Monday, March 29, 2010

PELIMPAHAN WEWENANG DARI KABUPATEN KE KECAMATAN MENIMBULKAN MASALAH BARU

 

PELIMPAHAN WEWENANG DARI KABUPATEN KE KECAMATAN 
MENIMBULKAN MASALAH BARU



A. PENDAHULUAN
Kecamatan merupakan tingkat pemerintahan yang memainkan peranan penting di daerah, terutama dalam masa pembangunan. Pentingnya peran kecamatan itu ditambah adanya tuntutan warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik, maka diperlukan kemampuan dan kapasitas pemerintah kecamatan yang memadai. Pemerintah kecamatan sendiri sudah berupaya untuk memperbaiki pelayanannya dalam kerangka memenuhi kebutuhan warganya.

Perlunya Pelimpahaan Wewenang
Peningkatan kualitas pelayanan kecamatan sudah dilakukan, namun optimalisasinya terhambat karena tidak jelasnya pembagian kewenangan kepada kecamatan. Sebagian besar urusan pelayanan publik yang ditangani kecamatan hanyalah berupa legalisasi surat dari kepala desa atau rekomendasi untuk dilanjutkan ke pemerintah kabupaten.  Hal ini jelas mengakibatkan dilema bagi kecamatan, di satu sisi ingin memberikan pelayanan yang mudah, murah dan cepat, namun di sisi lain terhambat oleh sedikitnya kewenangan untuk menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.

Salah satu upaya untuk itu adalah pelimpahan wewenang dari Bupati/Walikota kepada camat untuk menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan dan pembangunan. Dengan adanya pelimpahan wewenang ini diharapkan beberapa pelayanan publik seperti pemberian ijin dan pelayanan non perijinan dapat diselesaikan secara langsung di kecamatan. Hal ini jelas akan memberikan semangat yang cukup kuat kepada pemerintah kecamatan untuk meningkatkan kinerjanya terutama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan memudahkan warga masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang murah, cepat dan berkualitas.

Pelimpahan wewenang dari Bupati kepada Camat ini selain merupakan tuntutan dari warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang mudah, murah, cepat dan berkualitas, juga merupakan amanat dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 126 ayat 2 yang berbunyi ”Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”.

Amanat yang sama juga dikemukakan oleh Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah pada pasal 12 ayat 3, ” Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota.”  Peraturan Pemerintah No. 19 Tentang Kecamatan memperjelas hal ini dengan menyatakan bahwa ”Selain melaksanakan tugas umum pemerintahan, camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan, pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan, dan kewenangan lain yang dilimpahkan.”

Kewenangan yang Dilimpahkan
Merunut pada definisi, wewenang adalah hak seseorang pejabat untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan berhasil baik. (Ensiklopedi Administrasi, 1977 : 28). Sedangkan pelimpahan adalah proses menyerahkan sebagian wewenang dari pejabat kepada pejabat untuk melaksanakan sebagian urusan. Pelimpahan dari bupati kepada camat ini tak dapat didelegasikan oleh camat kepada pejabat lainnya tanpa seijin bupati sebagai yang melimpahkan wewenang.

Ada dua alasan penting perlunya pelimpahan kewenangan, yaitu: (1) kemampuan seseorang menangani pekerjaan ada batasnya; dan (2) perlu adanya pembagian tugas dan kaderisasi kepemimpinan. (Terry, 1960 : 300). Pelimpahan wewenang dari bupati kepada camat ini sebenarnya merupakan upaya untuk optimalisasi peran dan fungsi kecamatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Hasil yang diharapkan adalah terealisasikannya kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat yang mudah, murah, cepat dan berkualitas.

Pelimpahan sendiri dapat berjalan dengan efektif bila sejumlah prasyarat terpenuhi, yaitu:
a. Keinginan politik dari Bupati untuk melimpahkan wewenang ke Camat.
b. Kemauan politik dari Bupati dan DPRD untuk menjadikan kecamatan sebagai pusat 
   pelayanan masyarakat, terutama untuk pelayanan yang bersifat sederhana, seketika,
    mudah, dan murah serta berdaya lingkup setempat
c. Ketulusan hati dinas/lembaga teknis daerah untuk melimpahkan sebagian
    kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh kecamatan.
d. Dukungan anggaran, infrastruktur dan personil untuk menjalankan kewenangan yang
     telah didelegasikan

Manfaat Pelimpahan
Meski pelimpahan berarti ada sejumlah kewenangan yang berkurang dari pemerintah daerah, namun sebenarnya hal itu tak berarti dibanding manfaat yang diperoleh. Salah satu manfaatnya adalah mempercepat pengambilan keputusan berkaitan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat, sehingga program-program pemberdayaan masyarakat pun dapat cepat diimplementasikan. Manfaat lainnya adalah mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat sehingga pelayanan menjadi lebih berkualitas, dan mempersempit rentang kendali dari Bupati kepada Kepala Desa. Terakhir adalah bermanfaat untuk memunculkan kader kepemimpinan pemerintahan yang lebih handal, karena lebih teruji dengan tanggung jawab yang lebih besar.

