MODEL INTERVENSI
DALAM PENGEMBANGAN ORGANISASI PUBLIK
LATAR BELAKANG
Berkembang adalah tuntutan agar tetap dapat hidup. Proses perkembangan selalu berimplikasi terjadi perubahan. Perubahan adalah keniscayaan, sebagai konsekuensi dari perkembangan. Perkembangan dapat ke arah positif maupun kearah negatif. Perkembangan ke arah positif memberikan kekuatan bagi organisme (manusia atau organisasi) untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan. Perkembangan kearah negatif, karena hakekat alamiah maupun karena salah pengelolaan, akan mengakibatkan kemunduran dan bahkan kematian. Pengembangan yang didesain akan menghasilkan peluang lebih besar menuju ke arah positif.
Perubahan lingkungan yang demikian cepat tidak lagi dapat diatasi dengan proses perkembangan yang alamiah dan "mengalir mengikuti arus". Desain pengembangan untuk mewujudkan perubahan yang terencana sangat dibutuhkan agar organisme (manusia maupun organisasi) dapat berkembang ke arah positif dan mampu menghadapi lingkungannya.
Manusia membutuhkan organisasi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Kesejahteraan umat manusia pun sebagian besar ditentukan oleh perkembangan organisasi. Bangsa dan negara yang baik akan membuat lebih sejahtera warganya. Perusahaan atau industri yang baik akan membuat lebih baik kehidupan karyawannya. Sebaliknya organisasi membutuhkan manusia untuk dapat berkembang secara positif. Manusialah yang menentukan kemajuan atau kemunduran organisasi.
Arah dan kecepatan perkembangan organisasi sangat ditentukan oleh desain pengembangan organisasi dan keberhasilan proses perubahannya. Untuk itu, dibutuhkan manusia-manusia dengan keahlian untuk mendesain pengembangan organisasi. Individu dan komunitas yang berpraktek dalam bidang pengembangan dan perubahan organisasi dengan mendasarkan diri pada pengetahuan yang tepat akan dapat meningkatkan perkembangan organisasi secara khusus dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Model/pola Mental (Mental Model)
Model mental adalah suatu prinsip yang mendasar dari Organisasi Pembelajar, karena dengannya organisasi dan individu yang ada di dalamnya diperkenankan untuk berpikir dan merefleksikan struktur dan arahan (perintah) dalam organisasi dan juga dari dunia luar selain organisasinya. Senge menyebutkan bahwa model mental adalah suatu aktivitas perenungan, terus menerus mengklarifikasikan, dan memperbaiki gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi.
Model mental adalah suatu prinsip yang mendasar dari Organisasi Pembelajar, karena dengannya organisasi dan individu yang ada di dalamnya diperkenankan untuk berpikir dan merefleksikan struktur dan arahan (perintah) dalam organisasi dan juga dari dunia luar selain organisasinya. Senge menyebutkan bahwa model mental adalah suatu aktivitas perenungan, terus menerus mengklarifikasikan, dan memperbaiki gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi.
Model mental merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya.
Perencanaan
Tujuan IC dinyatakan sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa semua staf memahami prioritas tujuan bisnis dan pendorongnya, serta relevansi dari prioritas tersebut bagi keberhasilan perusahaan di masa mendatang.
2. Membantu karyawan memahami tujuan bisnis, dan memastikan bahwa karyawan mengerti peran dan kontribusi mereka terhadap pencapaian tujuan tersebut.
3. Mendorong / memastikan bahwa para manajer dan staf sering menyelenggarakan dialog tentang kinerja: potensi pengembang, hambatan – hambatan, sumber daya, dan proses.
4. Memberikan proses dan pelatihan sehingga informasi dapat diakses secara lebih mudah dan ditransfer secara lebih cepat ke setiap bagian organisasi untuk mendukung praktik kerja yang efisien.
Strateginya adalah memodernisasi pendekatan komunikasi internal dasar di seluruh bagian perusahaan sehingga dialog tentang bisnis sangat ditekankan. Isi dari komunikasi harus diseimbangkan kembali untuk memberikan "share of vaice" yang lebih besar atas informasi strategis, operasional, dan mendidik mengenai bisnis atau perusahaan.
