan, apakah jumlah kelahiran laki-laki lebih besar dari perempuan, apakah penduduk perempuan yang sekolah dan bekerja di luar Pandeglang lebih banyak ketimbang penduduk laki-laki? Ataukah tingkat kesehatan penduduk perempuan lebih rendah dari penduduk lak-laki? Ataukah tingkat migrasi keluar penduduk perempuan lebih besar dari penduduk lak-laki? Dan masih banyak lagi hal yang bisa dikaji dari kondisi sex ratio ini.


 

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Rasio

Di Kabupaten Pandeglang, Tahun 1990-2006


 

Tahun 

Penduduk 

Total 

Sex Rasio 

Laki-laki 

Perempuan 

(1) 

(2) 

(3) 

(4) 

(5) 

1990 

434.279 

424.821 

859.100 

102,23 

2000 

518.864 

492.924 

1.011.788 

105,26 

2001 

531.658 

493.430 

1.025.088 

107,75 

2002 

533.526 

507.345 

1.040.871 

105,16 

2003 

553.814 

528.198 

1.082.012 

104,85 

2004 

567.045 

533.866 

1.100.911 

106,21 

2005 

568.156 

538.632 

1.106.788 

105,48 

2006 

577.244 

547.253 

1.124.497 

105,48 

Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang


 

2.2.    Persebaran dan Kepadatan Penduduk

Salah satu fenomena kependudukan yang cukup menonjol adalah sebaran penduduk yang tidak merata. Persebaran penduduk yang tidak merata akan terkait dengan akses penduduk terhadap daya dukung lingkungan baik fisik maupun sosial yang tidak berimbang. Contoh nyata adalah perbedaan persebaran penduduk pada daerah perkotaan (urban) dan pedesaan (rural). Dampak dari ketidak seimbangan sebaran penduduk tersebut berakibat pada perbedaan tingkat kemudahan (akses) penduduk terhadap berbagai fasilitas baik fisik maupun sosial antara penduduk perkotaan dengan penduduk di pedesaan.

Motif utama dari fenomena diatas terjadi karena meningkatnya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota yang antara lain karena ketersediaan lapangan kerja atau usaha dan kemudahan fasilitas sosial di kota lebih mudah dibandingkan di desa sehingga menjadi salah satu tujuan migrasi dan daya tarik penduduk. Dari beberapa literature hasil penelitian, menyebutkan bahwa mayoritas penduduk yang melakukan migrasi ke kota mempunyai alasan yang sama, yaitu untuk mencari pekerjaan/usaha dan menuntut ilmu dalam rangka membuka jalan mencapai kualitas hidup yang lebih baik.

Luas wilayah Kabupaten Pandeglang sebesar 2.746,89 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 sebanyak 1.124.497 jiwa yang setiap km2 wilayah di Kabupaten Pandeglang secara rata-rata ditempati oleh 409 jiwa. Pada tahun 2006, seperti disajikan dalam tabel 2.2 terlihat bahwa penyebaran penduduk antar kecamatan masih terjadi ketimpangan, yang berarti kepadatan penduduk untuk masing-masing daerah belum merata. Kecamatan dengan kepadatan penduduk paling besar adalah Kecamatan Labuan yaitu 3.297 jiwa per km2, angka ini mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 3.245 jiwa per km2. Sedangkan kecamatan paling kecil kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Sumur yaitu 84 jiwa per km2. Kecamatan-kecamatan sekitar Ibukota Kabupaten lebih padat dibandingkan kecamatan-kecamatan di wilayah selatan Kabupaten Pandeglang.

