Monday, January 31, 2011

Menggugat Kebijakan Indikator Makro


Menggugat Kebijakan Indikator Makro
Oleh HADY SUTJIPTO S.E., M.Si.
SEBUAH keprihatinan H. Soeharsono Sagir dalam tulisannya Krisis Ekonomi Berkepanjangan (”PR”/­28/2/06). Sebagai dosen Perekonomian Indonesia dari tahun 1984/1985 dan sebagai ekonom, Sagir konsisten mengkritisi indikator makro Indonesia yang lebih dari 20 tahun belum terpecahkan. Dalam tulisan ini saya mencoba mengembangkan sebagai titik tolak memecahkan masalah makro tersebut.
Sudah menjadi kelaziman menggunakan indikator makro ekonomi digunakan sebagai alat ukur keberhasilan ataupun kegagalan perekonomian. Lahirnya angka-angka yang menjadi indikator makro ekonomi tentu memiliki alasan, kriteria dan perhitungan tersendiri. Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah seberapa tepatkah digunakannya suatu indikator sebagai alat ukur perekonomian sehingga tidak terjadi bias atau pengkaburan dari fakta ekonomi sebenarnya?
Permasalahannya, jika indikator yang digunakan bias dari fakta sebenarnya, kebijakan-kebijakan pemerintah juga akan salah arah dan dapat menyebabkan salah urus dan akhirnya terjerumus krisis ekonomi.
Pengalaman Indonesia membuktikan hal ini. Sebelum Juli 1997, pemerintah sangat optimis menatap perekonomian Indonesia. Optimisme pemerintah ini terutama dilandasi dengan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dasawarsa 1990-an yakni antara 6-8 persen, pendapatan perkapita sudah di atas 1.000 dolar AS, dan angka kemiskinan dapat ditekan hingga 15 persen.
Bank Dunia juga tidak ketinggalan memuji Indonesia. Bahkan Bank Dunia dalam laporannya pada bulan Juli 1997 yang bertajuk Indonesia Sustaining Growth with Equity meramalkan Indonesia pada tahun 2005 akan masuk 20 negara dengan perekonomian terbaik di dunia. Meminjam istilah Sritua Arief, everything is beautiful in Indonesia. Dikatakan pula Indonesia merupakan tempat berinvestasi yang paling menarik di dunia bagi investor asing.
Namun semua gemerlap perekonomian Indonesia tersebut redup seiring dengan terjadinya krisis moneter yang sangat berdampak buruk terhadap berbagai bidang kehidupan negara dan masyarakat yang akhirnya melahirkan krisis multidimensi yang berkepanjangan yang dampaknya masih dirasakan sampai sekarang.
Kekeliruan kebijakan
Pembangunan di Indonesia berjalan dengan menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target yang harus dicapai. Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan investasi yang besar supaya perekonomian dalam negeri menghasilkan output (produksi) yang semakin bertambah besar dari periode sebelumnya. Karena keterbatasan tabungan nasional dalam membiayai investasi (saving-investment gap), maka investasi asing (foreign investment) menjadi prioritas penanganan pemerintah dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menurut pandangan ini, otomatis kesempatan kerja semakin terbuka lebar, pendapatan masyarakat meningkat yang digambarkan dengan terus bertambahnya pendapatan perkapita Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, saya menyoroti tiga macam indikator makro ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita dan investasi asing.
Pengukuran pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita di Indonesia menggunakan Produk Domestik Bruto/PDB (gross domestic product/GDP). PDB Indonesia adalah nilai barang dan jasa yang dilakukan oleh seluruh faktor produksi di Indonesia baik yang dimiliki oleh orang Indonesia sendiri maupun oleh orang asing. Jadi PDB tidak menyangkut siapa yang memiliki faktor produksi tetapi menyangkut siapapun yang memiliki faktor produksi di wilayah Indonesia. Sedangkan angka pendapatan perkapita dihasilkan melalui membagi PDB Indonesia pada suatu periode dengan jumlah penduduk Indonesia.
Investasi asing di Indonesia meliputi dua jenis, yaitu investasi sektor riil atau biasa juga disebut investasi langsung (foreign direct investment/FDI) misalnya investasi di sektor industri, pertanian, pertambangan, dan investasi sektor non riil atau investasi tidak langsung (foreign indirect investment) berupa investasi di sektor keuangan dan pasar modal (sektor moneter/sektor maya). Besarnya arus modal asing masuk ke Indonesia, selain menggerakkan roda usaha sektor riil juga diharapkan dapat memperbesar arus perputaran uang di pasar uang, menambah kapitalisasi pasar modal/bursa saham Indonesia, serta memperbaiki/menutupi defisit neraca transaksi berjalan Indonesia yang selama ini selalu dialami Indonesia.
Jika pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita serta arus masuk modal asing ke Indonesia tinggi, apakah hal itu menggambarkan majunya perekonomian Indonesia seperti yang biasanya diinginkan pemerintah dan para analis? Belum tentu!
Tingginya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pendapatan perkapita belum menjamin baiknya atau majunya perekonomian nasional apalagi kalau dihubungkan dengan tingkat kesejahteraan anggota masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia sebelum era krisis, tidak menggambarkan bahwa yang mengalami pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, justru sebaliknya yang mendorong pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki orang asing dan para konglomerat. Jadi selama ini malah usaha milik orang asing yang ditumbuhkan pemerintah bukan usaha dalam negeri, bukan pula usaha yang digeluti oleh sebagian besar masyarakat tetapi usaha yang digeluti oleh para konglomerat.
Begitu pula dengan semakin meningkatnya pendapatan perkapita Indonesia tidak menunjukkan bahwa meningkatnya pendapatan setiap warga negara Indonesia. Adalah sungguh naif mengatakan pendapatan perkapita ini sebagai cermin bertambahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Di dalam PDB terdapat milik orang asing yang kontribusinya cukup besar. Jadi bagaimana mungkin PDB digunakan sebagai basis menghitung pendapatan perkapita bagi warga negara Indonesia?
Jumlah yang besar dan terus bertambah dari investasi asing di Indonesia membuktikan ketergantungan yang besar perekonomian dalam negeri terhadap luar negeri. Ini bukanlah hal yang menggembirakan apalagi bila dihubungkan dengan kepercayaan luar negeri. Benarkah investasi asing menguntungkan bagi Indonesia ?
Secara hitungan agregat dari nilai bersih (net) arus masuk modal asing (capital inflow) ke Indonesia dengan arus pelarian modal ke luar negeri (capital outflow), ternyata modal asing tidak menambah saving dalam negeri maupun memperbaiki neraca pembayaran Indonesia, tetapi yang terjadi nilainya negatif bagi Indonesia. Angka-angka neraca pembayaran yang diterbitkan oleh IMF, selama periode 1973-1993, menunjukkan setiap 1 dolar Amerika yang masuk sebagai investasi asing akan diikuti oleh keluarnya 10,19 dolar Amerika dari Indonesia. Artinya setiap sekian miliar dolar Amerika investasi asing masuk ke Indonesia akan diikuti sepuluh kali lipatnya uang yang keluar dari Indonesia
Investasi asing bagi perekonomian riil baik terhadap negara maupun masyarakat sangat merugikan. Sekarang banyak investasi asing yang memasuki wilayah publik serta sumber daya alam (SDA). Tentu dengan dikuasainya aset-aset pelayan publik ataupun industri yang menguasai hajat hidup orang banyak tersebut, maka pihak asing sangat dominan dalam mengatur supply dan menentukan harga. Adalah sangat lucu kebijakan pemerintah sekarang dengan mengupayakan "sekuat-kuatnya" untuk meningkatkan kepercayaan para investor luar negeri terhadap perekonomian Indonesia agar mereka menanamkan modalnya di Indonesia.
Kenapa lucu? Karena hal ini sama saja pemerintah menaruh kepercayan kepada investor luar negeri agar mereka menggorok usaha-usaha ekonomi masyarakat serta mencekik hak masyarakat terhadap pelayanan publik dan hak akan manfaat dari sumber daya alam Indonesia. Kenapa harus digugat?
Jelas terlalu percayanya pemerintah dan para analis terhadap indikator makro ekonomi tersebut, harus digugat. Pertama karena menyebabkan negara ini lalai dan tidak waspada terhadap bahaya besar yang menimpa negara dan masyarakat Indonesia. Kedua, kebijakan tersebut secara riil mencerminkan pembangunan dilakukan untuk pihak asing dan pihak konglomerat dan bukan untuk masyarakat. Ketiga, supaya pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan pembangunan yang benar-benar bermanfaat bagi setiap individu masyarakat Indonesia.
Solusi
Untuk mengetahui perkembangan pembangunan dan perekonomian, seharusnya yang diutamakan dan menjadi target adalah indikator-indikator yang lebih menyentuh bagaimana gambaran tingkat kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya. Indikator tersebut misalnya terpenuhi tidaknya kebutuhan-kebutuhan primer setiap warga negara. Hal ini bukan berarti mengabaikan pertumbuhan ekonomi, tetapi hanya tidak menjadikannya sebagai target utama dan asas pembangunan.
Memang untuk menghitung indikator-indikator tersebut dalam kondisi sekarang cukup sulit, juga perlu definisi dan standar atas indikator tersebut. Tetapi ini harus diusahakan, agar kita mendapatkan gambaran yang jelas dan riil sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan pemerintah tidak salah arah lagi.***
Penulis, Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung dan Ketua Lajnah Maslahiyah Hizbut Tahrir Indonesia Jawa Barat

No comments:

Post a Comment

Silahkan isi komentar Anda disini