B. PELIMPAHAN WEWENANG
Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam  lapangan  hukum  publik.  Namun  sesungguhnya  terdapat  perbedaan diantara keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut  “kekuasaan formal”, kekuasaan  yang  berasal  dari  kekuasaan  yang  diberikan  oleh  Undang-undang atau   legislatif   dari   kekuasaan   eksekutif   atau   administratif.   Karenanya, merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu  bidang  pemerintahan  atau  urusan  pemerintahan  tertentu  yang  bulat. Sedangkan  “wewenang” hanya merngenai suatu  “onderdeel”  (bagian) tertentu saja dari kewenangan.

Kewenangan diperoleh oleh seseorang melalui 2(dua) cara yaitu dengan atribusi atau dengan pelimpahan wewenang.

Atribusi  adalah  wewenang  yang  melekat  pada  suatu  jabatan.  Dalam tinjauan  hukum  tata  Negara,  atribusi  ini  ditunjukan  dalam  wewenang  yang dimiliki   oleh   organ   pemerintah   dalam   menjalankan   pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan.

Selain  secara  atribusi,  wewenang  juga  dapat  diperoleh  melalui  proses pelimpahan yang disebut :
a.  delegasi
b.  mandat.

Diantara  jenis-jenis  pelimpahan  wewenang  ini,  perbedaan  antara  keduanya adalah sebagai berikut :
DELEGASI    MANDAT

Pendelegasian    diberikan   biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan biasanya pihak  pemberi  wewenang  memiliki kedudukan  lebih  tinggi  dari  pihak yang diberikan wewenang
   
Umumnya   mandat   diberikan   dalam
hubungan kerja internal antara atasan dan bawahan


Terjadi pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan
   
Tidak  terjadi  pengakuan  kewenangan
atau   pengalihtanganan   kewenangan dalam  arti  yang  diberi  mandat  hanya bertindak  untuk  dan  atas  nama  yang memberikan mandat

Pemberi  delegasi  tidak  dapat  lagi menggunakan     wewenang     yang dimilikinya    karena    telah    terjadi pengalihan  wewenang  kepada  yang diserahi wewenang
   
Pemberi mandat     masih     dapat menggunakan   wewenang   bilamana mandat telah berakhir

Pemberi     delegasi    tidak    wajib memberikan   instruksi (penjelasan) kepada   yang   diserahi   wewenang mengenai   penggunaan   wewenang tersebut    namun    berhak    untuk meminta     penjelasan     mengenai pelaksanaan wewenang tersebut

    Pemberi    mandat     wajib untuk memberikan    instruksi  (penjelasan)kepada  yang  diserahi   ewenang  dan berhak   untuk   meminta   penjelasan mengenai    pelaksanaan    wewenang tersebut

Tanggungjawab   atas   pelaksanaan wewenang  berada  pada  pihak  yang menerima wewenang tersebut
    Tanggungjawab    atas    pelaksanaan
wewenang   tidak   beralih   dan   tetap
berada   pada   pihak   yang   memberi
mandat

Baik wewenang yang diperoleh berdasarkan atribusi maupun berdasarkan pelimpahan   sama-sama   harus   terlebih   dahulu   dipastikan   bahwa   yang melimpahkan benar memiliki wewenang tersebut dan wewenang itu benar ada berdasarkan konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan.

Demikian  pula  wewenang  dalam  pembentukan  Peraturan  Perundang-undangan  dapat  dibedakan  antara  atribusi  dan  delegasi.  Atribusi  terdapat apabila adanya wewenang yang dberikan oleh UUD atau UU kepada suatu badan dengan  kekuasaan  dan  tanggung  jawab  sendiri (mandiri)  untuk  membuat/ membentuk  peraturan  perundang-undangan.  Sedangkan  delegasi  terdapat apabila  suatu  badan (organ)  yang  mempunyai  wewenang  secara  mandiri membuat  peraturan  perundang-undangan  (wewenang  atribusi)  menyerahkan (overdragen) kepada suatu badan atas kekuasaan dan tanggung jawab sendiri wewenang   untuk   membuat/membentuk   peraturan   perundang-undangan. Wewenang   atribusi   dan   delegasi   dalam   membuat/membentuk   peraturan perundang-undangan timbul karena :
1.  tidak dapat bekerja cepat dan mengatur segala sesuatu sampai pada tingkat yang rinci.
2.  adanya  tuntutan  dari  para  pelaksana  untuk  melayani  kebutuhan  dengan cepat berdasarkan aturan-aturan hukum tertentu.

