Friday, November 26, 2010

Pernikahan dalam Islam

A.    Pernikahan dalam Islam

1)      Pengertian dan prinsip Perkawinan
Pernikahan adalah suatu ikatan lahir – batin antara seorang laki-laki dengan seorang prempuan yang dibolehkan untuk bergaul (QS. An-Nisa [4]: 25) atau akad yang sangat kuat atau mistaqon gholidzan untuk menaati perintah ALLAH dan melaksanakannya merupakan ibadah dengan tujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah (QSAr-Rum [30]: 21). Perkawinan dalam Islam dibangun dengan prinsip (asa), sebagai berikut :
a.       Membentuk keluarga yang bahagia dan kekal ( QS.Ar-Rrum [30]: 21)
b.      Berdasarkan hokum agama dan kepercayaannya
c.       Monogami (QS. An-Nisa [4]: 3)
d.      Kedewasaan calon suami dan isteri ( QS. Ar-Rum [30]: 21)
e.       Mempersulit terjadinya perceraian, sebagaiman hadits Rasullah SAW, “Perbuatan halal yang di benci ALLAH adalah tholak (perceraian)” (HR.Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-hakim) 
f.       Keseimbangan hak dan kedudukan suami isteri dalam rumah tangga dan masyarakat (QS. An-Nisa [40]: 32 dan 34)

2)      Pra Pernikahan
Tindakan yang perlu dilakukan sebelum pernikahan adalah ta’aruf (perkenalan), ikhtiar/intifa’ (memilih/selectif), mendapat ridha dari orang tua, khitbah (peminangan) kemudian daftar ke KUA dan menikah secara resmi.
Meminang diperbolehkan dengan syarat :
1)      Perempuan yang dipinang tidak bersuami
2)      Perempuan yang dipinang tidak dalam masa iddah (thalaq raj’i) (QS. Al-Baqarah [2]: 28)
3)      Perempuan yang dipinang tidak dalam pinangan laik-laki lain. Sebagaimana hadits Rasullah SAW:
4)      Wanita dalam masa iddah wafat, hanya boleh dipinang dengan sindiran (QS. Al-Baqarah [2]: 235)


3)      Pelaksanaan Pernikahan
Pernikahan dinyatakan syah menurut syari’at Islam, apabila terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat sebagai berikut:
a.       Adanya calon suami dan istri yang sekufu’
b.      Wali,
c.       Dua saksi,
d.      Shighot (ijab dan qbul),
e.       Mas kawin atau Mahar,

4)       Hukum Nikah
Hukum nikah ada lima (5) macam: 
a.      Jaiz (dibolehkan),
b.      Sunnuh,
c.       Makruh,
d.      Haram,
e.       Wajib,