Tingkat kepadatan penduduk akan berpengaruh pada upaya perbaikan tingkat kesejahteraan, mengingat masalah yang sering timbul yang diakibatkan oleh kepadatan penduduk terutama menyangkut kebutuhan perumahan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Distribusi penduduk harus menjadi perhatian khusus pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, setidaknya pembangunan yang dilaksanakan di daerah-daerah yang tinggi tingkat kepadatannya harus berkaitan dengan daya dukung lingkungan dan dapat menciptakan lapangan kerja yang luas bagi penduduk setempat, sehingga tidak cenderung mengundang terjadinya urbanisasi secara besar-besaran.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Tabel 2.2

Kepadatan Penduduk Pandeglang Menurut Kecamatan,

Tahun 2006


 

Kecamatan 

Luas (Km2)

Jumlah Penduduk 

Kepadatan (Jiwa/Km2)

(1) 

(2) 

[3] 

[4] 

SUMUR 

258,54 

21.696 

84 

CIMANGGU 

259,73 

36.923 

142 

CIBALIUNG  

221,88 

25.894

1.117

CIBITUNG 

180,72 

19.796 

110 

CIKEUSIK 

322,76 

49.382 

153 

CIGEULIS 

199,65 

38.595 

193 

PANIMBANG 

248,28 

78.463 

316 

MUNJUL 

75,25 

22.713 

302 

ANGSANA 

64,84 

26.987 

416 

SINDANGRESMI 

65,20 

21.410 

328 

PICUNG 

56,74 

33.838 

596 

BOJONG 

50,72 

33.623 

663

SAKETI 

54,13 

40.248 

744 

CISATA 

44,81 

31.503 

703 

PAGELARAN 

42,76 

33.700 

788 

PATIA 

45,48 

27.466 

604 

SUKARESMI 

57,30 

33.496 

585 

LABUAN 

15,66 

51.627 

3.297 

CARITA 

41,87 

31.911 

762 

JIPUT 

59,73 

33.289 

557

CIKEDAL 

26,00 

30.557 

1.175 

MENES 

34,89 

48.834 

1.400

MANDALAWANGI 

80,19 

44.671 

557

CIMANUK 

23,64 

37.542 

1.588 

CIPEUCANG 

21,16 

27.957 

1.321 

BANJAR 

30,50 

30.308 

994

KADUHEJO 

33,57 

33.700 

1.004

MEKARJAYA 

31,34 

20.659 

659 

PANDEGLANG 

42,58 

86.560 

2.033

CADASARI 

29,20 

33.300 

1.140 

KARANGTANJUNG 

27,77

37.849 

1.363

KAB. PANDEGLANG 

2.746,89 

1.124.497 

409 

Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang, hasil pengolahan tahun 2006


 

2.3 Struktur Umur


 

Tabel 2.3.1

Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2006


 

Kelompok Umur

Laki-laki 

Perempuan 

Jumlah 

[1] 

[2] 

[3] 

[4] 

0 – 4

5 – 9

10 – 14

15 – 19

20 – 24

25 – 29

30 – 34

35 – 39

40 – 44

45 – 49

50 – 54

55 – 59

60 – 64

65 - 69

70 – 74

75 + 

62.318

69.447

72.152

60.285

45.563

42.005

38.289

44.037

34.339

30.833

26.505

16.248

13.816

8.445

8.097

4.865 

64.077

61.245

61.381

49.030

48.925

44.196

38.161

41.416

37.436

26.136

22.578

19.776

11.973

10.288

7.455

3.180 

126.395

130.692

133.533

109.315

94.488

86.201

76.450

85.453

71.775

56.969

49.083

36.024

25.789

18.733

15.552

8.045 

JUMLAH 

577.244 

547.253 

1.124.497 

Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang

Pertumbuhan penduduk suatu daerah sangat dipengaruhi oleh tingkat kelahiran dan besarnya penduduk yang datang. Angka kelahiran yang tinggi akan mengakibatkan komposisi penduduk cenderung pada kelompok usia muda. Keberhasilan pembangunan bidang kependudukan di Kabupaten Pandeglang secara umum di antaranya terlihat pada perubahan komposisi penduduk menurut umur yang tercermin dengan semakin rendahnya proporsi penduduk tidak produktif, yaitu penduduk muda usia (0-14 tahun) dan penduduk usia lanjut (65 tahun keatas). Dengan demikian angka beban ketergantungan atau beban tanggungan (dependency ratio) semakin rendah. Semakin kecil angka beban ketergantungan akan memberikan kesempatan bagi penduduk usia produktif untuk meningkatkan kualitas dirinya. Komposisi penduduk Pandeglang untuk kelompok penduduk usia produktif cukup tinggi, dan apabila diimbangi dengan kualitas yang baik akan merupakan sumber daya penting bagi pembangunan.

