Wednesday, December 22, 2010

ANALISIS PERBEDAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DENGAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 YANG DIAMANDEMEN

 


ANALISIS PERBEDAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
DENGAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 YANG DIAMANDEMEN
( Amandemen Ke-1 sampai Ke-4 )
DAN
LEMBAGA YUDIKATIF DI INDONESIA
SEBAGAI PENERAPAN KONSEP TRIAS POLITIKA
 PADA SEBUAH NEGARA REPUBLIK
Oleh :
Endi Sutrisna

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTASAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PENDAHULUAN
Dalam proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945, banyak yang melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. memang amandemen tidak dimaksudkan untuk mengganti sama sekali UUD 1945. akan tetapi merupakan prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus mengubah UUD-nya itu sendiri. Amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD tersebut ( Mahfud, 1999; 64) dengan sendirinya amandemen dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan pada pasal-pasal maupun memberikan tambahan-tambahan.

Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 tersebut didasarkan pada suatu kenyataan sejarah selama Orde Lama dan Orde Baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal UUD memiliki sifat “ Multi interpretable” atau dengan kata lainnya berwahyu arti, sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden. Karena latar belakang politik inilah maka orde baru berupaya untuk melestarikan UUD 1945 bahwa UUD 1945 seakan-akan bersifat keramat yang tidak dapat diganggu-gugat.  

Suatu hal yang mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945 adalah tidak adanya system kekuasaan dengan “ checks and balances” terutama terhadap kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu bangsa Indonesia dalam proses reformasi terhadap UUD 1945 adalah merupakan suatu keharusan, karena hal itiu akan mengantarkan bangsa Indonesia ke arah baru melakukan penataan terhadap ketatanegaraan.

Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999, di mana amandemen pertama dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan terhadap pasal 9 UUD 1945, kemudian amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000, amandemen ketiga dilakukan pada tahun 2001, dan amandemen terakhir dilakukan pada tahun 2002 dan disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.

Demikian bangsa Indonesia memasuki suatu babakan baru dalam kehidupan ketatanegaraan yang diharapkan membawa kearah perbaikan tingkat kehidupan rakyat. UUD 1945 hasil amandemen 2002 dirumuskan dengan melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi rakyat dalam mengambil keputusan politik, sehingga diharapkan struktur kelembagaan Negara yang lebih demokratis ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.  


ANALISIS PERBEDAAN UUD 1945
DENGAN UUD 1945 YANG DIAMANDEMEN

Sifat dan Karakteristik UUD 1945  
Dalam isi dan pasal-pasal yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 bersifat singkat dan sufel dengan banyak pasal yang memiliki makna universal yang dapat disalahgunakan oleh golongan tertentu. Sifat-sifat tersebut :
  1. Supel (elastis) dimaksudkan bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa masyarakat itu harus terus berkembang seiring dengan perubahan zaman. Berhubung dengan itu janganlah terlalu tergesa-gesa memberikan kristalisasi ( jawaban akhir ), memberikan bentuk-bentuk kepada pikiran-pikiran yang masih berubah.  
  2. Undang-undang memuat aturan-aturan pokok hanya memuat garis-besar instruksi kepada Pemerintah Pusat, dan lain-lain penyelenggaraan Negara untuk menyelenggarakan Negara, untuk meyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan sosial.
  3. partisifasi rakyat sangat dibatasi dalam urusan menentukan kebijakan politik
  4. banyaknya pasal-pasal yang segalanya mungkin ( wahyu )  
sedangkan dasar dan karakteristik UUD 1945 Yang Diamandemen memiki sifat :
  1. ringkas dengan penjelasan yang sfesifik yang rasional dan terarah serta menunjuk tujuan pasal yang pokok
  2. aturan yang terkandung dalam tiap pasal ditujuakn pada hal yang umum dan terarah
  3. melibatkan sebanyak-banyaknya partisifasi rakyat dalam pengambilan keputusan plitik.
  4. pasal yang fleksibel dan sfesifik   

# Contoh pasal yang kaku dalam UUD 1945 yang memiliki makna “wahyu”

BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2

  1. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.  
  2. Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota Negara
  3. Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.  
Pasal 3
Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis Besar pada Haluan Negara.  

Analisis
Bedakan dengan UUD 1945 Yang Diamandemen :
  • pada pasal 2 ayat 1 bahwa anggota MPR didapatkan atau berasal dari anggota DPR dan ditambah dengan utusan-utusan dari daerah dan golongan-golongan. Pada keterangan ini, inilah kunci Rezim Soeharto memanfaatkan makna dari pasal ini, untuk mengukuhkan kekuasaanya dalam parlemen dan perolehan suara sebagai alat mengabadikan kekuasaannya sebagai presiden.
  • Mekanismenya
Anggota MPR terdiri dari 1000 anggota, 500 kursi dari hasil pemilu dari 3 partai,
500 kursi lagi merupakan utusan-utuisan daerah dan golongan ( para ulama dan TNI ) yang dipilih oleh presiden Soeharto,
maka dengan mekanisme ini apapun hasil dari pemilu tidak akan mengubah kedudukan Soeharto sebagai presiden dan memegang utuh kendali MPR.   

BAB 11
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2

(1)    Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.****)
(2)    Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota Negara.
(3)    Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

Pasal 3
(1)    Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan undang-undang dasar ***)
(2)    Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.***/****)
(3)    Majelis Permusyawaratan Rakyat yang hanya dapat memberhentikan Presiden dan / Wakil Presiden dalam masa jabatanya menurut Undang-Undang Dasar ***/****)

Analisis :
Pasal 2 UUD 1945 yang telah diamandemen telah jelas memiliki tujuan dalam memperoleh anggota majelis berasal dari pemilihan umum, maka pasal ini sfesifik

Dan bandingkan antara UUD 1945 :

BAB VI
PEMERINTAH DAERAH
Pasal 18
Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahanya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam system Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersipat istimewa.

Dengan UUD 1945 yang telah diamandemen : 
BAB VI
PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 18

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah
      propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintah daerah dan
      diatur dalam undang-undang**)
(2) Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
      sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembangunan.**)
(3) Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan
     Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum **)
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala mpemerintahan
      daerah provinsi, kabupaten,dan kota dipilih secara demokratais.**)
(5) Pemerintahan dareah menjalakna otonomi seluas luasnya,kecuali urusan
      pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
      pusat.**)
(6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
      untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.**)
(7) Susunan dan tatat cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-
      undang. **)


Pasal 18A
(1)    Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. **)
(2)    Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerinthan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasrkan undang-undang. **)

Pasal 18b
(1)    Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahaan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang **)
(2)    Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. **)

Pada pasal 18 bab VI

Pembagian kekuasaan daerah sepenuhnya diatur dan dikendalikan oleh pemerintah pusat baik dalam pemerintahan, politik, ekonomi, pajak, pembagian pendapatan daerah yang hampir 80 % pendapatan daerah diserahkan kepada pemerintah pusat.
Sedangkan pada UUD yang diamandemen pada Bab IV pasal 18 kekusaan dan pemerintahan, ekonomi, sosial budaya dan pendapatan daerah ditentukan oleh daerah tersebut dalam bentuk otonomi daerah dengan sekitar 25 persen diserahkam kepada pusat dan 75 % bagi pembangunan daerah.

LEMBAGA YUDIKATIF DI INDONESIA
SEBAGAI PENERAPAN KONSEP TRIAS POLITIKA
 PADA SEBUAH NEGARA REPUBLIK

Sejalan dengan reformasi ketatanegaraan di dunia yang dikemukakan oleh negarawan Francis, J. Reusseu dan Montesque  yang mengemukakan landasan sebuah negara yang baik harus ada pemisahan kekuasaan antara pembuat undang-undang, dengan yang menjalankan undang-undang dan lembaga yang berkewenangan mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan undang-undang. Yang dikenal dengan Konsef  “Trias Politika “ dimana suatu negara yang baik itu terdiri atas 3 dasar; lembaga legislative yang bertugas sebagai pembuat undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana undang-undang yang dihasilkan oleh lemabag legislatif dan lemabaga yudikatif yang berwenangan menguji undang-undang dengan undang-undang yang lebih tinggi kedudukannya.

Pada perkembangannya saat ini kekuasaan eksekutif selalu dikontrol dan diawasi oleh badan yudikatif. Dalam konstitusi di Indonesia badan yang berwenang sebagai lemabaga yudikatif adalah Mahkamah Agung yang berkewenangan mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai keweanangan lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Dalam pelaksanaan yang lebih spesifik pelaksanaan pengawasan dipegang oleh Mahkamah Konstitusi yang memiliki kewenangan, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Unadang Dasar, mencari penyelesaian dari sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutuskan pembubaran partai politik dan memutuskan perselisihan hasil pemilu.

Mahkamah konstitusi memberikan putusan atas pendapat DPR mangenai dugaaan pelanggaran oleh Presiden. Selanjutnya lembaga konstitusi dalam hal ini mahkamah konstitusi memiliki kewenangan atas segala pelaksanaan undang-undang yang dijalankan eksekutif baik yang sedang dijalankan maupun yang telah dijalankan dengan mengevaluasi dan mengujinya dengan undang-undang dasar bekerja sama dengan DPR. Dalam kehidupan tatanegara di Indonesia setelah era reformasi kewenangan dan pembatasan antara kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif lebih jelas, hal ini dibuktikan dengan tranparansi lembaga yudikatif dalam (Mahkamah Konstitusi) dalam proses kinerjanya mengontrol dan mengawasi Presiden.


No comments:
Write komentar

Silahkan isi komentar Anda disini

E-learning

Produk Rekomendasi