PENGARUH STRES KERJA TERHADAP PRODUKTIFITAS
ANGGOTA ORGANISASI
ANGGOTA ORGANISASI
Oleh
Endi Sutrisna
072645
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG-BANTEN
2010
Endi Sutrisna
072645
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG-BANTEN
2010
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan kebagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi manajemen baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja sebagai anggota oganisasi di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang seringkali memicu terjadinya stress kerja.
Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. tenaga kerja yang menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres. Berbagai tekanan yang dirasakan oleh tenaga kerja dapat berasal dari faktor- faktor intrinsik dalam pekerjaan yang menimbulkan kebosanan karena pekerjaan berulang- ulang dan tempat kerja yang bising, konflik peran yang dirasakan pekerja yaitu sebagai pelaksana sekaligus sebagai pekerja, adanya karir yang tidak berkembang, hubungan yang buruk dengan rekan sekerja maupun dengan atasan, ditambah lagi adanya struktur organisasi yang jelek, aturan main yang terlalu kaku, sedikitnya keterlibatan atasan, serta ciri individu dalam menanggapi situasi yang dihadapi. Selain itu, tenaga kerja dalam interaksinya dengan pekerjaan juga dipengaruhi pula oleh hasil interaksi di tempat lain seperti di di rumah, di perkumpulan dan sebagainya Ashar Sunyoto, 2001:380). Hampir 50- 75 % dari seluruh kunjungan kepada dokter, langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan stres (Laurentius Panggabean, 2003:1).
Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan kebagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi manajemen baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja sebagai anggota oganisasi di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang seringkali memicu terjadinya stress kerja.
Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. tenaga kerja yang menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres. Berbagai tekanan yang dirasakan oleh tenaga kerja dapat berasal dari faktor- faktor intrinsik dalam pekerjaan yang menimbulkan kebosanan karena pekerjaan berulang- ulang dan tempat kerja yang bising, konflik peran yang dirasakan pekerja yaitu sebagai pelaksana sekaligus sebagai pekerja, adanya karir yang tidak berkembang, hubungan yang buruk dengan rekan sekerja maupun dengan atasan, ditambah lagi adanya struktur organisasi yang jelek, aturan main yang terlalu kaku, sedikitnya keterlibatan atasan, serta ciri individu dalam menanggapi situasi yang dihadapi. Selain itu, tenaga kerja dalam interaksinya dengan pekerjaan juga dipengaruhi pula oleh hasil interaksi di tempat lain seperti di di rumah, di perkumpulan dan sebagainya Ashar Sunyoto, 2001:380). Hampir 50- 75 % dari seluruh kunjungan kepada dokter, langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan stres (Laurentius Panggabean, 2003:1).
Stres yang dialami oleh tenaga kerja dapat berkembang kearah positif yaitu stres dapat menjadi kekuatan positif bagi tenaga kerja sebagai anggota organisasi. Adanya dorongan yang tinggi untuk berprestasi membuat makin tinggi tingkat stresnya dan makin tinggi juga produktivitas dan efisiensinya (Ashar Sunyoto, 2001:374). Tetapi stres juga dapat berkembang kearah negatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller, stres yang dihadapi tenaga kerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Demikian pula jika banyak diantara tenaga kerja di dalam organisasi atau perusahaan mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu.
2.1 Stress Kerja dan Produktifitas Kerja
2.1.1 Pengertian Stres
Stres adalah reaksi seseorang secara psikologi, fisiologi, maupun perilaku bila seseorang mengalami ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Selye mendefinisikan stres sebagai reaksi non spesifik tubuh terhadap beberapa tuntutan yang melebihi dari kemampuannya (Bambang Tarupolo, 2002:4). Definisi stres menurut Agus M (1994:23) adalah tanggapan menyeluruh dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang datang atasnya .
David Hager dan Linda C (1999:21) menyatakan stres sebagai suatu keadaan ketegangan fisik atau mental atau kondisi yang menyebabkan ketegangan. Menurut David A (1990:240), stres adalah respon otomatis dari tubuh, termasuk pikiran sampai pada perubahan- perubahan, tantangan- tantangan, dan tuntutan lain yang kita temui dalam setiap bagian kehidupan sehari- hari. Stres dapat juga berarti respon fisiologi, psikologi dan perilaku dari seseorang dalam upaya untuk menyesuaikan dari tekanan baik secara internal maupun eksternal.
2.1.2 Pengertian Stres Kerja
Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya (Anwar Prabu, 1993: 93). Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu. Menurut Pandji Anoraga (2001:108), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Gibson dkk (1996:339), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang. Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Tenaga kerja yang menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau tidak.
Tenaga kerja dalam interaksinya dipekerjaan, dipengaruhi pula oleh hasil interaksi di tempat lain, di rumah, di sekolah, di perkumpulan, dan sebagainya (Ashar Sunyoto, 2001: 380). Phillip L (dikutip Jacinta, 2002), menyatakan bahwa seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja jika:
1) Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja.
2) Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu.
3) Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stres tersebut.
Sebenarnya stres kerja tidak selalu membuahkan hasil yang buruk dalam kehidupan manusia. Selye membedakan stres menjadi 2 yaitu distress yang destruktif dan eustress yang merupakan kekuatan positif. Stres diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang tinggi. Semakin tinggi dorongan untuk berprestasi, makin tinggi juga produktivitas dan efisiensinya. Demikian pula sebaliknya stres kerja dapat menimbulkan efek yang negatif. Stres dapat berkembang menjadikan tenaga kerja sakit, baik fisik maupun mental sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal.
2.1.3 Penyebab Stres Kerja
Menurut Gibson dkk (1996:343-350), penyebab stres kerja ada 4 yaitu
1) Lingkungan fisik
Penyebab stres kerja dari lingkungan fisik berupa cahaya, suara, suhu,
dan udara terpolusi.
2) Individual
Tekanan individual sebagai penyebab stres kerja terdiri dari:
(a) Konflik peran
Stressor atau penyebab stres yang meningkat ketika seseorang menerima pesan- pesan yang tidak cocok berkenaan dengan perilaku peran yang sesuai. Misalnya adanya tekanan untuk bergaul dengan baik bersama orang- orang yang tidak cocok.
(b) Peran ganda
Untuk dapat bekerja dengan baik, para pekerja memerlukan informasi
tertentu mengenai apakah mereka diharapkan berbuat atau tidak
berbuat sesuatu. Peran ganda adalah tidak adanya pengertian dari
seseorang tentang hak, hak khusus dan kewajiban- kewajiban dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
(c) Beban kerja berlebih
Ada dua tipe beban berlebih yaitu kuantitatif dan kualitatif. Memiliki terlalu banyak sesuatu untuk dikerjakan atau tidak cukup waktu untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan merupakan beban berlebih yang bersifat kuantitatif. Beban berlebih kualitatif terjadi jika individu merasa tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka atau standar penampilan yang dituntut terlalu tinggi.
(d) Tidak adanya kontrol
Suatu stresor besar yang dialami banyak pekerja adalah tidak adanya
pengendalian atas suatu situasi. Sehingga langkah kerja, urutan kerja, pengambilan keputusan, waktu yang tepat, penetapan standar kualitas
dan kendali jadwal merupakan hal yang penting.
(e) Tanggung jawab
Setiap macam tanggung jawab bisa menjadi beban bagi beberapa orang, namun tipe yang berbeda menunjukkan fungsi yang berbeda sebagai stresor.
(f) Kondisi kerja
3) Kelompok
Keefektifan setiap organisasi dipengaruhi oleh sifat hubungan diantara kelompok. Karakteristik kelompok menjadi stresor yang kuat bagi beberapa individu. Ketidakpercayaan dari mitra pekerja secara positif berkaitan dengan peran ganda yang tinggi, yang membawa pada kesenjangan komunikasi diantara orang- orang dan kepuasan kerja yang rendah. Atau dengan kata lain adanya hubungan yang buruk dengan kawan, atasan, dan bawahan.
4) Organisasional
Adanya desain struktur organisasi yang jelek, politik yang jelek dan tidak adanya kebijakan khusus.
2.1.4 Gejala Stres Kerja
Menurut Ashar Sunyoto (2001: 378) gejala- gejala stres di tempat kerja
sebagai berikut:
1) Tanda- tanda suasana hati (mood )
Berupa menjadi overexcited, cemas, merasa tidak pasti, sulit tidur malam hari, menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi sangat tidak enak dan gelisah, menjadi gugup.
2) Tanda- tanda otot kerangka (musculoskeletal)
Berupa jari- jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat, mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja), kepala mulai sakit, merasa otot menjadi tegang atau kaku, menggagap ketika bicara, leher menjadi kaku.
3) Tanda- tanda organ- organ dalam badan (viseral)
Berupa perut terganggu, merasa jantung berdebar, banyak keringat, tangan berkeringat, merasa kepala ringan atau akan pingsan, mengalami kedinginan, wajah menjadi panas, mulut menjadi kering, mendengar bunyi berdering dalam kuping. Ada beberapa gejala- gejala dari stres kerja yaitu:
(a) Menolak perubahan
(b) Produktivitas dan efisiensi yang berkurang
(c) Kehilangan motivasi, ingatan, perhatian, tenggang rasa dan pengendalian
(d) Kurang tidur, kehilangan nafsu makan dan menurunnya nafsu seks
(e) Tidak menyukai tempat bekerja dan orang- orang yang bekerja bersama anda.
Gejala- gejala stres kerja dapat berupa letih dan lelah, kecewa, perasaan tidak
berdaya, gangguan tidur, kegelisahan, ketegangan, kecemasan, cepat marah, kehilangan rasa percaya diri, perasaan kesepian atau keterasingan, makan terlalu sedikit, mudah tersinggung, berdebar- debar dan sulit berkonsentrasi.
Gejala stres kerja menurut Terry B dan John N (dikutip Jacinta F, 2002), dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu
1) Gejala psikologis, meliputi Kecemasan, ketegangan, bingung, marah, sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak efektif, mengurung diri, depresi, merasa terasing dan mengasingkan diri, kebosanan, ketidakpuasaan kerja, lelah mental, menurunnya fungsi intelektual, kehilangan daya konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreativitas, kehilangan semangat hidup dan menurunnya harga diri dan rasa percaya diri.
2) Gejala fisik, meliputi Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan noradrenalin, gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan kardiovaskuler, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migrain, kanker, ketegangan otot, problem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur).
3) Gejala perilaku, meliputi Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, penurunan prestasi dan produktivitas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase, meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan), kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi, meningkatnya agresifitas dan kriminalitas, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman serta kecenderungan bunuh diri.
2.2. Produktivitas
2.2.1 Pengertian Produktivitas
Produktivitas kerja seringkali dikaitkan dengan keefektivan dan efisiensi dari kerja atau dikaitkan dengan masalah rasio hasil kerja (keluaran) dan berbagai sumber yang diperlukan untuk tercapainya hasil kerja tersebut (masukan) (I Ketut Gde Juli S, 2004:17).
Menurut Sugeng Budiono (2003: 263) produktivitas mempunyai eberapa
pengertian yaitu:
1) Pengertian fisiologi
Produktivitas yaitu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik kemarin, esok harus lebih baik dari hari ini. Pengertian ini mempunyai makna bahwa dalam perusahaan atau pabrik, manajemen harus terus menerus melakukan perbaikan proses produksi, sistem kerja, lingkungan kerja dan lain- lain.
2) Produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). Perumusan ini berlaku untuk perusahaan, industri dan ekonomi keseluruhannya. Secara sederhana produktivitas adalah perbandingan secara ilmu hitung, antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber daya yang dipergunakan selama proses berlangsung.
Husein Umar (1998:9) menyatakan produktivitas adalah hasil perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input).
2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas
Faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas kerja karyawan antara lain motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan dan aspek- aspek ekonomis (Handoko, 2001:193). Sritomo Wignjosoebroto (2003:9) mengungkapkan bahwa pada hakikatnya produktivitas kerja akan banyak ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu:
1) Faktor teknis
yaitu faktor yang berhubungan dengan pemakaian dan penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, penerapan metode kerja yang lebih efektif dan efisien, dan atau penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis.
2) Faktor manusia
Yaitu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap usaha- usaha yang dilakukan manusia didalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Ada 2 hal pokok yang menentukan, yaitu kemampuan kerja dari pekerja tersebut dan yang lain adalah motivasi kerja yang merupakan pendorong ke arah kemajuan dan peningkatan prestasi kerja atas seseorang.
Sjahmien Moellfi (2003:75) menyatakan ada 3 faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu
1) Beban kerja
Berhubungan langsung dengan beban fisik, mental maupun sosial yang mempengaruhi tenaga kerja sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
2) Kapasitas kerja
Kapasitas kerja adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya pada waktu tertentu. Kapasitas kerja sangat bergantung pada jenis kelamin, pendidikan, ketrampilan, usia dan status gizi. 3) Beban tambahan akibat lingkungan kerja Lingkungan kerja yang buruk akan memberikan dampak berupa penurunan produktivitas kerja, antara lain:
(a) Faktor fisik seperti panas, iklim kerja, kebisingan, pencahayaan, dan getaran.
(b) Faktor kimia seperti bahan- bahan kimia, gas, uap, kabut, debu, partikel.
(c) Faktor biologis seperti penyakit yang disebabkan infeksi, jamur, virus, dan parasit.
(d) Fisiologis, letak kesesuaian ukuran tubuh tenaga kerja dengan peralatan, beban kerja, posisi dan cara kerja yang akan mempengaruhi produktivitas kerja.
(e) Faktor psikologis, berupa kesesuaian antara hubungan kerja antar karyawan sendiri, karyawan atasan, suasana kerja yang kurang baik serta pekerjaan yang monoton.
Balai Pengembangan Produktivitas Daerah (dikutip Husein Umar, 998:11) menyebutkan ada 6 faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja yaitu :
(a) Sikap kerja
(b) Tingkat ketrampilan
(c) Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan
(d) Manajemen produktivitas
(e) Efisiensi tenaga kerja
(f) Kewiraswastaan
Sedangkan produktivitas dipengaruhi banyak faktor. Faktor- faktor tersebut dapat berada dalam diri tenaga kerja maupun diluar diri tenaga kerja itu sendiri. Didalam diri tenaga kerja antara lain sikap mental, motivasi, disiplin dan etos kerja. Faktor lain yang dapat mempengaruhi produktivitas yaitu pendidikan, ketrampilan dan kemampuan, sistem manajemen, teknologi yang digunakan, sarana produksi, iklim ingkungan
kerja, kesehatan dan gizi kerja, jaminan sosial.
2.2.3 Penananganan Stres Kerja
Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua endekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
1. Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya. trategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik aka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh gar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi sires yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan oengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
2. Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental. Secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan mcnjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial.
1. Strategi Penanganan Individual
Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
a. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kogtiitif.
Artinya, jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan, para karyawan tersebut seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudlu bagi orang Islam, dan sebagainya.
b. Melakukan reiaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan medilasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan demikian karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan di mana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.
c. Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:78).
2. Strategi-strategi Penanganan Organisasional.
Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol penekan tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan dengan :
a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung.
Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi dengan menyertakan infleksibel, iktim impersonal. Ini dapat membawa pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan mungkin membuat struktur tebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja mereka.
b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik
Dengan meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab, pengakuan, dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi skill, identitas tugas, Signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab, pengetahuan hasil-hasil.
c. Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional.
Konflik peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah penekan individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional sehingga penyebab stress ini dapat dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing pekerjaan mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah pengertian yang ambigious dari apa yang dia kerjakan. Sebuah strategi klarifikasi peran yang spesifik memungkinkan seseorang mengambil sebuah peranan menemukan sebuah catatan ekspektansi dari masingmasing pengirim peran. Catatan ini kemudian akan dibandingkan dengan ekspektansi fokal seseorang, dan banyak perbedaan akan secara terbuka didiskusikan untuk mengklarifikasi ketidakjelasan dan negoisasikan untuk memecahkan konflik.
d. Rencana dan pengembangan jalur karir dan menyediakan konseling.
Secara tradisional, organisasi telah hanya menunjukkan melalui kepentingan dalam perencanaan karir dan pengembangan pekerja mercka. Individu dibiarkan untuk memutuskan gerakan dan slrategi karir sendiri.
2.3 Pengaruh Stres Kerja Terhadap Produktifitas Anggota Organisasi
Menurut Gibson dkk (1996:363), dampak dari stres kerja banyak dan ervariasi. Dampak positif dari stres kerja diantaranya motifasi pribadi, ngsangan untuk bekerja lebih keras, dan meningkatnya inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek yang mengganggu dan secara otensial berbahaya. Cox membagi menjadi 5 kategori efek dari stres kerja yaitu :
1) Subyektif berupa kekhawatiran atau ketakutan, agresi, apatis, rasa bosan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kendali emosi, penghargaan diri yang rendah, gugup, kesepian.
2) Perilaku berupa mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, luapan emosional, makan atau merokok secara berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup.
3) Kognitif berupa ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang masuk akal, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitif terhadap kritik, hambatan mental.
4) Fisiologis berupa kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, panas, dan dingin.
5) Organisasi berupa angka absensi, omset, produktivitas rendah, terasing, dari mitra kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang. Selain efek tersebut terdapat juga efek stres yang lain yaitu perilaku tidak produktif dan menarik diri seperti lekas marah, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, dan tindakan legal (hukum) secara khusus mengganggu.
Menurut Bambang Tarupolo (2002:18), tenaga kerja yang tidak mampu bereaksi secara baik terhadap stres yang dialami, kesehatan jiwanya akan tergangu dan karenanya kualitas hidup dan produktivitasnya menjadi rendah. aryawan tersebut akan menunjukkan: dalam bentuk hilangnya produktivitas .
(a) Sering mengeluh sakit dan berobat
(b) Malas dan sering mangkir
(c) Sering membuat kesalahan dalam pekerjaan dan cenderung mengalami kecelakaan kerja
(d) Sering marah dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik
(e) Tidak peduli dengan lingkungan, bingung dan pelupa
(f) Cara pandang yang negatif dan rasa permusuhan
(g) Terlibat penyalahgunaan narkoba
(h) Terlibat tindak sabotase di lingkungan kerja.
Stres kerja dapat mengakibatkan hal- hal sebagai berikut:
(a) Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres yaitu penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, mual, muntah, dan sebagainya.
(b) Kecelakaan kerja: terutama pada pekerjaan yang menuntut kinerja yang tinggi, bekerja bergiliran (shift), penyalahgunaan zat aditif
(c) Absen: pegawai yang sulit menyelesaikan pekerjaan sebab tidak hadir karena pilek, sakit kepala
(d) Lesu kerja: pegawai kehilangan motivasi bekerja
(e) Gangguan jiwa: mulai dari gangguan yang mempunyai efek yang ringan dalam kehidupan sehari- hari sampai pada gangguan yang mengakibatkan ketidakmampuan yang berat.Gangguan jiwa ringan seperti mudah gugup, tegang, marah- marah, mudah tersinggung, kurang berkonsentrasi, apatis dan depresi. Perubahan perilaku berupa kurang partisipasi dalam pekerjaan, mudah bertengkar, terlalu mudah mengambil resiko. Gangguan yang lebih jelas lagi dapat berupa depresi, gangguan cemas (Laurentius Panggabean, 2003:2).
Menurut Jacinta (2002), stres kerja dapat juga mengakibatkan hal- hal sebagai
berikut:
1) Dampak terhadap perusahaan yaitu
(a) Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja
(b) Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
(c) Menurunnya tingkat produktivitas
(d) Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller, stres yang dihadapi tenaga kerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Demikian pula jika banyak diantara tenaga kerja di dalam organisasi atau perusahaan mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu.
2) Dampak terhadap individu.
Munculnya masalah- masalah yang berhubungan dengan:
(a) Kesehatan
Banyak penelitian yang menemukan adanya akibat-akibat stres terhadap kesehatan seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya.
(b) Psikologis
Stres berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus menerus yang disebut stres kronis. Stres kronis sifatnya menggerigoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara perlahan- lahan.
(c) Interaksi interpersonal
Orang yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam kondisi stres. Oleh karena itu sering salah persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat dan penilaian, kritik, nasehat, bahkan perilaku orang lain. Orang stres sering mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri.
2.4 Penanganan Stres Kerja pada Anggota Organisasi
2.4.1 Strategi Dukungan Sosial.
Untuk mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain. Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak, sehingga dukungan sosial dapat diperoleh seperti dikatakan Landy (dalam Margiati, 1999:78) dan Goldberger & Breznitz (dalam Margiati, 1999:78). Karyawan dapat mengajak berbicara orang lain tentang masalah yang dihadapi, atau sctldaknya ada tempat mengadu atas keluh kesahnya (Minner dalam Margiati, 1999:78).
Terdapat empat pendekatan terhadap stres kerja, yaitu dukungan social (social support), meditasi (meditation), biofeedback, dan program kesehatan pribadi (personal wellness programs). Pendekatan tersebut sesuai dengan pendapat Keith Davis & John W. Newstrom, (dalam Mangkunegara, 2002:157-158) yang mengemukakan bahwa "Four approaches that of ten involve employee and management cooperation for stres management are social support, meditation, biofeedback and personal wellnes programs".
1. Pendekatan dukungan sosial. Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada karyawan. Misalnya: bennam game, dan bercanda.
2. Pendekatan melalui meditasi.
Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran, mengcndorkan kerja otot, dan menenangkan emosi meditasi ini dapat dilakukan selama dua periode waktu yang masing-masing 15-20 menit. Meditasi bias dilakukan di ruangan khusus.
3. Pendekatan melalui biofeedback.
Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stress yang dialaminya.
4. Pendekatan kesehatan pribadi.
Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinyu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur.
Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola dalam mengatasi stres, yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola psikologis (Mangkunegara, 2002:158-159):
1. Pola sehat
Pola sehat adalah pola menghadapi stres yang terbaik yaitu dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenamya tantangan dan tekanan cukup banyak.
1. Pola sehat
Pola sehat adalah pola menghadapi stres yang terbaik yaitu dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenamya tantangan dan tekanan cukup banyak.
2. Pola harmonis
Pola harmonis adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Individu tersebut selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan penuh. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.
3. Pola patologis.
Pola patologis adalah pola menghadapi stres dengan berdampak berbagai gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksireaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah-masalah yang buruk. Untuk menghadapi stres dengan cara sehat atau harmonis, tentu banyak hal yang dapat dikaji. Dalam menghadapi stres, dapat dilakukan dengan tiga strategi yailu, (a) memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stres, (b) menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stres, dan (c) meningkatkan daya tahan pribadi. Dalam strategi pertama, perlu dilakukan penilaian terhadap situasi sumbersumber stres, mengembangkan alternatif tindakan, mengambil tindakan yang dipandang paling tepat, mengambil tindakan yang lebih positif. Strategi kedua, dilakukan dengan mengendalikan berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri. Dalam membentuk mekanisme pertahanan diri dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya menangis, menceritakan masalah kepada orang lain, humor (melucu), istirahat dan sebagainya. Sedangkan dalam menghadapi reaksi emosional, adalah dengan mengendalikan emosi secara sadar, dan mcndapatkan dukungan sosial dari lingkungan. Strategi ketiga, dilakukan dengan memperkuat diri sendiri, yaitu dengan lebih memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan ketrampilan pribadi, berolahraga secara teratur, beribadah, pola-pola kerja yang teralur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang lebih realistik.
2.4.2 Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang
organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untukbmenibcrikan tugas yang menyertakan stress ringan bagi karyawan untukbmemberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakanbsebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
1. Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level tresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu,latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi sires yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
2. Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
3.1 Kesimpulan
Stres adalah reaksi seseorang secara psikologi, fisiologi, maupun perilaku bila seseorang mengalami ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Menurut Pandji Anoraga (2001:108), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Produktivitas kerja adalah keefektivan dan efisiensi dari kerja atau dikaitkan dengan masalah rasio hasil kerja (keluaran) dan berbagai sumber yang diperlukan untuk tercapainya hasil kerja tersebut (masukan) (I Ketut Gde Juli S, 2004:17).
Dampak dari stres kerja pada anggota organisasi, dampak terhadap organisasi yaitu, Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja, Mengganggu kenormalan aktivitas kerja, Menurunnya tingkat produktivitas, Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Stres yang dihadapi tenaga kerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Demikian pula jika banyak diantara tenaga kerja di dalam organisasi atau perusahaan mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Sedangkan dampak terhadap individu, munculnya masalah- masalah yang berhubungan dengan Kesehatan, banyak penelitian yang menemukan adanya akibat-akibat stres terhadap kesehatan seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya.
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Dalam hubungannya dengan tempat kerja dan organisasi, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat.
Referensi :
Agus M Harjana. 1994. Stres tanpa Distres Seni Mengolah Stres. Yogyakarta: Kanisius Anwar Prabu. 1993. Psikologi Perusahaan. Bandung: Trigenda Karya
Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia
Bambang Tarupolo. 2002. Warta Kesehatan Kerja Media Komunikasi Kesehatan Kerja edisi 2
David A. 1990. Industrial Safety Management and Technology. New Jersey: Prectice Hall
David Hager dan Linda C. 1999. Stres dan Tubuh Wanita. Alih Bahasa: Widjaja Kusuma. Batam: Interaksa
Gibson dkk. 1996. Organisasi. Editor: Lyndon Saputra. Jakarta: Binarupa Aksara
Handoko, TH. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE
Husein Umar. 1998. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
I Ketut Gde Juli S. 2004. Pemberian Kudapan dan Istirahat Pendek Menurunkan
Kehilangan Berat Badan, beban Kerja dan Keluhan Subjektif Serta Meningkatkan Produktivitas Perajin Gamelan di Desa Tihingan Kabupaten
Klungkung. Jei Vol 5. No.1/Juni 2004, hlm. 16-22
Jacinta F. 2002. Stres kerja.www.e-psikologi.com/masalah/stres.
Pandji Anoraga. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta: PT Rineka Cipta
Laurentius Panggabean. 2003. Warta Kesehatan Kerja Media Komunikasi Kesehatan Kerja edisi 1
Regina Naisa. 2003. Konflik dan Coping Ibu Terhadap Stres Ketika Akan Bekerja.www.F.PsiUntar.com.
Sjahmien Moellfi. 2003. Ilmu Gizi. Jakarta: PT Papas Sinar Sinanti Bhatara
Sugeng Budiono, dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia
Bambang Tarupolo. 2002. Warta Kesehatan Kerja Media Komunikasi Kesehatan Kerja edisi 2
David A. 1990. Industrial Safety Management and Technology. New Jersey: Prectice Hall
David Hager dan Linda C. 1999. Stres dan Tubuh Wanita. Alih Bahasa: Widjaja Kusuma. Batam: Interaksa
Gibson dkk. 1996. Organisasi. Editor: Lyndon Saputra. Jakarta: Binarupa Aksara
Handoko, TH. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE
Husein Umar. 1998. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
I Ketut Gde Juli S. 2004. Pemberian Kudapan dan Istirahat Pendek Menurunkan
Kehilangan Berat Badan, beban Kerja dan Keluhan Subjektif Serta Meningkatkan Produktivitas Perajin Gamelan di Desa Tihingan Kabupaten
Klungkung. Jei Vol 5. No.1/Juni 2004, hlm. 16-22
Jacinta F. 2002. Stres kerja.www.e-psikologi.com/masalah/stres.
Pandji Anoraga. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta: PT Rineka Cipta
Laurentius Panggabean. 2003. Warta Kesehatan Kerja Media Komunikasi Kesehatan Kerja edisi 1
Regina Naisa. 2003. Konflik dan Coping Ibu Terhadap Stres Ketika Akan Bekerja.www.F.PsiUntar.com.
Sjahmien Moellfi. 2003. Ilmu Gizi. Jakarta: PT Papas Sinar Sinanti Bhatara
Sugeng Budiono, dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
trims yah yang udah mosting, jadi bahan rfrensi juga nih,,, terus di update yahh>>>>>>>>>>>>txs
ReplyDeleteok,,,n makish juga. n jika saudara punya artikel atau makalah dapat anda kirim ya ke email mitra,,untuk lebih kaya refernsi nya,,ok
ReplyDeletemas kok g lengkap? ini skripsi kan. klo bisa yang lengkap dari awal sampe akhir
ReplyDelete