Dalam suatu struktur organisasi lembaga Negara, umumnya yang terjadi adalah pelimpahan wewenang. Lembaga Negara dibentuk berdasarkan konstitusi (UUD) yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang. Berdasarkan atribusi, pimpinan suatu lembaga Negara memiliki wewenang. Kewenangan ini tidak  dapat  dilaksanakan  oleh  pimpinan  lembaga  Negara  tersebut  karenanya kemudian untuk pelaksanaannya secara teknis di lapangan, pimpinan lembaga Negara tersebut dapat melimpahkan wewenangnya.

Pelimpahan  wewenang  adalah  penyerahan  sebagian  dari  wewenang pejabat  atasan  kepada  bawahan  tersebut  membantu  dalam  melaksanakan tugas-tugas  kewajibannya  untuk  bertindak  sendiri.  Pelimpahan  wewenang  ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku,  pelimpahan  wewenang  yang dapat    dilimpahkan    kepada    pejabat    bawahannya    adalah    wewenang penandatanganan. Bentuk pelimpahan penandatanganan adalah :
1.   Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas nama (a.n)
Merupakan   jenis   pelimpahan   wewenang   secara   mandat,   atas   nama digunakan  jika  yang  menandatangani  surat  telah  diberi  wewenang  oleh pejabat yang bertanggung jawab berdasarkan bidang tugas, wewenang dan tanggung  jawab  pejabat  yang  bersangkutan.  Pejabat  yang  bertanggung jawab melimpahkan wewenang kepada pejabat di bawahnya, paling banyak hanya 2 (dua)  rentang  jabatan  struktural  di  bawahnya.  Persyaratan pelimpahan wewenang ini adalah :
(a) pelimpahan  wewenang  harus  dituangkan  dalam  bentuk  tertulis  yaitu dalam bentuk Instruksi Dinas atau Surat Kuasa;
(b) materi  yang  dilimpahkan  harus  merupakan  tugas  dan  tanggung  jawab pejabat yang melimpahkan;
(c) pada  dasarnya  wewenang  penandatanganan  meliputi  surat-surat  untuk kepentingan  ke  luar  maupun  di  dalam  lingkungan  lembaga  Negara tersebut;
(d) penggunaan  wewenang  hanya  sebatas  kewenangan  yang  dilimpahkan      kepadanya    dan    materi    kewenangan    yang dibahas tersebut harus  dipertanggungjawabkan oleh    yang    dilimpahkan    kepada    yang melimpahkan;
(e)  tanggung  jawab  sebagai  akibat  penandatanganan  surat  berada  pada
    pejabat yang diatasnamakan.

2.  pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah untuk beliau (u.b)
Merupakan  jenis  pelimpahan  wewenang  secara  delegasi,  untuk  beliau digunakan jika yang diberikan kuasa memberi kuasa lagi kepada pejabat satu tingkat  di  bawahnya,  sehingga  untuk  beliau  (u.b)  digunakan  setelah  atas nama  (a.n).  Pelimpahan  wewenang  ini  mengikuti  urutan  sampai 2(dua) tingkat  structural  di  bawahnya,  dan  pelimpahan  ini  bersifat  fungsional. Persyaratan yang harus dipenuhi :
(a)  materi  yang  ditangani  merupakan  tugas  dan  tanggung  jawab  pejabat yang        
       melimpahkan;
(b)  dapat digunakan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai pemangku jabatan
    sementara atau yang mewakili;
(c) pada  dasarnya  wewenang  penandatanganan  meliputi  surat-surat  untuk   kepentingan internal dalam lingkungan lembaga Negara yang melampaui batas lingkup jabatan pejabat yang menandatangani surat;
      (d) tanggung jawab berada pada pejabat yang dilimpahkan wewenang.

3.  Pelimpahan  wewenang  dengan  menggunakan  istilah  atas  perintah  beliau (apb.)    dan atas perintah (ap.)
Merupakan  pelimpahan  wewenang  secara  mandat,  dimana  pejabat  yang seharusnya menandatangani memberi perintah kepada pejabat di bawahnya untuk  menandatangani  sesuai  dengan  tugas  dan  tanggung  jawabnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini yang membedakannya dengan kedua jenis pelimpahan wewenang lainnya, yaitu hanya dapat dilakukan jika dalam keadaan mendesak dan tidak menyangkut materi yang bersifat kebijakan.

