Wednesday, December 22, 2010

Hak Warga dalam Proyek Tol Semarang-Solo




                 Rury Octaviani

072115

2E/Manajemen

 

Hak Warga dalam Proyek Tol Semarang-Solo

 

Dalam situasi perekonomian bangsa yang sulit sekarang ini, seharusnya pemerintah lebih berhati-hati, khususnya dalam mengeluarkan kebijakan. Sangat disayangkan jika terjadi keresahan di masyarakat justru bersumber dari rencana pembangunan yang dibuat pemerintah, seperti rencana mega proyek tol Semarang-Solo.
Keresahan masyarakat, khususnya warga Jawa Tengah, tidak akan terjadi jika pemerintah melakukan kebijakan pembangunan berdasarkan aturan yang telah disahkan oleh para wakil rakyat, baik yang di pusat maupun di daerah. Seperti dapat kita lihat pada Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada bab III tentang Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat, pasal 5 disebutkan: ''Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dan mempunyai hak atas informasi yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup, serta berhak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.''
Dalam penjelasan atas Undang-Undang Lingkungan Hidup pasal 6 dan 7, tersebut dikatakan hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peran-serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksudkan pada pasal 5, dapat berupa data, keterangan atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti kerangka acuan dan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan, laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan, baik pemantauan penataan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata ruang.
Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip keterbukaan. Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Sejalan dengan aturan di atasnya, maka lahirlah PP No 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Pada pada bab VI tentang Keterbukaan Informasi dan Peran Masyarakat, pasal 33 disebutkan bahwa setiap kegiatan yang mempunyai dampak besar wajib diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun analisis mengenai dampak lingkungan. Pengumumam dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa.
Agar implementasi UU dan PP tersebut dapat melibatkan unsur masyarakat secara efektif, maka telah diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No 8 Tahun 2000 Tanggal 17 Februari 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisi Menganai Dampak Lingkungan Hidup.
Terkait dengan masalah rencana pembangunan tol Semarang-Solo, pertama, masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai rencana kegiatan yang wajib menyusun Amdal; dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-Andal); dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal); dokumen rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL); dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL); proses penilaian dokumen Amdal oleh Komisi Peni!aian Amdal; sikap instansi yang bertanggung jawab atas saran, pendapat dan tanggapan masyarakat yang disampaikan, dan keputusan hasil penilaian dokumen Amdal.
Kedua, masyarakat wajib memberikan saran, pendapat dan/atau tanggapan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib menyusun Amdal dan dokumen KA Andal, Andal, RKL dan RPL.
Ketiga, duduk sebagai anggota Komisi Penilai Amdal, khusus bagi warga masyarakat terkena dampak yang penetapannya dilaksanakan berdasarkan ketentuan.
Sudah Benarkah
Jelas, di sini kedudukan masyarakat sangat kuat, khususnya untuk menilai, apakah layak atau tidak rencana pembangunan tersebut melalui proses Amdal.
Sedangkan kewajiban instansi yang bertanggung jawab sesuai Keputusan No 8/2000 adalah: mengumumkan rencana kegiatan yang akan memulai penyusunan Amdal pada media cetak lokal dan nasional; mendokumentasikan dan mengolah suara pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat yang disampaikan; menyampaikan rangkuman hasil saran, pendapat, dan tanggapan dari warga masyarakat, serta respons dan sikap atas saran, pendapat dan tanggapan warga masyarakat tersebut kepada Komisi Penilai Amdal: menyediakan informasi tentang proses dan hasil keputusan penilai dokumen KA Andal. Andal, RKL, RPL kepada masyarakat yang berkepentingan dan memfasilitasi terlaksananya dengan baik hak-hak warga masyarakat atas informasi dan berperan serta dalam proses Amdal.
Untuk kewajiban pemrakarsa, yang penting diketahui masyarakat adalah menyelenggarakan konsultasi kepada warga masyarakat yang berkepentingan dalam penyusunan dokumen KA-Andal.
Apakah proses yang terikat dalam aturan ini sudah dilaksanakan oleh pemerintah dengan benar dalam kaitannya penyusunan Amdal tol Semarang-Solo? Jika aturan ini dilakukan dengan benar, maka baik instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa harus menyadari betul peran masyarakat yang cukup strategis dan tidak dijadikan objek yang selalu dikalahkan.
Di sini ada tiga produk masyarakat dalam lahirnya suatu keputusan Amdal. 1) Saran pendapat dan tanggapan terhadap penyusunan KA-Andal. 2) Saran pendapat dan tanggapan penilaian KA-Andal oleh Komisi. 3) Saran pendapat dan tanggapan penilaian KA-Andal RKL RPL oleh Komisi .
Tanggapan tersebut dapat berupa: menerima segala aspek; menerima dengan catatan atau; menolak sama sekali terhadap rencana kegiatan tersebut jika dipandang tidak sejalan dengan amanat undang-undang tentang lingkungan hidup.
Gejolak masyarakat terhadap penolakan rencana jalan tol Semarang-Solo sangat wajar jika memang pemerintah tidak mampu mengemban amanat undang-undang dan peraturan. Hak-hak masyarakat yang terkena dampak, wajib diberikan dengan sepenuhnya.
Janganlah berbicara atau mensosialisasi DED atau upaya pembebasan tanah jika Amdalnya saja tidak benar dan tidak sah menurut aturan yang berlaku. Sekali lagi, Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah, jangan menyepelekan tahapan ini. Jika ini tidak diperhatikan, tentunya akan ada perlawanan dari masyarakat yang hak-haknya telah dirampas
Maka, sebaiknya pemerintah dapat mengerti dan menghormati hak-hak warga. Janganlah masyarakat disepelekan atau menjadi objek yang mudah ditekan, diatur dan dibodohi terus. Republik ini adalah negara berdasar hukum, termasuk pemerintah pun harus taat hukum. Jalankan roda pembangunan dengan aturan-aturan yang benar. Janganlah ada kasus "kejahatan lingkungan" dengan merekayasa aturan atau dokumen Amdal yang akhirnya akan menyengsarakan masyarakat dan merusak daya dukung ekologi yang sekarang menjadi naungan hidup warga dan makhluk hidup lain secara seimbang.

No comments:

Post a Comment

Silahkan isi komentar Anda disini