Monday, January 31, 2011

IPM dan Pemanfaatannya dalam Pembangunan Daerah

 


SAP
IPM dan Pemanfaatannya dalam Pembangunan Daerah
Isi Materi

·         IPM dan Pemanfaatannya dalam Pembangunan Daerah

·         Pemanfaatan IPM untuk Perencanaan Pembangunan Daerah

·         Indikator Komposit Pembangunan Manusia

·         Indikator Pembangunan Daerah dan Perkembangan Indeks Pembangunan

INDEX PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PEMANFAATANNYA DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
Oleh:Drs. Soni Sumarsono, MDM & Drs. Sahat Marulitua, MA
(Direktur Bina Keserasian Daerah, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Depdagri dan Otda)
(Kasubdit Bina Perencanaan Kab/Kota, Direktorat Bina Kelembagaan Pembangunan Dirjen Bina Pembangunan Daerah Depdagri dan Otda)
I. Pendahuluan
Dimensi “manusia” dalam pembangunan, pada dasawarsa terakhir ini muncul sebagai salah satu issue yang telah “mendunia”. adanya issue seolah-olah mempertanyakan kembali tujuan pembangunan yang dinilai kurang berorientasi pada manusia dan hak-hak asasinya. Di Indonesia issue tersebut mulai muncul dan menjadi prioritas perhatian pada awal Repelita I melalui penetapan strategi pembangunan nasional dengan penekanan ada “Pertumbuhan Ekonomi seiring dengan peningkatan sumber daya manusia”. Dalam Kerangka ini, pembangunan manusia seutuhnya menjadi tujuan utama pembangunan nasional melalui peningkatan kemampuan sumber daya manusia, agar mampu berperan sebagai subyek pembangunan. Issue pembangunan manusia tersebut cenderung akan semakin berkembang menjadi kebutuhan untuk diantisipasi, seiring dengan semakin berkembangnya kesadaran politik masyarakat Indonesia dan terbukanya komunikasi menjelang maupun pada saat kita memasuki era globalisasi tahun 2003 nanti.
Dalam konteks perencanaan pembangunan daerah, issue pembangunan manusia tersebut sudah barang tentu tidak cukup hanya disajikan dalam bentuk pernyataan politik (political statement) saja pada dokumen perencanaan pembanguna daerah, namun harus mampu dijabarkan dalam program-program nyata. Untuk sampai pada proses tersebut sudah barang tentu diperlukan pengukuran-pengukuran terhadap “Pembangunan Manusia” itu sendiri, yang justru selama ini menjadi kendala perencanaan daerah dalam mengantisipasi kendala pengukuran semacam itu, maka dengan munculnya IPM (index pembangunan manusia) dan HDI (Human Development Index), telah membuka wawasan kita untuk pengembangan dan pemanfaatannya lebih lanjut dalam proses perencanaan. Pada kesempatan ini, penyajian difokuskan pada munculnya paradigma pemikiran baru dalam pembangunan yang dikenal dengan “PARADIGMA PEMBANGUNAN MANUSIA” termasuk termasuk pemahaman kita mengenai IPM sebagai pengukur andalan paradigma ini dan bagaimana kita memanfaatkan index tersebut, khususnya bagi Bapeda dalam perencanaan pembangunan daerah dan BPS (Biro Pusat Statistik) sebagai dapur IPM.

II. Pergeseran Paradigma Pembangunan
Menanti perkembangan dalam empat dekade terakhir ini, di dunia telah terjadi pergesaran pemikiran tentang pembangunan (paradigma), yaitu dari pembangunan yang berorientasi pada produksi (Production Centered Development) yang terjadi pada dekade 60-an, ke paradigma pembangunan yang lebih menekankan pada distribusi hasil-hasil pembangunan (distribution growth depelovment) dimana terjadi pada tahun 70-an, mucul paradigma pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (basic need development), dan akhirnya menuju paradigma pembangunan yang terpusat pada manusia (human centered development) yang muncul pada tahun 90-an.
Upaya untuk mengangkat manusia sebagai tujuan utama pembangunan, sebenarnya telah muncul dengan lahirnya konsep “basic need development”. Paradigma ini, mengukur keberhasilan pembangunan dengan menggunakan indeks mutu hidup (Physical Quality Life Index), yang memiliki tiga parameter, yaitu: angka kematian bayi, angka harapan hidup waktu lahir, dan tingkat melek huruf. Upaya yang terfokus pada manusia tersebut, tidak saja berhenti disini, tetapi harus dikembangkan dengan muncullnya paradigma baru pembangunan manusia yang diukur dengan pengguna: Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index). Munculnya ini, bukan berarti mengesampingkan peran indikator makro ekonomi seperti GNP/GDP tetapi justru megaeinkannya dalam arti bagaimana kita harus “menterjemahkan” GNP/GDP tersebut kedalam pembangunan manusia. Selain itu, konsep pembangunan manusai sebenarnya merupakan konsep ekonomi. Salah satu strategi dalam pembangunan ekonomi adalah peningkatan mutu modal manusai yang dicapai melalui pendidikan, kesehatan, dan rasa aman. Ketiga faktor ini diletakkan dalam arti yang luas dalam pembangunan ekonomi.
Pembangunan manusia adalah model pembangunan/tentang, untuk dan oleh penduduk. Meskipun cukup luas pembangunan manusia tetapi yang dianggap paling mendasar dan strategis adalah indikator yang dapat merefleksikan aspek-aspek : peluang hidup yang panjang dan sehat, mempunyai kemampuan pengetahuan dan ketrampilan yang memadai serta hidup layak artinya adanya kemudahan dalam memperoleh akses ekonomi.

III. Indeks Pembangunan Manusia
Di Indonesia pergesaran paradigma terjadi sejalan dengan berkembangnya pemikiran pembangunan di dunia, dimana paradigam baru pembangunan mnusia, mulai muncul menjadi issue strategis dalam pembangunan nasional. Paradigma ini mengangkat “IPM” menjadi salah satu pengukur keberhasilan (outcome) pembangunan. IPM, yang untuk pertama kalinya termuat dan dilaporkan UNDP dalam Human Development Report pada tahun 1990, telah memicu perdebatan terutama mengenai pemilihan indikator dan mengukurnya. Dengan indeks tersebut, posisi masing-masing negara dapat diperbandingkan, yang spontan menimbulkan rasa senang bagi negara yang kebetulan memiliki IPM tinggi, dan sebaliknya.
Di Indonesia ketika pada tahun 1996 diumumkan angka IPM versi BPS untuk perbandingan antar propinsi 1990-1993, tak luput dari munculnya “Reaksi” bernada “Protes” terutama propinsi di Jawa, yang dilaporkan kualitas hidup manusianya relatif “rendah” sebagaimana tercermin dalam angka IPM propinsi, padahal selama ini merasa telah berhasil memacu pesat pertumbuhan ekonominya. Bagaimana indeks dibuat untuk menghasilkan peringkat. Adanya peringkat lama pertumbuhan ekonomi GNP/GDP yang muncul pada dekade 60-an, secara mewarnai pemikiran kita dalam mengukur keberhasilan pembanguna. GDP/GNP memang merupakan ukuran makro ekonomi yang masih dipakai oleh banyak negara, meskipun ukuran tersebut belum menggambarkan keadaan sebenarnya, terutama gambaran kualitas manusianya.
Pembangunan manusia, terutam defisit UNDP, adalah proses memperoleh pilihan-pilihan penduduk (people’s choice). Dari sekian banyak pilihan, ada tiga pilihan yang dianggap penting yaitu bsehat dan berumur panjang, berpendidikan dan akses ke sumber daya yang didapat memenuhi standar hidup layak. Pilihan lain yang mungkin dianggap mendukung tiga pilihan diatas adalah kebebasan politik, hak azazi manusia, dan penghormatan hak pribadi (personal selfresfect). Untuk tahun 2001 ini Bappenas bekerjasama dengan UNDP mengembangkan sebuah wacana baru dengan mencoba mengukur nilai keberhasilan pembangunan manusia dihubungkan dengan manusia. Namun banyak pihak yang tidak puas dengan hasil tersebut karena sangat tidak mudah mengukur “Indikator demokrasi”.
Untuk mengukur ketiga pilihan tersebut, digunakan indeks komposit berdasarkan tiga parameter yang kemudian dikenal dengan indeks pembangunan manusia (IPM). ketiga parameter tersebut yaitu :
Pertama, Derajat kesehatan dan panjangnya umur yang terbaca dari angka harapan hidup (Life Expectancy rate);
Kedua, Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf rata-rata lamanya sekolah;
Ketiga, Pendapatan yang diukur dengan daya beli masyarakat (purchasing power parity).
Parameter kesehatan dengan indikator angka harapan hidup , mengukur keadaan sehat dan berumur panjang; parameter pendidikan dngan inidikator angka melek huruf dan lamanya sekolah, mengukur manusia yang cerdas , kreatif, terampil, terdidik, dab bertaqwa; parameter pendapatan dengan indikator daya beli masyarakat, mengukur manusia yang mandiri dan memiliki akses untuk layak.
IPM yang dikembangkan dalam skala internasional tersebut, dengan demikian tidak salah bila digunakan untuk dapat membandingkan kualitas hidup antar tempat dan antar waktu. Di Indonesia, indeks tersebut telah dikembangkan dalam skala propinsi sehingga memungkinkan kita melihat perbandigan IPM antar propinsi.
Dengan berbagai modifikasi yang diperlukan, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah bekerjasama degan BPS dan UNDP pada tahun 1997 telah mengembangkan perhitungan IPM hingga tingkat Kabupaten/kota. upaya itu tidak berhenti hanya pada perhitungan saja, tetapi justru yang pembangunan daerah, dari perhitungan angka IPM Kab/Kota pada tahun 1996 angka tertinggi adalah 77,2 kota Jakarta Selatan, Propinsi DKI, Jakarta, dan terendah 38,9 Kabupaten Licuisa, Propinsi Timor-timur. (Sebelum melepas diri dari RI).
Dengan pemanfaatn IPM, Pembangunan nasional manapun daerah diharapkan lebih aspiratif mampu mengakomodasikan dimesi “manusia” dengan lebih baik dan terarah.
Laporan akhir UNDP dalam “Human Development Report” Tahun 1999 dimana kondisi nasional Bangsa Indonesia sangat dipengaruhi oleh krisis multidimesi, dari segi IPM, Indonesia berada pada peringkat nomor 109 dari 174 negara (dengan IPM 64,3). kondisi ini lebih buruk bila dibandingkan dengan tahun 1996, dari segi IPM, Indonesia berada pada peringkat 99 dari 175 negara (dengan IPM 69.0) yang digolongkan sebagai negara yang memiliki IPM kalsifikasi sedang (medium human development). Dengan penurunan angka tersebut merupakan pekerjaan berat yang memacu kita semua untuk dapat meningkatkan angka IPM Indonesia agar terjadi lebih baik. dalam lingkup propinsi, perhitungan IPM antar negara tersebut tidak begitu saja dapat diadopsi.
Secara metodologis masalahnya terletak pada perhitungan indikator daya beli masyarakat, dengan dasar perhitungan yang dimodifikasi, angka-angka IPM Propinsi di Indonesiadapat dilihat dari laporan BPS tahun 1999. angka-angka perhitungan propinsi versi BPS merupakan modifikasi sehingga tidak dapat atau memang tidak dimaksudkan untuk dibandingkan langsung dengan angka “IPM Indonesia” menurut perhitungan skala internasional versi UNDP. Perbedaan ini terletak pada cara menghitung daya beli masyarakat (salah satu indikator IPM) dimana untuk IPM internasional berdasarkan Gross Domestic Product (GDP), sedangkan perhitunhan angka propinsi dan angka Kabupaten versi BPS yang dikembangkan menggunakan dasar “Pergeseran rumah tangga”.

IV. Pembangunan Manusia dan Sumber daya Manusia (SDM)
Dalam ruang lingkup pembangunan manusia, usaha peningkatan SDM jangan hanya diartikan dan diwujudkan dalam bentuk kegiatan pelatihan (Training saja). Manusia sebagai sumber daya dan sekaligus modal dasar pembangunan, harus dibangun sejak usia dini, mulai dari janin kandungan seorang ibu. sebab dengan janin terawat, akan terlahir bayi yang sehat. Dengan bayi yang sehat, dan berpendidikan keluarga yang baik akan tumbuh anak yang sehat dan cerdas, yang selanjutnya mengikuti siklus kehidupan, diharapkan akan berkembang menjadi SDM yang berkualitas.
SDM yang secara khusus diarahkan melalui intervensi dini terhadap anak yang disebut pembangunan SDM dini sedangkan intervensi terhadap usia produktif dikatakan sebagai peningkatan SDM Produktif (man power) yang umumnya digunakan oleh Departemen Tenaga Kerja dan berbagai kegiatan Pelatihan. Apapun pengertian yang terkandung didalamnya dan kelompok umum yang diintervensi, maka dengan menempatkan SDM sebagai prioritas pembangunan, berarti kitatelah mengarahkan upaya kita pada pembangunan manusia dalam rangka mencapai sasaran hidup manusia.
Mengingat pentingnya dimensi pembangunan manusia, diperlukan adanya kemauan dan komitmen yang kuat dan para pemeran pembangunan. Sebab, sekalipun political will pemerintah telah cukup kuat untuk memberikan perhatian pada dimensi pembangunan manusia, namun hal tersebut harus benar-benar dicerminkan dalam perencanaan program-program pembangunan daerah, para perencana (Bapeda) sering dihadapkan pada kesulitan tersebut, sehingga berpengaruh pada kualitas perencanaan pembangunanmanusia di daerah. untuk mengantisipasi masalah ini, upaya pengembangan dan pemanfaatan IPM dalam proses perencanaan pembangunan daerah, menjadi sangat penting keberadaannya.
Membangun manusia, sebagaimana digambarkan, bukanlah pekerjaan yang ringan. dalam prosesnya, bukan saja menuntut tersedianya indikator yang sensitif, data yang akurat, data yang akurat dan dana yang cukup, namun lebih dari memerlukan pemahaman yang sama dan komitment yang kuat dari semua pihak. baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang mengikat baik secara sektoral maupun lintas sektoral, serta melibatkan sepenuhnya masyarakat melalui proses pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah Daerah Propinsi maupun kabupaten/kota telah banyak berbuat melalui program-program pembangunan daerah yang diarahkan pada usaha membangun manusia. Hanya saja, karena persepsi tentang pembangunan manusia yang masih belum sama dan tantangan yang dihadapin menjadi masalah tersendiri. Masalah ini semakin kompleks manakala dikaitkan dengan kemampuan aparat didaerah dan dana yang tersedia sangatlah terbatas. dalam situasi semacam ini , maka Bapde dituntut untuk mampu memilih pendekatan pendekatan pembangunan yang tepat dan menyusun skala prioritas yang benar-benar menjawab permasalahan.
Pada era Otonomi daerah sekarang ini, sangat dikhawatirkan adanya trend baru pembangunan yang menggejala di daerah. Rata-rata Pemerintah daerah menempatkan prioritas pembangunan tidak ada pada pembangunan manusia, melainkan lebih tertarik kepada pembangunan yang sifatnya pada oriented, untuk menambah pendatapatan daerah sendiri, karena untuk dapat bersaing dengan daerah lainnya, hanya dapat dilakukan oleh sebuah generasi dengan kualitas SDM yang memadai.

V. Kedudukan IPM dalam Pembangunan Daerah
Pembangunan merupakan realisasi dari aspirasi dan tujuan suatu bangsa yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan secara struktural melalui upaya sistematis. Dalam konteks ini perencanaan pembangunan merupakan tahapan yang menentukan keberhasilan mencapai tujuan yang sudah digariskan dalam GBHN dan pola dasar pembangunan daerah. Proses perencanaan yang juga meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap berbagai program yang telah dimplementasikan pada periode sebelumnya. Suatu kajian yang membahas situasi dan kondisi yang obyektif tentang permasalahan pokok yangdihadapidalam pelaksanaan berbagai program pembangunan, karenanya perlu dilakukan untuk menentukan perlu dilakukan untuk menentukan pentahapan pencapaian tujuan jangka panjang, menengah dan jangka pendek serta untuk menentukan prioritas .. melalui kajian tersebut dirumuskan suatu kebijakan umum yang akan menjadi pedoman bagi para perencanaan dalam merancang berbagai program.
Dalam konteks pembangunan daerah, IPM ditetapksan sebagai salah satu ukuran utama yang akan dicantumkan dalam pola dasar pembangunan daerah yang akan datang. hal ini merupakan langkah penting karena IPM menduduki salah satu posisi penting dalam manajemen pembangunan daerah, oleh karena pelaksanaan pembangunan secara luas juga meliputi unsur perencanaan manusia lainnya akan menjadi kunci bagi terlaksananya perencanaan pembangunan yang terarah.
Kedudukan dan peran IPM dalam manajemen pembanguna kan lebih terlihat kalau dilengkapi dengan suatu data set yang berisikan indikator yang relevan dengan IPM dan disusun sebagai suatu sistem data basis pembangunan manusia. sistem data basistersebut merupakan sumber data utama dalam dentifikasi lebih lanjut yang dilakukan untuk mengenai lebih dalam permasalahan yang hadapi berkaitan dengan upaya dan hasil-hasil serta dampak pembangunan manusia.
Identifikasi tersebut dibuat dalam suatu analisis situasi pembangunan manusia yang mengkaji berbaaaagai kendala dalam implementasi program pembangunan pada periode sebelumnya dan potesi yang dimiliki suatu wilayah ntuk dimasukkan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan daerah periode yang akan data.
Proses ini merupakan kajian yang dapat menghasilakan rekomendasi bagi aplikasi kebijakan pembangunan yang paing sesuai dengan kebutuhan masyarakat. dengan pemanfaatan demikian, maka IPM merupakan alat advokasi kepada para pengambil keputusan perumusan kebijakan tentang langkah-langkah pada masa mendatang yang perlu dilakukan.
Penetapan IPM sebagai salah satu ukuran dan patokan dasar dalam penentuan sasaran dan tujuan pembangunan daerah ditetapkan setelah berbagai kajian metodologis dan empirik dilakukan serta uji coba pemanfaatan IPM dalam perencanaan pembangunan daerah Kab/Kota di 9 Propinsi.
Ditingkat pusat, kajian dilakukan oleh kelompok kerja pusat yang beranggotakan pakar dan ahli dari berbagai keahlian dan isntitusi pemerintah, lembaga penelititan, dan universitas . pada 9 Propinsi dan 18 Kab/Kota ujicoba dipekerjakan seorang konsultan untuk membantu kelompok kerja daerah yang dibernutk untuk mengimplemnetasikan pemanfaatan IPM dalam perencanaan pembangunan daerah.
Pertimbangan lain yang memanfaatkan IPM dalam perencanaan pembangunan daerah adalah bahwa sebagai alat ukur pemantauan statuspembangunan manusia, IPM sangat sensitif terhadap perubahan yang sedang terjadi. Dalam krisis ekonomi yang sedang dialami Indonesia saat ini, dapat ditunjukkan bahwa nilai IPM turun sebagai akibat menurutnya tingkat pendapatan yang disebabkan oleh krisis tersebut.
Strategi Pembangunan manusia tidak saja harus terlihat pada strategis pembanguna secara umum, Seperti Pola Dasar Pembangunan Daerah. lebih dari itu strategi ini harus dilihat pada anggaran pembangunan yang akan diimplementasikan. anggaran pembangunan harus menunjukkan keberpihakan kepada sektor-sektor yangsecara khusus menyentuh pembangunan manusia tersebut. Jika kita perhatikan rangkaian uraian di halaman depan maka dapat terlihat bahwa pembanunan manusia tersebut bertumpu pada tiga hal yait pendapatan pendidikan dan klesehatan inilah yang menjaddi dasar perhitungan IPM ini.
Hal ini tidak berarti bahwa sektor-sektro permbangunan yang lain harus ditinggalkan . sama sekali bukan ini yang dimaksudkan strategi pembangunan manusia. Yang dimaksudkan oleh strategi pembangunan, Seluruh anggaran pemerintah yang tersedia digunakan sedemikian rupa untuk peningkatan taraf hidup manusia.
Pembangunan infrastruktur adalah sesuatu yang penting dalam pembangunan. dalam paradigma pembangunan manusia, infrastruktur ini sedemikian rupa harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri.
Keberpihakan anggaran kepada sektor-sektor yang secara langsung meningkatkan status pembangunanan manusia menjadi sesuatu yang penting hal ini tentu saja memerlukan suatu political will baik oleh pemerintah pust maupun dimasa yang akan datang akan menjadi lebih penting lagi. dengan adanya otonomi daerah, pemeritnah daerah mempunyai kewenangan lebih dalam memegangi kendali pembangunan daerah. oleh karean itu pemahaman yang baik oleh pemerintah daerah mengenai paradigma pembangunan manusia ini mutlak diperlukan.

No comments:
Write komentar

Silahkan isi komentar Anda disini

E-learning