Dalam  pelaksanaan  kegiatan  setiap  satuan  kerja  pada  dasarnya  harus berjalan lancar dan harus ada pejabat yang mempertanggungjawabkannya, akan tetapi terkadang karena beberapa hal terdapat pejabat yang berhalangan untuk melaksanakan  tugasnya.  Untuk  itu  kemudian  ditunjuk  pejabat  lain  yang bertindak sebagai pejabat pengganti sementara  (Pgs) atau pejabat pelaksana harian (Plh.), yaitu :
1.  Pejabat  Pengganti  Sementara  (Pgs.),  ditunjuk  berdasarkan  usulan  pejabat     yang  berhalangan,  dan  penunjukan  ini  dituangakan  secara  tertulis  dalam  bentuk  Instruksi  Dinas.  Pejabat  yang  menggantikan  adalah  pejabat  yang berada dalam tingkat eselon yang sama dengan pejabat yang digantikan, dan Pgs. mempunyai hak serta kewajiban untuk melaksanakan tugas rutin atau dalam batas-batas tugas yang dinyatakan dalam instruksi dinas. Pejabat yang berwenang untuk melakukan penunjukan :
a.  Pimpinan Lembaga Negara untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon I;
b.  Pejabat Eselon I untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon II;
c.  Pejabat Eselon II untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon III dan IV.

2.  Pelaksana tugas harian (Plh.), ditunjuk apabila pejabat yang memimpin suatu satuan kerja untuk waktu tertentu tidak dapat melaksanakan tugas secara optimal atau berhalangan antara lain karena pensiun, melakukan perjalanan dinas, tugas belajar mengikuti pendidikan dan pelatihan/kursus, menunaikan Ibadah Haji, cuti dan sakit serta alasan lain yang serupa dengan itu, atau tidak dapat melaksanakan tugasnya sekurang-kurangnya 7(tujuh) hari kerja. Penunjukan Plh. dilakukan oleh :
a.  Sekretaris  Jenderal  untuk  Pejabat  Eselon  I  dengan  menunjuk Pejabat selon II di lingkungan pejabat yang berhalangan; 
b.  Pejabat Eselon I untuk Pejabat Eselon II dengan menunjuk Pejabat Eselon     III di lingkungan pejabat yang berhalangan;
c.  Pejabat  Eselon  II  untuk  Pejabat  Eselon  III  dengan  menunjuk  Pejabat     Eselon IV di lingkungan pejabat yang berhalangan;
d.  Pejabat  Eselon  III  untuk  Pejabat  Eselon  IV  dengan  menunjuk  Pejabat     Eselon IV lain di lingkungannya atau seorang staf di lingkungan pejabat yang    
       berhalangan yang dipandang mampu.

Penunjukan ini dituangkan secara tertulis dalam bentuk Nota Dinas dan tidak memberikan dampak kepegawaian maupun tunjangan kepegawaian. Dalam Nota Dinas ini disebutkan tugas-tugas yang dapat dilakukan oleh plh., selama pejabat definitif berhalangan melaksanakan tugasnya. Berbeda dengan Pgs. Plh.  Dilarang  untuk  mengambil  atau  menerapkan keputusan  yang sifatnya mengikat.


C. MASALAH PELIMPAHAN WEWENANG  (CONTOH KASUS)
Pelimpahan Wewenang Kepada Kecamatan
Timbulkan Masalah Baru
Selasa, 28 Juli 2009 18:54  (Antara/FINROLL News)

Pelimpahan wewenang dari Kabupaten kepada Kecamatan, yang di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tercatat 106 item, menimbulkan masalah baru, kata anggota DPRD Kabupaten Bandung, Moch Ikhsan, di Soreang, Selasa.

Bandung, 28/7/09 (Antara/FINROLL News) - Pelimpahan wewenang dari Kabupaten kepada Kecamatan, yang di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tercatat 106 item, menimbulkan masalah baru, kata anggota DPRD Kabupaten Bandung, Moch Ikhsan, di Soreang, Selasa.

"Salah satu contoh masalah yang timbul akibat pelimpahan kewenangan ini, adalah rusaknya Kawasan Bandung Utara (KBU)," kata Ikhsan, Ketua Panitia Khusus (Pansus) II, Pembentukan Kabupaten Bandung Timur DPRD Kabupaten Bandung itu.

Pandangan itu disampaikan ketika ia diminta menanggapi pendapat bahwa dari segi pelayanan masyarakat, Kabupaten Bandung tidak perlu memisahkan diri dari kabupaten induk karena 106 kewenangan Kabupaten, termasuk perihal perizinan, telah dilimpahkan ke kecamatan.

