MUSUH BESAR BERNAMA KORUPSI
Oleh
Nurzahara Amalia
Padahal, sebuah Resolusi pada 31 Oktober 2003, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 9 Desember sebagai Hari Antikorupsi Se-Dunia (HAS). Ditetapkannya peringatan Hari Antikorupsi ini diharapkan agar semua orang menyadari bahwa tindakan korupsi adalah tindakan yang merugikan bagi masyarakat banyak. Sesuai dengan etimologi korupsi, kata korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu corruptio yang artinya rusak, menyogok, memutarbalik. Sedangkan dalam arti yang luas, korupsi adalah perilaku orang-orang yang menggunakan jabatannya untuk menyalahi aturan. Dari definisi ini, kita tahu bahwa memang tindakan korupsi adalah tindakan yang semestinya tidak diberi ampun sekecil apapun kepada para pelakunya. Karena ini adalah tindakan yang sangat merugikan. Yang menjadi pertanyaan adalah, sejak ditetapkannya hari Antikorupsi, seberapa banyak pihak yang menyadari akan kotor dan berbahayanya tindakan korupsi? Adakah esensi realistis dari peringatan ini? Pada kenyataannya, hingga saat ini kasus korupsi semakin menjadi-jadi dan bukan hanya di kalangan pemerintahan pusat, di pemerintahan daerah, dan instansi-instansi lain tindakan korupsi justru semakin menjalar.
BUKAN SEBATAS PERINGATAN
Haruskah peringatan ini hanya sebatas seremonial semata tanpa adanya upaya untuk membenahi diri? Di Indonesia sendiri mungkin upaya memberantas korupsi terus dilakukan. Terbukti sejak masa pemerintahan Presiden SBY dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden SBY pernah mengatakan, “Saya akan berada paling depan dalam memberantas korupsi.” Kesannya memang langkah dan ucapan Presiden Indonesia ini sangat membanggakan. Dengan tegas dan penuh percaya dirinya Presiden mengajukan diri sebagai orang terdepan melawan kasus korupsi. Bahkan tidak jarang di berbagai kesempatan Presiden SBY dan tim periangnya seperti Ruhut Sitompul cs selalu ‘mencuri’ hati rakyat dengan kata-kata pujian sosok SBY dalam memberantas korupsi.
Tapi kita berbicara fakta, apalah arti sebuah kata-kata berupa janji manis jika apa yang diucapkan tidak berbuah manis. Fakta sesungguhnya, tidaklah secerah, sebening serta semanis kata-kata yang sering mereka lontarkan. Ini juga memberi bukti bahwa tidakkah seharusnya pemerintah SBY tidak mengklaim keberhasilan KPK sebagai keberhasilan pemerintah SBY. Karena sumber terbesar permasalahan korupsi masih berada dalam kekuasaan Presiden SBY seperti sekarang ini. Jika disebutkan, berapa pejabat yang masuk dalam deretan daftar koruptor. Mulai dari koruptor kelas teri hingga koruptor kelas kakap. Bahkan menurut Ketua Mahkamah Konstitusi M Mahfud MD dalam suatu kesempatan pernah mengatakan, hampir semua pejabat itu korupsi. Innalillahi, miris.
Memperingati hari Antikorupsi ini, biasanya ramai dipenuhi demonstrasi atau unjuk rasa di berbagai titik daerah oleh para organisasi kepemudaan yang mengatasnamakan mereka sebagai organisasi pembela kebenaran, pecinta damai, anti korupsi, dan cinta Indonesia. Tidak sedikit juga para pejabat memperingatinya dengan mengadakan berbagai acara sebagai reflekasi atas HAS. Hal ini bukanlah tindakan yang salah. Tapi akan menjadi salah, bahkan fatal jika tidak ada implementasi dari perayaan seremonial itu tadi. Indonesia tidak hanya butuh teriakan-terakan “Hai, bersatulah Indonesia,” “Ayo kita berantas korupsi!” dan segala seruan lain. Tapi Indonesia butuh tindakan yang real yang bisa dirasakan manfaatnya, bukan madaratnya.
Memanglah ini bukan persoalan yang mudah, tapi jika upaya pemberantasan korupsi ini disadari oleh semua kalangan, proses meminimalisir tindakan koruptor lambat laun akan menuaikan hasil yang baik. Di Indonesia, banyak orang yang pintar. Tapi sayang, kepintarannya setelah mereka menjadi orang penting (sesungguhnya orang yang punya kepentingan) di buat untuk memintari rakyatnya. Inilah menjadi salah satu faktor, mengapa sampai sekarang korupsi masih menjadi-jadi. Karena tidak adanya moralitas dan nilai-nilai keimanan dalam jiwa mereka. Ilmu tanpa ilman, luntur.
Jika harus saya memohon, bahkan bertekuk lutut dan bersimpuh atas nama rakyat, tolong, buka hati, lihat ke sekitar, betapa masih banyak di antara kita yang kesusahan mencari sesuap nasi, menderita kesakitan hingga akhirnya dia meninggal dunia karena tidak mampu membeli obat, terlebih sekarang ini banyak korban bencana alam dimana-mana yang sangat membutuhkan bantuan. Melihat kondisi seperti ini, apakah masih tega untuk melakukan korupsi?
Sudah saatnya, segenap bangsa mulai bercermin diri. Mulai memperbaiki diri, memperbaiki birokrasi, memperbaiki mental. Karena sesungguhnya, bukanlah tindakan korupsi itu berbahaya, namun yang lebih berbahaya adalah mental korup itu sendiri. Korup mulai dari materi, waktu, hingga integritas.
Siapapun tidak inging memiliki musuh, termasuk musuh besar yang bisa menghancurkan bangsa seperti korupsi. Jangan pernah mengikuti kata SBY yang bersorak “Lanjutkan!” untuk berkorupsi. Lebih baik “Hentikan!” masa jabatannya jika memang sesungguhnya “Lanjutkan” untuk melakukan tindakan korupsi. Mudah-mudahan penyakit korupsi ini tidak menular pada generasi bangsa. Sehingga menjadi tugas kita bersama, untuk mencari obat mujarab agar bisa membinasakan virus-virus korupsi di negri ini. Saya yakin, orang yang melakukan tindakan korupsi akan merasa malu dan tertekan pada hari ini. Terakhir, selamat hari anti korupsi.
Penulis adalah mahasiswi Ilmu Komunikasi
FISIP Untirta.
kunjungan malam ini sangat menyenang kan, because meet to great info in your blog, visit a back to friendship.
ReplyDeletesuccessfull for you