5)      Putusnya Perkawinan
Dalam ajaran Islam ada beberap hal yang mengakibatkan putusnya tali pernikahan antara lain :
a.      Kematian
Bila salah seorang suami atau isteri meninggaldunia, maka putuslah ikatan pernikahannya.
b.      Thalaq
1)      Pengertian Thalaq
Adalah suatu perbuatan hukumnya brupa ikrar (pernyataan sepihak) oleh suami yang mengakhiri suatu pernikahan Sebagaimana firman ALLAH SWT,
2)      Macam-macam Thalaq
Dilihat dari segi keadaan isteri ketika dijatuhi thalaq, thalaq dibagi 2 macam yaitu :
a)      Thalaq Sunny, yaitu suami menjatuhkan thalaq ketika isteri dalam kondisi suci (tidak haid) dan belum dicampuri oleh suami setelah sucinya dengan thalaq raj’i
b)      Thalaq Bid’I, yaitu suaimi menjatuhkan thalaq ketika isteri dalam keadaan haid atau nifas atau suci yang telah dicampurinya, atau menjatuhkan thalaq dengan tiga sekaligus atau tiga dalam selang waktu di satu tempat. Thalaq ini hukumnya haram. Sahkah tidaknya??
Adapun dilihat dari segi boleh tidaknya suami merujuk (kembali memperisteri) mantan istrinya, thalaq dibagi 2 bagian :yaitu :
a)      Thalaq Raj’i, yaitu Thalaq yang dijatuhkan suami kepada isterinya satu kali atau dua kali, sebelum habis masa iddahnya suami boleh merujuk bekas isterinya tanpa pernikahan baru (akad baru)
b)       Thalaq Ba’in, Thalaq ba’in dibagi dua yaitu :
                                       i.     Ba’in Shugra, yaitu perceraian yang tidak boleh dirujuk kembali di waktu iddah, tetapi hendaklah dinikahi lagi dengan akad baru setelah habis iddahnya seperti:
i)        Perceraian fasakh yang dijatuhkan hakim
ii)      Istri yang diceraikan belum pernah dicampuri
iii)    Perceraian atas  khulu’
                                ii.          Ba’in kubro, yaitu suami mentalak istrinya sampai tiga kali, dimana mantan suaminya tidak boleh mengawin mantan isterinya kembali, kecuali apabila mantan istrinya telah dinikahi laki-laki lain tanpa persekongkolan dengan mantan suaminya dan telah digauli suami barunya dan kemudian diceraikan. 

3)        Shighat Thalaq
Yaitu kalimat dipakai unutk menceraikan istri.
Terbagi dua macam:
a)      Sharih (jelas), yaitu kalimat yang dapat dipahami dengan jelas, tidak diragukan, bhwa yang dimaksud adalah menceraikan istrinya.
b)      Kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang bermakna meragukan,bermaksud thalaq atau tidak. Seperti: “pulanglah engkau ke rumah keluargamu” atau pergilah dari sini” dan sebagainya.

b.      Khulu’ (Thalaq  tebus)
Khulu’adalah proses thalaq yang dijatuhkan suami sebagai akibat dari istri menebusnya dengan suatu harga tertentu bukan atas permintaan suami. Thalaq atas khulu’ terhitung sejak adanya putusan pengadilan agama. 
Istri dibolehkan mengajukan khulu’ kepada suaminya dengan syarat : 
1)      Suami berzina dengan perempuan lain
2)      Suami pemabuk
3)      Suami fasiq atau murtad
4)      Istri tidak senang lagi kepada tingkah laku suami dan khawatir berbuat nusyus.
Thalaq yang jatuh dengan ‘iwadl (tebusan) tidak bias dirujuk, kecuali dengan akad baru setelah habis masa iddah.
d.      Ila’
Ila adalah sumpah suami untuk tidak menggauli istrinya. Apabila suami bersumpah seperti itu maka dalam masa 4 bulan qomariyah suami tidak dibolehkan (haram) menggauli istrinya. (QS. Al-Baqarah [2]: 226). Apabila suami menggaulinya, maka terkena kafarat (denda) sebagai hukuman atas sumpah ucapannya itu, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang biasa dikonsumsi oleh keluarganya, atau memberi pakaian, atau memerdekakan budak. Jika tidak mampu juga, maka puasa tiga hari. (QS. Al-Maidah [5]: 89).

e.       Dhihar
Dhihar adalah salh satu cara menceraikan istri yang sudah terjadi sejak zaman jahiliyah, dengan ungkapan kasar dan otoriter. Dhihar artinya menyamakan istri dengna ibunya. Seperti: “Engkau bagiku seperti punggung ibuku sendiri”. 
Diketahui, bahwa ibu adalah mahramat (orang yang haram dinikahi), jika istrinya disamakan dengan ibunya, maka konsekwensi hukumnya ada dua alternatife; pertama, suami haram menggauli istrinya sebelum ia membayar kafarat. Kedua, jika tidak mampu membayar kafarat, maka tidak boleh menggauli istrinya. Kafarat tersebut dapat dibayar melalui beberapa alternatife secara urut, yaitu:
1)      Memerdekakan hamba sahaya, atau
2)      Jika tidak mampu atau tidak ada hamba, maka berpuasa selama 2 bulan berturut-turut, atau
3)      Jika tidak mampu atau kuat, maka boleh dengan memberi makan 60 orang miskin, masing-masing seorang miskin, masing-masing seorang miskin + 1 liter. Sebagaimana diterangkan dalam QS. Al-Mujadilah [58]: 2-4.