Berapa pun jumlah kewenangan bupati yang dilimpahkan kepada pemerintahan kecamatan, menurut Ikhsan, tidak akan menyelesaikan masalah pelayanan publik bila kewenangan tersebut tidak disesuaikan dengan karakteristik kecamatan penerima kewenangan. Lagi pula, lanjut Ikhsan, masalah pemekaran Kabupaten Bandung untuk membentuk daerah otonom bukan masalah tingkat kecamatan, melainkan masalah suara terbanyak dari masyarakat desa.

"Bukan masalah kecamatan, tapi ada pada elemen politik paling bawah, yaitu Badan Perwakilan Desa (BPD), yang subsantsinya mengarah kepada rentang kendali pelayanan," ujarnya.

Salah seorang penggiat LSM Forum Masyarakat Islam Indonesia (Formasi) dari kawasan timur Kabupaten Bandung, Ade Zakaria menyebutkan, kewenangan yang dilimpahkan kepada kecamatan itu sangat kurang menyentuh masyarakat kecil.

"Dari sekian banyak kewenangan tersebut kebanyakan kewenangan perizinan yang tidak begitu banyak dinikmati oleh masyarakat kecil, sedangkan pelayanan yang sangat diperlukan masyarakat desa masih banyak dipegang olah pemerintah kabupaten," kata Ade. Seorang pejabat Pemerintah Kabupaten Bandung menyatakan masyarakat timur Kabupaten Bandung tidak perlu memisahkan diri dari kabupaten induk, karena pelayanan pemerintah kini sudah semakin dekat dengan masyarakat dengan dilimpahkannya ratusan kewenangan bupati kepada camat.

"Kalau dilihat dari segi pelayanan, toh kita sudah berupaya memberikan pelayanan yang sebaik mungkin dengan melimpahkan sebagian kewenangan ke kecamatan, ada 106 kewenangan, termasuk perizinan," kata pejabat yang enggan disebutkan identitas lengkapnya.


D. SIMPULAN DAN ALTERNATIF PENANGANAN MASALAH
Pelimpahan wewenang dari Bupati kepada Camat ini selain merupakan tuntutan dari warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang mudah, murah, cepat dan berkualitas, juga merupakan amanat dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 126 ayat 2 yang berbunyi ”Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”.

Pelimpahan yangh efektif dapat dicapai dengan alternatif sebagai berikut ini:
•    bawahan dapat memahami apa yang diinginkan atau dikomunikasikan oleh pimpinan atau atasan
•    pada saat sang bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten atau tidak bertentangan dengan rencana pencapaian tujuan organisasi
•    pada saat sang bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi, maupun motif pribadi atau kelompoknya
•    sang bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang diperintahkannya
•    Kunci Pelimpahan Wewenang agar Efektif
–    Kepercayaan atasan pada bawahan
–    Komunikasi terbuka antara atasan dengan bawahan
–    Kemampuan manajer dalam memahami tujuan organisasi, tuntutan pekerjaan, dan kemampuan bawahan

•    Tindakan agar Wewenang agar Efektif
–    Penentuan hal-hal yang dapat didelegasikan
–    Penentuan orang yang layak untuk menerima delegasi
–    Penyediaan sumber daya yang dibutuhkan
–    Pelimpahan tugas yang akan diberikan
–    Intervensi pada saat yang diperlukan

Pelimpahan wewenang dari Bupati/Walikota kepada camat untuk menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan dan pembangunan. Dengan adanya pelimpahan wewenang ini diharapkan beberapa pelayanan publik seperti pemberian ijin dan pelayanan non perijinan dapat diselesaikan secara langsung di kecamatan. Hal ini jelas akan memberikan semangat yang cukup kuat kepada pemerintah kecamatan untuk meningkatkan kinerjanya terutama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan memudahkan warga masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang murah, cepat dan berkualitas.

Referensi :

Abdul   Wahab,  Solichin,   1990.  Pengantar  Analisis   Kebijaksanaan  Negara. Jakarta. Rineka Cipta.  
G.J. Wolhoff.  1955. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia Yogyakarta. Timun Mas.
Thoha, Miftah.  2003. Ilmu Administrasi Negara. Jakarta. Rajawali Press. cet. keVIII,
Syafi' I, Inu Kencana, dkk 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta. Rineka cipta.
Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Departemen Dalam Negeri.
Pedoman Administrasi Umum BPK-RI.

No comments:
Write komentar

Silahkan isi komentar Anda disini

E-learning

Produk Rekomendasi