Seperti ditunjukkan pada tabel 2.3.2, komposisi umur penduduk Pandeglang belum menunjukan adanya perubahan. Pada tahun 2006 Angka Dependency Ratio (Angka Beban Ketergantungan atau Beban Tanggungan) sebesar 62,62, dengan kata lain rata-rata dari 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) harus menanggung sekitar 62 sampai 63 penduduk yang tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas). Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan secara umum diantaranya terlihat pada perubahan komposisi penduduk menurut kelompok umur yang tercermin dengan semakin rendahnya angka Dependency Ratio. Semakin kecil angka beban tanggungan akan memberikan kesempatan pada penduduk usia produktif untuk meningkatkan kualitas dirinya. Sebaliknya besarnya Angka beban tanggungan akan menghambat proses pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas SDM baik secara individu maipun kolektif. Salah satu upaya yang mungkin dapat dilakukan dalam rangka mengurangi besarnya angka beban ketergantungan adalah dengan menekan angka kelahiran (fertilitas) dan menghindari usia perkawinan muda.


 


 

Tabel 2.3.2

Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur

di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2006


 

Kelompok Umur 

Laki-laki

Perempuan

Total 

(1) 

(2) 

(3) 

(4) 

Anak (0–14)

203.917 (35,33)

186.703 (34,12)

390.620 (34,74)

Produktif (5–64)

351.857 (60,95)

339.627 (62,06)

691.484 (61,49)

Lansia (65 +)

21.470 (3,72)

20.923 (3,82)

42.393 (3,77)

Jumlah

577.244 (100,00)

547.253 (100,00)

1.124.497 (100,00)

Dependency Ratio 

  

62,62 

Sumber : Susenas Tahun 2006

Grafik 2.1

Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur

di Kabupaten Pandeglang, Tahun 2006


 


 

2.4     Keluarga Berencana dan Usia Perkawinan Pertama

Jumlah akseptor KB selama dua tahun terakhir terlihat mengalami penurunan. Pada pada tahun 2005 tercatat sebanyak 139.136 pasangan usia subur (PUS) atau 70,5 persen dari 197.311 PUS menjadi akseptor KB aktif, dan pada tahun 2006 jumlah akseptor KB aktif turun menjadi 126.992 PUS atau 64,21 persen dari 197.786 PUS. Diantara cara/alat kontrasepsi yang ada, ternyata SUNTIK dan PIL merupakan pilihan terbanyak para akseptor KB. Hampir 60 persen akseptor KB menggunakan alat kontrasepsi SUNTIK dan sekitar 22 persen menggunakan PIL, selebihnya sekitar 18 persen akseptor menggunakan alat kontrasepsi IUD, MOP/MOW, IMPLANT dan KONDOM. Preferensi suntikan nampak semakin bertambah, yang tercermin dari meningkatnya persentase pengguna alat kontrasepsi suntikan dibanding tahun 2005 sebesar 56,10 persen menjadi 59,56 persen pada tahun 2006. Beberapa motif dari kondisi diatas, kemungkinan sebagian besar akseptor lebih menyukai cara tersebut dikarenakan harganya relatif murah, mudah diperoleh, praktis dan faktor resikonya relatif kecil dibanding dengan yang lainnya.