f.       Fasakh
Fasakh, yaitu suatu perceraian antara suami dan istri yang dilakukan oleh hakim atas permintaan pihak istri, dengan syarat-syarat: 
1)      Suami tidak mampu membayar mahar
2)      Suami miskin, tidak sanggup lagi member nafkah
3)      Suami cacat, yaitu :
4)      Suami hilang, tidak tertentu adanya

g.      Syiqoq
Syiqoq, yaitu perceraian yang diakibatkan oleh pertengkaran diantara suami istri serta tidak dapat didamaikan lagi (QS. An-Nisa [4]: 128 dan 35), dengan memanggil masing-masing wakil yang dipandang adil dan arif, baik dari masing-masing anggota keluarganya maupun bukan demi kemaslahatan ukhuwah. 

h.      Li’an
Li’an yaitu sumpah suami yang menuduh istrinya telah berbuat zina dengan menghadapkan cukup saksi atas tuduhannya.
Tuduhan suami terhadap istrinya seperti itu mengakibatkan beberapa hokum, yaitu:
1.      Bebas dari hokum dera (pukul/cambuk)
2.      Istri dihukum dengan hukuman zina mukhson (rajam)
3.      Suami isteri bercerai selama-lamanya
4.      Kalau ada anak, anak itu tidak dinasabkan kepada suami

6.    Iddah
Iddah adalah masa menunggu bagi perempuan yang diceraikan  atau ditinggal matioleh suaminya untuk dapat menikah lagi.
a.       Iddah isteri yang dicerai dan ia masih haid, lamanya 3 kali quru’ (suci),
b.      Iddah isteri yang dicerai dan ia tidak lagi haid (menopause), lamanya 3 bulan.
c.       Iddah isteri yang ditinggal mati suaminya lamanya 4 bulan 10 hari
d.      Iddah isteri yang dicerai dalam keadaan hamil lamanya sampai melahirkan
e.       Isteri yang dicerai sebelum digauli tidak ada iddah tetapi merajuknya harus dengan nikah baru.


7.      Rehabilitas pernikahan (Ruju’)
a.       Pengertian Raju’
Ruju’ adalah kembalinya sang suami kepada isteri setelah thalaq (pernyataan) suami.
b.      Rukun dan Syarat Ruju
Melakukan ruju’ harus memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut
1.      Rukun Ruju’
a.       Dilakukan oleh suami atau wakilnya
b.      Isteri yang sudah pernah digauli (dicampuri)
c.       Mengucapkan kata ruju’, baik dengan lisan maupun perbuatan

2.      Syarat Ruju’
a.       Isteri yang di thalaq 1 atau 2
b.      Thalaq yang dijatuhkan suami tanpa disertai ‘iwadl (tebusan) dari pihak isteri, seperti khulu’
c.       Isteri yang tidak terthalaq dengan ‘iddah
d.      Disaksikan oleh 2 orang saksi

3.      Hukum Ruju
a.       Wajib, bagi suami yang menthalaq salah satu isterinya sebelum dia (suami) menyempurnakan pembagian waktunya terhadap isteri yang dithalaq
b.      Haram bagi suami yang ruju’nya menyakiti isteri
c.       Makruh, kalau terusnya cerai lebih baik bagi keduanya
d.      Jaiz (boleh), hokum ruju’ yang asli
e.       Sunnah, bagi suami yang ruju’nya untuk memperbaiki hubungan, ruju’nya bermanfaat bagi keduanya







B.     Waris
1.      Pengertian Waris
Waris, adalah pindahnya berbagai hak  dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup.
Pengurutan hal-hal yang harus dibayar diatur secara urut sebagai berikut:
a.       Didahulukan membiayai perawatan jenazah daripada hutang-hutang
b.      Didahulukan pelunasan hutang-hutang daripada pelaksanaan wasiat
c.       Didahulukan membayar wasiat daripada mempusakakan harta peninggalan kepada ahli waris.

2.      Rukun Pewarisan
a.       Al-Muwarris adalah orang yang meninggal dunia baik mati hakiki maupun mati hukmi.
b.      Mati hukmi adalah suatu kematian yang dinyatakan dengan vonis hakim atas dasar beberapa sebab, walaupun pada hakikatnya ia belum mati sejati
c.       Al-Waris adalah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si-Muwarris
d.      Al-Mawrus adalah harta benda yang ditinggalkan oleh si mayat yang akan di pusakai oleh Al-waris setelah diambil untuk membiayai perawatan, melunasi hutang-hutang dan melaksanakan wasiyat jika ada.
3.      Sebab-sebab mempusakai
a.       Sebab perkawinan
b.      Sebab kekerabatan
c.       Wala’

4.      Syarat-syarat pewarisan
a.       Matinya muwaris secara hakiki atau hukmi
b.      Hidupnya ahli waris setelah meninggalnya muwaris meskipun secara hokum
c.       Tidak terhalang mewaris, yaitu :
1)      Bukan dudak
2)      Bukan pembunuh
3)      Tidak berlainan agama
4)      Tidak berlainan warga negaranya (dalam ikhtilaf)

4.      Orang-orang yang berhak menerima warisan
A.     Ashabul furudl
Ashabul furudl adalah ahli waris yang masing-masing bagiannya telah ditentukan (Furudlul al-Muaddarah) dalam al-qur’an.
Ada 12 orang, terdiri atas 4 orang dari pihak laki-laki dan 8 orang dari pihak perempuan.
Pihak laki-laki 4 orang yaitu :
1.      Suami
2.      Ayah
3.      Kakek Shahih terus ke atas dari pihak bapak
4.      Saudara seibu
Pihak perempuan 8 orang yaitu :
1.      Isteri
2.      Anak perempuan
3.      Cucu perempuan pancar laki-laki (anak perempuan dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah
4.      Saudari sekandung (seayah – seibu)
5.      Saudari seayah
6.      Saudari seibu
7.      Ibu
8.      Nenek shahihah terus ke atas dari pihak ibu
B.       Furudhulmuqaddaroh
Yaitu ketentuan hokum tentang bagian masing-masing ahli waris, sebagai berikut
1.      1/2 (setengah)
2.      1/4 (seperempat)
3.      1/8 (seperdelapan)
4.      2/3 (dua pertiga)
5.      1/3 (sepertiga)
6.      1/6 (seperenam)



Adapun secara teperinci bagian-bagian mereka adalah sebagian berikut : 
1.      Ahli waris yang mendapatkan setengah ada lima orang yaitu
a.       Anak perempuan tunggal, bila tidak punya saudara laki-laki maupun saudara perempuan
b.      Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki, bila tidak ada yang menariknya mnejadi ashabah dan tidak ada yang menhijabnya (hasil ijma’i)
c.       Siuami, bila tidak bersama ahli waris lain
d.      Seorang saudara perempuan kandung, bila tidak ada yang menghijabnya
e.       Seorang saudara perempuan sebapak, jika saudara perempuan sekandung tidak ada
2.      Ahli waris yang mendapat seperempat ada dua orang yaitu :
a.       Suami
b.      Istri (seorang/lebih)
3.      Ahli waris yang mendapat seperdelapan ada satu orang yaitu: istri (seorang/lebih) bila bersama anak atau cucu dari anak laki-laki
4.      Ahli waris yang mendapat dua pertiga ada empat orang yaitu :
a.       Dua anak perempuan atau lebih, apabila tidak ada anak laki-laki
b.      Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki
c.       Dua orang atau lebih saudari perempuan sekandung
d.      Dua orang atau lebih saudari perempuan yang seayah
5.      Ahli waris yang mendapat sepertiga ada dua orang yaitu:
a.       Ibu
b.      Dua orang saudara atau lebih (perempuan atau laki-laki) yang seibu
6.      Ahli waris yang mendapat seperenam ada tuju orang yaitu :
a.       Ibu
b.      Bapak
c.       Nenek
d.      Cucu perempuan
e.       Kakek
f.       Seoarang saudara laki-laki atau perempuan yang seibu
g.      Seorang saudari perempuan atau lebih yang sebapak


B.     Ashobah
Ashobah yaitu ahli waris dari pihak anak laki-laki dan kaum kerabat dari pihak bapak atau yang diberikannya kepadanya sisa bagian setelah ashabul furudl mengambil bagiannya yang sudah ditentukan. Ashobah dibagi tiga, yaitu :
1.   ‘Ashobah Bi Nafsih, yaitu ahli waris yang berhak menerima waris karena dirinya sendiri sebagai ashobah. Mereka ada 13 orang :
a.       Anak laki-laki
b.      Anak laki-laki dari anak laki-laki (Cucu laki-laki)
c.       Ayah
d.      Kakek dari ayah
e.       Saudara laki-laki yang sekandung
f.       Saudara laki-laki yang seayah
g.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
h.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
i.        Suadara laki-laki ayah (paman) kandung
j.        Saudara laki-laki ayah (paman) seayah
k.      Saudara laki-laki dari paman kandung
l.        Saudara laki-laki dari paman seayah
m.    Laki-laki yang memerdekakan budak
2.   Ashobah bil Ghair, yaitu ahli waris yang menjadikan ashobah karena ahli waris lain yang telah menjadi ashobah, mereka ada 4 orang:
a.       Anak perempuan yang ditarik anak laki-laki
b.      Cucu perempuan yang ditarik cucu laki-laki
c.       Saudari perempuan kandung yang ditarik saudara laki-laki kandung
d.      Saudari perempuan seayah yang ditarik saudara laki-laki seayah
3.   ‘Ashobah ma’al Ghairi, yaitu ahli waris yang menjadi ashobah karena bersama-sama dengan waris lain yang bukan ashobah.
Mereka ada 3 orang, yaitu:
a.       Seorang saudari perempuan atau lebih yang sekandung
b.      Seorang saudari perempuan atau lebih yang seayah
c.       Seorang saudari perempuan atau lebih yang sekandung
4.   Dzawil Arham, yaitu keluarga yang mendapatkan warisan karena ada hubungan keluarga (rahim) dari perempuan (orang yang meninggal)).
a.       Cucu (laki atau perempuan) dari anak perempuan = anak perempuan
b.      Anak laki-laki dan anak perempuan dari
c.       Kakek
d.      Nenek
e.       Anak perempuan
f.       Anank laki-laki dari saudara seibu
g.      Anak laki-laki dan anak perempuan dari saudari perempuan kandung sebapak atau seibu
h.      Bibi
i.         Paman seibu
j.        Saudara laki-laki dan saudari perempuan
k.      Anak perempuan paman
l.        Bibi dari pihak ibu

6.      Hijab dan Mahjub
Hijab yaitu penghalang ahli waris mendapat warisan,orang yang terhalang disebut Mahjub
Hijab terbagi 2 , yaitu
1.      Hijab Nuqson, mereka adalah
No
Hijab
Mahjub
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Anak laki-laki

Ibu

Ayah

Cucu laki-laki
Anak laki-laki atau perempuan; cucu perempuan dari anak laki-laki bapak

Sudara sebapak

Kakek
Cucu perempuan
Nenek
Kakek
Cucu perempuan
Saudara seibu

Ibu

Saudara sebapak saudara seibu anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak, paman, anak dari paman




2.      Hijab hiraman, yaitu terlarangnya waris untuk menerima warisan karena sebab-sebab tertentu, seperti pembunuhan, murtad berlainan agama, dan lain-lain.

7.      Pembagian secara ‘Aul dan Radd
‘Aul yaitu menambah angka penyebut menjadi sama dengan pembilangnya, karena, pembilang lebih besar dari penyebut. Sedangkan Rad sebaliknya

C.     Wasiat
1.      Pengertian Wasiat
Wasiat adalah berpesan tentang suatu kebaikan yang akan dijalankan setelah seseorang meninggal dunia.
2.      Dasar Hukum Wasiat
Al-qur’an surat Al-baqoroh [2]: 180 dan 240, Al-Ma’idah ayat 5 dan 106 serta Hadis Rosulullah SAW,
3.    Hukum Wasiat
Hukum asal wasiat adalah sunnah. Kemudian menjadi haram apabila berwasiat kepada jalan yang haram; wajib apabila kepada yang haq untuk kepentingan jalan ALLAH ; Makruh kepada yan fasiq.
4.    Rukun dan Syarat Wasiat
a.       Ada orang yang berwasiat
b.      Ada orang yang menerima wasiat
c.       Ada barang yang diwasiatkan
d.      Ijab dan Qabul
5.    Pembatalan Wasiat
a.       Calon penerima wasiat dalam tindak pidana yang terkait dengan perwasiatan (misalnya membunuh) pewasiat, pemalsuan administrasi, dan lain-lain)
b.      Penerima wasiat lebih dulu meninggal sebelum pewasiat
c.       Penerima wasiat menolak menerima wasiat
d.      Penerima wasiat tidak pernah menyatakan menerima wasiat
e.       Penerima wasiat hilang akal

           

D.    Wakaf
1.      Pengertian wakaf
Wakaf yaitu menahan suatu benda yang kekal zatnya dan dapat diambil manfaatnya untuk kebaikan. 

2.      Rukun dan Syarat Wakaf
a.      Wakif, orang yang mewakafkan benda
b.      Maukuf yaitu benda yang diwakafkan
c.       Nadzir; yaitu orang yang mengurus atau mengelola benda wakaf
d.      Iqrar, yaitu pernyataan wakaf

3.      Macam-macam Wakaf
Wakaf dibagi 2 (dua) yaitu wakaf ahli (keluarga) dan wakaf  khairi (umum)

E.     Hibah
1.      Pengertian Hibah
Hibah adalah memberikan sesuatu barang (zat) dengan tidak ada tukarannya dan tidak ada karenanya dan tidak ada karenanya sebagaimana firman ALLAH SWT dalam QS. Al-Baqarah [2] : 77 dan 262
2.      Rukun dan Syarat Hibah
a.      Al-wahib, orang yang menghibahkan
b.      Al-Mauhub lah, orang yang menerima hibah
c.       Al-Hibah, benda yang dihibahkan
d.      Ijab Kabul
3.      Hibah Hubugannya dengan warisan
Hibah dapat diajadikan praktek untuk pembagian warisan semasa muwaris belum meninggal (masih hidup) dengan perjanjian tertulis saling menerima ada gugatan oleh siapapun dan dalam bentuk apapun (baca KHI, pasal 211)
4.      Penarikan Harta Hibah
Apabila hibah kepada orang lain, maka haram diambil kembali. Kebolehan mengambil kembali harta hibah hanya hibah dari orang tua kepada anak, kebolehan ini pun akan menimbulkan sakit hati bagi penerima hibah

No comments:

Post a Comment

Silahkan isi komentar Anda disini