Konsep "hak" dan "tanggung jawab" manajemen komunikasi akan diperkenalkan untuk mengubah cara memandang komunikasi, membicarakan tentang dan menggunakan orang dalam perusahaan. Hal ini sangat mendasar untuk mengembangkan kultur atau budaya dimana tidak lagi dapat dibenarkan bila karyawan tidak diberitahu atau dianggap tidak perlu mengetahui prioritas komersial bisnis.
FAKTOR-FAKTOR KEBERHASILAN YANG PENTING HARUS DIIDENTIFIKASI.
Faktor yang paling menantang adalah memastikan bahwa manajer senior menempatkan nilai-nilai komunikasi internal setingkat dengan nilai-nilai komunikasi eksternal. Para manajer senior itu memandang komunikasi internal sebagai cara untuk memberikan informasi kepada para staf mengenai proses manajemen serta memungkinkan staf mampu membuat penilaian secara komersial.
Penerapan / Implementasi
Pada akhir Oktober 1997, Gerald Corbett, direktur utama, mengumumkan tujuh tindakan inti dengan anggaran sebesar £730.000. Jika, tindakan-tindakan tersebut dikombinasikan akan tercipta sebuah kerangka kerja baru bagi komunikasi, yang memperkenalkan tujuan komunikasi strategis dan reposisi komunikasi internal di Railtrack.Kecenderungan birokrasi dan birokratisasi pada masyarakat modern
benar-benar dipandang memprihatinkan, sehingga digambarkan adanya ramalan mengenai makin menggejalanya dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang paling rasionalpun, tidak bisa lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melainkan justru merupakan pertanda malapetaka dan bencana baru yang menakutkan (Blau dan Meyer, 2000: 3).
Siagian (1994), misalnya, mengakui adanya patologi birokrasi. Hal itu
dicirikan oleh kecenderungan patologi karena persepsi, perilaku dan gaya
manajerial, masalah pengetahuan dan ketrampilan, tindakan melanggar hukum, keperilakuan, dan adanya situasi internal. Demikian juga Kartasasmita (1995) menyebutkan, bahwa birokrasi memiliki kecenderungan mengutamakan kepentingan sendiri (self serving), mempertahankan statusquo dan resisten terhadap perubahan, dan memusatkan kekuasaan.
Hal inilah yang kemudian memunculkan kesan bahwa cenderung lebih mementingkan prosedur daripada substansi, lamban birokrasi dan menghambat kemajuan.Benarkah demikian?
Menurut Islamy (1998:8), birokrasi di kebanyakan negara berkembang
termasuk Indonesia cenderung bersifat patrimonialistik : tidak efesien, tidak
efektif (over consuming and under producing), tidak obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif dan represif
Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, terdapat pula kecenderungann 2 terjadinya birokrasi “orwellian” yakni proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi. Akibatnya, birokrasi Indonesia semakin membesar (big bureaucracy) dan cenderung tidak efektif dan tidak efesien. Pada kondisi yang demikian, sangat sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu melaksanakan kewenangankewenangan barunya secara optimal.
Meskipun sudah menjadi gejala yang sangat umum, ternyata pada setiap
konteks sistem budaya masyarakat, secara empirik birokrasi dan birokratisasi terlihat dalam pola perilaku yang beragam. Gejala demikian menunjukkan bahwa birokrasi dan birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk idealnya. Beberapa alasan, mengapa bentuk ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek kerjanya antara lain: Pertama, manusia birokrasi tidak selalu berada (exist) hanya untuk organisasi. Kedua, birokrasi sendiri tidak kebal terhadap perubahan sosial. Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua orang. Keempat, dalam kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.
Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator birokrasi lebih berjaya
hidup di dunia barat daripada di dunia timur. Hal ini dapat dipahami, karena di dunia barat birokrasi telah berkembang selama beberapa abad. Suatu misal pada abad pertengahan dan seterusnya, perkembangan birokrasi semakin dipacu dan di dukung oleh masyarakat industri. Oleh karena rasionalitas birokrasi cenderung berhubungan dengan gejala industrialisasi, maka banyak negara yang bercita-cita menjadi masyarakatnya menjadi masyarakat industri dan mengadopsi model birokrasi rasional di dalamnya. Namun demikian, bagi masyarakat yang sedang berkembang tidak semua kemanfaatan birokrasi rasional dapat dipetik dan dirasakan. Apalagi birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa berbagai pola
tingkah laku yang telah merupakankebiasaan dalam birokrasi tidak dapat mengikuti dan memenuhi tuntutanpembangunan dan perkembangan masyarakatnya. Sebagai contoh, Islamy(1998:7) menyebutkan adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang intervensi, Model intervensi adalah suatu model time series yang dapat digunakan untuk memodelkandan meramalkan data yang mengandung goncangan atau intervensi baik dari faktor eksternal maupun internal. Ada dua fungsi utama yang digunakan dalam model intervensi, yaitu fungsi step dan pulse. Sampai saat ini, penelitian tentang analisis intervensi terbatas hanya memasukkan satu jenis goncangan (single input) yaitu fungsi step atau pulse saja. Belum adanya prosedur baku dalam pemodelan intervensi pada data yang mengandung lebih dari satu jenis goncangan (multi input), memberikan peluang untuk kajian lebih lanjut berkaitan dengan intervensi multi input. Penelitian ini mengkaji secara teoritis dan terapan tentang intervensi multi input. Kajian teoritis dilakukan untuk mendapatkan prosedur yang tepat dalam pemodelan intervensi multi input.
Pengertian Pengembangan Organisasi
Pengembangan Organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektivitas keorganisasian dengan mengintegrasikan keinginan individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian. Alasan akan pentingnya pengembangan Organisasi Perubahan adalah pertanda kehidupan• Perubahan memberikan harapan• Pengembangan merupakan tanggapan atas perubahan• Pengembangan merupakan usaha untuk menyesuaikan dengan hal baru•
Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, perkembangan dunia disibukkan oleh adanya proses pencarian keadilan lebih lanjut. Salah seorang pemikir yang menelurkan pemikiran mengenai pencarian keadilan adalah Karl Marx. Marx melahirkan sebuah doktrin Marxisme yang ingin menciptakan suatu masyarakat tanpa kelas. Dasar pemikirannya adalah untuk menciptakan suatu keadaan yang lebih adil dimana kelas-kelas yang sebelumnya diisi oleh pertentangan terutamanya antara kelas borjuis dan kelas proletar bisa dihilangkan dengan menciptakan suatu kondisi tanpa kelas. Pandangan inilah yang mengilhami banyak pemikir di kalangan negara-negara Dunia Ketiga (Asia, Afrika, dan Amerika Latin) mengenai kesenjangan yang mereka hadapi dengan negara-negara bekas penjajah mereka.
Untuk itu, walaupun tidak semua pemikir Dunia Ketiga setuju untuk mengilhami pemikiran Marx, pemikir ini sebenarnya tetap menggunakan core dari pemikiran Marx. Untuk lebih memperjelas pendalaman mereka terhadap bentuk-bentuk ketidakadilan, mereka melihatnya dalam hubungan-hubungan langsung antarnegara yang banyak terangkum dalam hubungan-hubungan di dalam organisasi internasional. Ketergantungan merupakan salah satu bentuk yang dianggap oleh banyak pemikir sebagai sumber dari ketidakadilan, dan oleh karenanya dalam menganalisis hal ini, Yosh Tandon (1978:377) mengemukakan dua perspektif berbeda dari negara-negara Dunia Ketiga mengenai pentingnya organisasi internasional. Pertama, kaum revolutionaries, yaitu negara-negara yang menganggap hubungan yang terjalin dalam organisasi internasional adalah bentuk penjajahan murni, bentuk pengemukakan ketidakadilan yang nyata, sehingga mereka cenderung untuk tidak terlibat langsung dalam organisasi internasional. Dicontohkan dalam hal ini, Palestinian Liberation Organization (PLO) yang ternyata malah menjadi tergantung kepada Liga Arab bagi sumber finansialnya daripada untuk memandirikan mereka, dan inilah yang sering dikemukakan oleh negara-negara revolutionaries seperti Cina dan Vietnam yang tidak ingin terlibat dalam organisasi internasional sampai mereka menjadi negara kuat terlebih dahulu. Kedua, kaum reformism yang memandang penggunaan organisasi internasional justru akan mengurangi ketergantungan mereka, terutama terhadap negara-negara maju.
Munculnya pemikiran semacam pemikiran Marx di negara-negara Dunia Ketiga juga tidak terlepas dari penelitian-penelitian mereka mengenai dependencia dan developmentalist. Seperti yang kita ketahui bersama, negara-negara Dunia Ketiga merupakan negara bekas jajahan yang dapat dikatakan harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan sistem internasional saat itu. Ketertinggalan menyebabkan negara-negara Dunia Ketiga amat membutuhkan pembangunan dan kerjasama yang banyak dituangkan di organisasi internasional. Padahal, sistem internasional yang ada pada saat itu banyak melahirkan bentuk-bentuk penjajahan baru dengan lebih banyak mengorbankan negara-negara Dunia Ketiga. Inilah yang kemudian menimbulkan pemikiran mencari bagaimana bentuk kerjasama internasional yang lebih adil di dalam negara-negara Dunia Ketiga itu sendiri.
Dalam perkembangannya, dunia internasional ternyata membutuhkan lebih lanjut sosok pemikiran mengenai kerjasama internasional yang mampu mengatasi persoalan yang lebih rumit dan luas. Kita mungkin banyak menyadari bahwa kita ternyata hidup di dunia yang satu, dunia yang sama. Permasalahan-permasalahan yang ada bukanlah lagi merupakan permasalahan lokal, permasalahan negara itu saja. Namun, permasalahan yang ada adalah permasalahan bersama, permasalahan global, seperti Richard Sterling contohkan yaitu permasalahan nuklir, ledakan penduduk, polusi udara, revolusi komunikasi, kemakmuran bersama, dan kemiskinan global. Untuk itu pula, kita juga membutuhkan solusi global dan pada saat yang bersamaan, munculah pandangan baru bernama Globalist.
Pandangan Globalis adalah memandang permasalahan yang ada dari sudut pandang dunia. Pandangan ini, tidak seperti Fungsionalis ataupun Marxist, memandang segala sesuatunya dari dunia, tempat dimana seluruh bagian dari sistem itu bekerja. Penekanan lebih lanjutnya adalah tercermin dalam berbagai organisasi internasional yang memperjuangkan paham ini, yaitu untuk mempertahankan keberlangsungan dunia, termasuk di dalamnya makhluk hidup yang menghuninya terutama manusia, dengan berbagai fungsi-fungsi bagiannya yang lebih luas dan lebih efisien. Pemikir lainnya, John Burton mengatakan bahwa jika memasukkan
terminologi masyarakat dunia dalam hubungan internasional yang ada selama ini, maka kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih luas, dimana di dalamnya akan terdapat banyak solusi untuk permasalahan peradaban manusia yang tentunya juga masih sangat relevan dengan kepentingan nasional masing-masing negara. Sterling kemudian menyarankan untuk membentuk suatu institusi semacam organisasi internasional yang dikemas dalam perspektif global yang nantinya akan banyak memberikan jawaban-jawaban terhadap permasalahan global. Barbara Ward dan Rene Dubos dalam bukunya Only One Earth: The Care and Maintenance of a Small Planet pun juga mengatakan pentingnya pemecahan masalah bersama secara global yang harus dilakukan segera karena permasalahan itu terlihat sangat kompleks dan mengancam kedudukan kita sebagai umat manusia daripada hanya membahas masalah dari aspek kedaulatan negara semata, dan akan lebih baik lagi jika justru pemerintah dari masing-masing negara mendiskusikan permasalahan ini secara bersama, mungkin melalui semacam organisasi internasional
Seperti yang dikemukakan di atas, ketidakadilan telah mengemuka di pergulatan dunia sejak dahulu kala. Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak pemikir yang memberikan solusi bagi penyelesaian masalah ketidakadilan tersebut. Pemikir yang mulai menampakkan inti dari ketidakadilan tersebut mungkin saja dimulai dari pemikiran seseorang bernama Karl Marx dengan langsung menyinggung permasalahan antarkelas, bukan lagi antaraktor yang terlalu luas seperti antara individu dan negara, walaupun Marx pernah mengakui bahwa pemikirannya bukanlah berasal dari dirinya seorang. Dalam hubungan internasional, banyak sekali dijumpai ketimpangan, dan dalam ekspresi lebih lanjut mengenai hubungan internasional yang dituangkan dalam organisasi internasional, maka pemikiran Marx juga masih relevan untuk digunakan. Marx adalah sosok yang ingin menciptakan suatu kondisi tanpa kelas, sehingga pemikirannya juga dapat disebut sebagai pemikiran Strukturalis karena kondisi tanpa kelas merupaka struktur yang ingin diciptakan oleh Marx.
Samuel P. Huntington dalam bukunya mengatakan bahwa Perang Dingin membawa tatanan dunia internasional ke dalam tatanan yang lebih teratur dimana hanya terdapat dua ideologi besar yang menguasai dunia pada saat itu. Pada saat itu, sisi pertama diwakili Barat dengan ideologi liberal dan Soviet dengan ideologi komunisnya dimana negara-negara yang menjadi center dari kedua ideologi tersebut dianggap sebagai negara inti. Selain negara inti, terdapat pula negara-negara tepi yang merupakan tarikan dari negara-negara inti tersebut. Sistem dualisme ini belum begitu kentara memperlihatkan kesenjangan yang ada pada saat itu, walaupun pasti tetap saja terdapat ketimpangan itu. Setelah Soviet ambruk, dan dengan ambruknya Soviet yang membuktikan kerapuhan tatanan internasional pada saat itu karena selain tidak adil juga tidak mampu memberikan kemakmuran, mulai bermunculan negara-negara kuat baru dengan core-pheriperal-nya sendiri, maka tatanan internasional dunia semakin menjadi lebih kompleks dan heterogen. Dapat kita lihat sekarang, di dalam sebuah organisasi internasional terbesar, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terjadi begitu hebat tarik-menarik kepentingan antarnegara dan mungkin saja menyebabkan PBB mulai tidak dapat lagi menjalankan perannya sebagai penjaga perdamaian. Dalam judul yang berbeda, namun masih dalam satu buku ciptaannya, Huntington juga menyinggung adanya universalism Barat yang berusaha untuk menyebarkan doktrin ajarannya, paling tidak di dua peradaban besar lainnya, Islam dan Cina, seperti doktrin mengenai pasar bebas, pemerintahan yang terbatas, menjunjung tinggi hak asasi manusia, individualisme, peran hukum, dan pengejewantahan itu sema dalam institusi. Ini bisa saja menyebabkan terjadinya crash peradaban yang akan semakin memperburuk hubungan internasional dan mungkin akan menyebabkan terjadinya perang selanjutnya yang dibahas dalam judul lainnya oleh Huntington dalam bukunya yang sama.
Untuk sementara kita meninggalkan pemikiran Huntington, dan melesat jauh menuju kekeadaan dunia sekarang yang bergerak lebih cepat akibat adanya globalisasi. Dalam artikelnya, Robert O. Koohare dan Joseph S. Nye, Jr. merumuskan bahwa para modernis berkata perkembangan informasi akan mengubah dominasi negara dalam politik dunia sejak jaman feodal ke aktor internasional lainnya seperti multinasional corporation ataupun transnational social movements ataupun organisasi internasional dikarenakan masyarakat suatu tempat menjadi lebih mudah dalam berintegrasi dengan masyarakat di daerah lain dan cepat dalam mengetahui suatu informasi sehingga dapat dikatakan kita sedang berada dalam suatu tempat dengan jarak yang teramat dekat atau disebut global village. Hal ini akan memberikan dampak dalam tatanan internasional dimana hubungan tidak lagi didominasi oleh aktor negara saja dan mungkin saja akan membentuk suatu tatanan masyarakat global yang menurut Chris Brown berarti suatu masyarakat yang memiliki common interest dan common identity untuk menciptakan kesejahteraan bersama, solidaritas, dan hubungan yang baik yang melingkupi semua umat manusia.
Untuk itu semua, dibutuhkan suatu wadah yang dapat digunakan secara bersama. Untuk yang satu ini, kembali dalam pemikirannya Koogare dan Nye, terdapat suatu pemikiran tradisionalis yang menganggap bahwa peran negara masih sangat dibutuhkan walaupun peran aktor internasional lainnya memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadi wadah terbentuknya suatu masyarakat global karena ternyata negara masih menjadi faktor pendorong penting. Dapat dilihat dalam perkembangan era globalisasi sekarang, walaupun sebagai contoh, pengguna internet di seluruh dunia mengalami peningkatan cukup tajam hingga mencapai sekitar satu milyar orang pada tahun 2005, pengguna internet ternyata masih hanya mencapai seperenam dari total seluruh penduduk dunia, terlebih lagi jika kita menggunakan indikator globalisasi lainnya seperti pemakai telepon, dsb.
KESIMPULAN
Kemajuan pesat di bidang teknologi dan informasi telah membawa perubahan besar di segala bidang kehidupan, termasuk bidang organisasi. Dewasa ini, kita hidup tidak lagi dalam batasan sekat, waktu maupun jarak. Sebagai contoh, ritme kehidupan organisasi di belahan dunia Barat dapat segera diketahui oleh belahan dunia Timur dalam hitungan detik. Terjadinya ekspansi perusahaan antarnegara dapat saja berlangsung tanpa perlu memindahkan fisik perusahaan, tetapi cukup memindahkan sistem manajemen maupun teknologinya melalui perangkat informasi teknologi.
Kemajuan pesat di bidang teknologi dan informasi telah membawa perubahan besar di segala bidang kehidupan, termasuk bidang organisasi. Dewasa ini, kita hidup tidak lagi dalam batasan sekat, waktu maupun jarak. Sebagai contoh, ritme kehidupan organisasi di belahan dunia Barat dapat segera diketahui oleh belahan dunia Timur dalam hitungan detik. Terjadinya ekspansi perusahaan antarnegara dapat saja berlangsung tanpa perlu memindahkan fisik perusahaan, tetapi cukup memindahkan sistem manajemen maupun teknologinya melalui perangkat informasi teknologi.
Disadari atau tidak dampak perubahan tersebut dapat berimplikasi terhadap lingkungan internal organisasi. Sebagai contoh organisasi dengan sistem manajemen tradisional misalnya, di mana banyak pekerjaan teknis dilakukan dengan manual, akan kalah bersaing dengan organisasi yang menggunakan teknologi mesin. Selain itu, dampak perubahan juga berimplikasi terhadap SDM. SDM dituntut untuk memiliki pengetahuan yang tinggi berkenaan dengan penggunaan peralatan modern yang serba otomatis. Dampak lanjutannya adalah pengurangan tenaga manusia di perusahaan. Pengurangan tenaga manusia, akan menciptakan dan menambah pengangguran baru sehingga pada akhirnya akan berimbas terhadap stabilitas politik Dalam melakukan perubahan organisasi mau tidak mau akan bersentuhan dengan SDM organisasi. SDM merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif maka perubahan organisasi yang menyangkut aspek SDM harus memperhatikan perencanaan, perekrutan, pembinaan dan pengembangan, dengan mengacu pada kultur atau budaya organisasi yang efektif dan efisien. Pembahasan tentang Pengelolaan SDM dalam Organisasi ini terdapat pada Modul 5. Kemudian dalam Modul 6, dibahas mengenai konsep Perencanaan Strategis. Dalam organisasi yang tumbuh dan berkembang diperlukan strategi unggul untuk memaksimalkan kapasitas organisasi dalam upaya meraih pangsa pasar dan kelangsungan organisasi. Penerapan strategi unggul dapat diwadahi jika organisasi memiliki perencanaan yang strategik.
DAFTAR PUSTAKA
P. Siagian, Prof. Dr. Sondang. (2007). MPA: Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara
S. P. Hasibuan, Drs. H. Malayu. (2006). Manajemen SDM. Jakarta: PT Bumi Aksara
No comments:
Write komentarSilahkan isi komentar Anda disini