Disamping Program Keluarga Berencan (KB), hal lain yang juga mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi rendahnya tingkat fertilitas adalah faktor usia perkawinan pertama. Ini dikarenakan panjangnya masa reproduksi berkaitan dengan umur pertama kali perempuan melakukan pernikahan. Makin muda usia perkawinan pertama pada seorang perempuan maka kecenderungan untuk memiliki anak lebih banyak semakin tinggi.


 


 


 


 


 

Tabel 2.4

Persentase Akseptor KB Aktif

Menurut Cara/Alat Kontrasepsi, 2005-2006


 

Cara/Alat Kontrasepsi 

2005

2006

(1) 

(2) 

(3) 

Pil 

20,68

21,82

AKDR/IUD 

5,37

5,17

Suntikan 

56,10

59,56

Susuk KB/Norplant 

15,04

10,50

Tubektomi 

1,67

1,77

Vasektomi 

0,97

1,06

Kondom 

0,17

0,12

Tradisional/Lainnya

0,00

0,00

T o t a l 

100,00 

100,00 

Jumlah Akseptor KB 

139.136

126.992

% Akseptor KB Aktif

70,50

64,21

Sumber : Dinas Kependudukan, KB dan Capil-Pandeglang

Pendewasaan usia kawin merupakan salah satu komponen vital yang turut menentukan kualitas SDM dan kebahagiaan keluarga termasuk juga kesehatan ibu. Di Kabupaten Pandeglang hal ini perlu mendapat perhatian serius seiring dengan masih besarnya kecenderungan masyarakat untuk kawin muda.

Pada tahun 2006 dari jumlah perempuan yang pernah kawin, persentase perempuan yang melangsungkan perkawinan pertamanya pada umur <=16 tahun sebanyak 34,12 persen. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2005 yang besarnya 39,62 persen. Namun angka ini masih cukup tinggi dan sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan. Lebih spesifik lagi akan berpengaruh terhadap derajat kesehatan penduduk yang digambarkan dengan AHH, AKB, AKI dll. Secara umum, pada tahun 2006 rata-rata usia perkawinan pertama perempuan di Pandeglang adalah pada usia 18,21 tahun, relatif lebih baik (dewasa) dibandingkan tahun 2005 yaitu rata-rata pada usia 17,99 tahun walaupun kurang signifikan.


 

Tabel 2.5

Distribusi Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Umur Perkawinan Pertama, Tahun 2005-2006


 

Umur Perkawinan Pertama 

2005 

2006 

(1) 

(2) 

(3) 

16 tahun ke bawah

39,62 

34,12

17 tahun 

15,04 

15,10

18 tahun 

15,00 

15,08

19 tahun keatas

30,33 

35,72

Rata-rata Usia Kawin Pertama 

17,99 

18,21 

Sumber : Susenas Tahun 2006


 

Grafik 2.2

Distribusi Persentase Perempuan Pernah Kawin Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Umur Perkawinan Pertama, Tahun 2005-2006


 

Pada tabel 2.5 terlihat bahwa persentase usia perkawinan pertama perempuan pandeglang yang melangsungkan perkawinannya pada usia 16 tahun kebawah masih cukup tinggi yaitu sebeanyak 34,12 persen, begitu juga dengn rata-rata usia perkawinan pertama yang relatif masih usia muda yaitu pada usia 18,2 tahun. Kondisi ini tentunya cukup memprihatinkan karena berimplikasi pada resiko yang ditanggungnya akan jauh lebih besar dibandingkan dengan perempuan yang menikah pada usia cukup umur. Perempuan yang menikah di usia muda, secara fisik sangat beresiko mengalami gangguan kelangsungan hidup baik bagi dirinya maupun anaknya.

Sisi lain dampak dari perkawinan muda, secara mental umumnya sangat rentan perceraian karena emosi yang belum stabil. Di samping itu wanita yang melangsungkan perkawinan pada usia muda, akan menambah panjang masa fertilitas dari seorang ibu, yang berimplikasi menambah laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah.