PELIMPAHAN WEWENANG DARI KABUPATEN KE KECAMATAN
MENIMBULKAN MASALAH BARU
MENIMBULKAN MASALAH BARU
A. PENDAHULUAN
Kecamatan merupakan tingkat pemerintahan yang memainkan peranan penting di daerah, terutama dalam masa pembangunan. Pentingnya peran kecamatan itu ditambah adanya tuntutan warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik, maka diperlukan kemampuan dan kapasitas pemerintah kecamatan yang memadai. Pemerintah kecamatan sendiri sudah berupaya untuk memperbaiki pelayanannya dalam kerangka memenuhi kebutuhan warganya.
Kecamatan merupakan tingkat pemerintahan yang memainkan peranan penting di daerah, terutama dalam masa pembangunan. Pentingnya peran kecamatan itu ditambah adanya tuntutan warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik, maka diperlukan kemampuan dan kapasitas pemerintah kecamatan yang memadai. Pemerintah kecamatan sendiri sudah berupaya untuk memperbaiki pelayanannya dalam kerangka memenuhi kebutuhan warganya.
Perlunya Pelimpahaan Wewenang
Peningkatan kualitas pelayanan kecamatan sudah dilakukan, namun optimalisasinya terhambat karena tidak jelasnya pembagian kewenangan kepada kecamatan. Sebagian besar urusan pelayanan publik yang ditangani kecamatan hanyalah berupa legalisasi surat dari kepala desa atau rekomendasi untuk dilanjutkan ke pemerintah kabupaten. Hal ini jelas mengakibatkan dilema bagi kecamatan, di satu sisi ingin memberikan pelayanan yang mudah, murah dan cepat, namun di sisi lain terhambat oleh sedikitnya kewenangan untuk menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
Salah satu upaya untuk itu adalah pelimpahan wewenang dari Bupati/Walikota kepada camat untuk menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan dan pembangunan. Dengan adanya pelimpahan wewenang ini diharapkan beberapa pelayanan publik seperti pemberian ijin dan pelayanan non perijinan dapat diselesaikan secara langsung di kecamatan. Hal ini jelas akan memberikan semangat yang cukup kuat kepada pemerintah kecamatan untuk meningkatkan kinerjanya terutama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan memudahkan warga masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang murah, cepat dan berkualitas.
Pelimpahan wewenang dari Bupati kepada Camat ini selain merupakan tuntutan dari warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang mudah, murah, cepat dan berkualitas, juga merupakan amanat dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 126 ayat 2 yang berbunyi ”Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”.
Amanat yang sama juga dikemukakan oleh Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah pada pasal 12 ayat 3, ” Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota.” Peraturan Pemerintah No. 19 Tentang Kecamatan memperjelas hal ini dengan menyatakan bahwa ”Selain melaksanakan tugas umum pemerintahan, camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan, pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan, dan kewenangan lain yang dilimpahkan.”
Kewenangan yang Dilimpahkan
Merunut pada definisi, wewenang adalah hak seseorang pejabat untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan berhasil baik. (Ensiklopedi Administrasi, 1977 : 28). Sedangkan pelimpahan adalah proses menyerahkan sebagian wewenang dari pejabat kepada pejabat untuk melaksanakan sebagian urusan. Pelimpahan dari bupati kepada camat ini tak dapat didelegasikan oleh camat kepada pejabat lainnya tanpa seijin bupati sebagai yang melimpahkan wewenang.
Ada dua alasan penting perlunya pelimpahan kewenangan, yaitu: (1) kemampuan seseorang menangani pekerjaan ada batasnya; dan (2) perlu adanya pembagian tugas dan kaderisasi kepemimpinan. (Terry, 1960 : 300). Pelimpahan wewenang dari bupati kepada camat ini sebenarnya merupakan upaya untuk optimalisasi peran dan fungsi kecamatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Hasil yang diharapkan adalah terealisasikannya kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat yang mudah, murah, cepat dan berkualitas.
Pelimpahan sendiri dapat berjalan dengan efektif bila sejumlah prasyarat terpenuhi, yaitu:
a. Keinginan politik dari Bupati untuk melimpahkan wewenang ke Camat.
b. Kemauan politik dari Bupati dan DPRD untuk menjadikan kecamatan sebagai pusat
pelayanan masyarakat, terutama untuk pelayanan yang bersifat sederhana, seketika,
mudah, dan murah serta berdaya lingkup setempat
c. Ketulusan hati dinas/lembaga teknis daerah untuk melimpahkan sebagian
kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh kecamatan.
d. Dukungan anggaran, infrastruktur dan personil untuk menjalankan kewenangan yang
telah didelegasikan
Manfaat Pelimpahan
Meski pelimpahan berarti ada sejumlah kewenangan yang berkurang dari pemerintah daerah, namun sebenarnya hal itu tak berarti dibanding manfaat yang diperoleh. Salah satu manfaatnya adalah mempercepat pengambilan keputusan berkaitan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat, sehingga program-program pemberdayaan masyarakat pun dapat cepat diimplementasikan. Manfaat lainnya adalah mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat sehingga pelayanan menjadi lebih berkualitas, dan mempersempit rentang kendali dari Bupati kepada Kepala Desa. Terakhir adalah bermanfaat untuk memunculkan kader kepemimpinan pemerintahan yang lebih handal, karena lebih teruji dengan tanggung jawab yang lebih besar.
B. PELIMPAHAN WEWENANG
Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam lapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan “wewenang” hanya merngenai suatu “onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan.
Kewenangan diperoleh oleh seseorang melalui 2(dua) cara yaitu dengan atribusi atau dengan pelimpahan wewenang.
Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan.
Selain secara atribusi, wewenang juga dapat diperoleh melalui proses pelimpahan yang disebut :
a. delegasi
b. mandat.
Diantara jenis-jenis pelimpahan wewenang ini, perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut :
DELEGASI MANDAT
Pendelegasian diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang
Umumnya mandat diberikan dalam
hubungan kerja internal antara atasan dan bawahan
Terjadi pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan
Tidak terjadi pengakuan kewenangan
atau pengalihtanganan kewenangan dalam arti yang diberi mandat hanya bertindak untuk dan atas nama yang memberikan mandat
Pemberi delegasi tidak dapat lagi menggunakan wewenang yang dimilikinya karena telah terjadi pengalihan wewenang kepada yang diserahi wewenang
Pemberi mandat masih dapat menggunakan wewenang bilamana mandat telah berakhir
Pemberi delegasi tidak wajib memberikan instruksi (penjelasan) kepada yang diserahi wewenang mengenai penggunaan wewenang tersebut namun berhak untuk meminta penjelasan mengenai pelaksanaan wewenang tersebut
Pemberi mandat wajib untuk memberikan instruksi (penjelasan)kepada yang diserahi ewenang dan berhak untuk meminta penjelasan mengenai pelaksanaan wewenang tersebut
Tanggungjawab atas pelaksanaan wewenang berada pada pihak yang menerima wewenang tersebut
Tanggungjawab atas pelaksanaan
wewenang tidak beralih dan tetap
berada pada pihak yang memberi
mandat
Baik wewenang yang diperoleh berdasarkan atribusi maupun berdasarkan pelimpahan sama-sama harus terlebih dahulu dipastikan bahwa yang melimpahkan benar memiliki wewenang tersebut dan wewenang itu benar ada berdasarkan konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan.
Demikian pula wewenang dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dibedakan antara atribusi dan delegasi. Atribusi terdapat apabila adanya wewenang yang dberikan oleh UUD atau UU kepada suatu badan dengan kekuasaan dan tanggung jawab sendiri (mandiri) untuk membuat/ membentuk peraturan perundang-undangan. Sedangkan delegasi terdapat apabila suatu badan (organ) yang mempunyai wewenang secara mandiri membuat peraturan perundang-undangan (wewenang atribusi) menyerahkan (overdragen) kepada suatu badan atas kekuasaan dan tanggung jawab sendiri wewenang untuk membuat/membentuk peraturan perundang-undangan. Wewenang atribusi dan delegasi dalam membuat/membentuk peraturan perundang-undangan timbul karena :
1. tidak dapat bekerja cepat dan mengatur segala sesuatu sampai pada tingkat yang rinci.
2. adanya tuntutan dari para pelaksana untuk melayani kebutuhan dengan cepat berdasarkan aturan-aturan hukum tertentu.
Dalam suatu struktur organisasi lembaga Negara, umumnya yang terjadi adalah pelimpahan wewenang. Lembaga Negara dibentuk berdasarkan konstitusi (UUD) yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang. Berdasarkan atribusi, pimpinan suatu lembaga Negara memiliki wewenang. Kewenangan ini tidak dapat dilaksanakan oleh pimpinan lembaga Negara tersebut karenanya kemudian untuk pelaksanaannya secara teknis di lapangan, pimpinan lembaga Negara tersebut dapat melimpahkan wewenangnya.
Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, pelimpahan wewenang yang dapat dilimpahkan kepada pejabat bawahannya adalah wewenang penandatanganan. Bentuk pelimpahan penandatanganan adalah :
1. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas nama (a.n)
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara mandat, atas nama digunakan jika yang menandatangani surat telah diberi wewenang oleh pejabat yang bertanggung jawab berdasarkan bidang tugas, wewenang dan tanggung jawab pejabat yang bersangkutan. Pejabat yang bertanggung jawab melimpahkan wewenang kepada pejabat di bawahnya, paling banyak hanya 2 (dua) rentang jabatan struktural di bawahnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini adalah :
(a) pelimpahan wewenang harus dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu dalam bentuk Instruksi Dinas atau Surat Kuasa;
(b) materi yang dilimpahkan harus merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang melimpahkan;
(c) pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan ke luar maupun di dalam lingkungan lembaga Negara tersebut;
(d) penggunaan wewenang hanya sebatas kewenangan yang dilimpahkan kepadanya dan materi kewenangan yang dibahas tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh yang dilimpahkan kepada yang melimpahkan;
(e) tanggung jawab sebagai akibat penandatanganan surat berada pada
pejabat yang diatasnamakan.
2. pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah untuk beliau (u.b)
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara delegasi, untuk beliau digunakan jika yang diberikan kuasa memberi kuasa lagi kepada pejabat satu tingkat di bawahnya, sehingga untuk beliau (u.b) digunakan setelah atas nama (a.n). Pelimpahan wewenang ini mengikuti urutan sampai 2(dua) tingkat structural di bawahnya, dan pelimpahan ini bersifat fungsional. Persyaratan yang harus dipenuhi :
(a) materi yang ditangani merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang
melimpahkan;
(b) dapat digunakan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai pemangku jabatan
sementara atau yang mewakili;
(c) pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan internal dalam lingkungan lembaga Negara yang melampaui batas lingkup jabatan pejabat yang menandatangani surat;
(d) tanggung jawab berada pada pejabat yang dilimpahkan wewenang.
3. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas perintah beliau (apb.) dan atas perintah (ap.)
Merupakan pelimpahan wewenang secara mandat, dimana pejabat yang seharusnya menandatangani memberi perintah kepada pejabat di bawahnya untuk menandatangani sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini yang membedakannya dengan kedua jenis pelimpahan wewenang lainnya, yaitu hanya dapat dilakukan jika dalam keadaan mendesak dan tidak menyangkut materi yang bersifat kebijakan.
Dalam pelaksanaan kegiatan setiap satuan kerja pada dasarnya harus berjalan lancar dan harus ada pejabat yang mempertanggungjawabkannya, akan tetapi terkadang karena beberapa hal terdapat pejabat yang berhalangan untuk melaksanakan tugasnya. Untuk itu kemudian ditunjuk pejabat lain yang bertindak sebagai pejabat pengganti sementara (Pgs) atau pejabat pelaksana harian (Plh.), yaitu :
1. Pejabat Pengganti Sementara (Pgs.), ditunjuk berdasarkan usulan pejabat yang berhalangan, dan penunjukan ini dituangakan secara tertulis dalam bentuk Instruksi Dinas. Pejabat yang menggantikan adalah pejabat yang berada dalam tingkat eselon yang sama dengan pejabat yang digantikan, dan Pgs. mempunyai hak serta kewajiban untuk melaksanakan tugas rutin atau dalam batas-batas tugas yang dinyatakan dalam instruksi dinas. Pejabat yang berwenang untuk melakukan penunjukan :
a. Pimpinan Lembaga Negara untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon I;
b. Pejabat Eselon I untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon II;
c. Pejabat Eselon II untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon III dan IV.
2. Pelaksana tugas harian (Plh.), ditunjuk apabila pejabat yang memimpin suatu satuan kerja untuk waktu tertentu tidak dapat melaksanakan tugas secara optimal atau berhalangan antara lain karena pensiun, melakukan perjalanan dinas, tugas belajar mengikuti pendidikan dan pelatihan/kursus, menunaikan Ibadah Haji, cuti dan sakit serta alasan lain yang serupa dengan itu, atau tidak dapat melaksanakan tugasnya sekurang-kurangnya 7(tujuh) hari kerja. Penunjukan Plh. dilakukan oleh :
a. Sekretaris Jenderal untuk Pejabat Eselon I dengan menunjuk Pejabat selon II di lingkungan pejabat yang berhalangan;
b. Pejabat Eselon I untuk Pejabat Eselon II dengan menunjuk Pejabat Eselon III di lingkungan pejabat yang berhalangan;
c. Pejabat Eselon II untuk Pejabat Eselon III dengan menunjuk Pejabat Eselon IV di lingkungan pejabat yang berhalangan;
d. Pejabat Eselon III untuk Pejabat Eselon IV dengan menunjuk Pejabat Eselon IV lain di lingkungannya atau seorang staf di lingkungan pejabat yang
berhalangan yang dipandang mampu.
Penunjukan ini dituangkan secara tertulis dalam bentuk Nota Dinas dan tidak memberikan dampak kepegawaian maupun tunjangan kepegawaian. Dalam Nota Dinas ini disebutkan tugas-tugas yang dapat dilakukan oleh plh., selama pejabat definitif berhalangan melaksanakan tugasnya. Berbeda dengan Pgs. Plh. Dilarang untuk mengambil atau menerapkan keputusan yang sifatnya mengikat.
C. MASALAH PELIMPAHAN WEWENANG (CONTOH KASUS)
Pelimpahan Wewenang Kepada Kecamatan
Timbulkan Masalah Baru
Selasa, 28 Juli 2009 18:54 (Antara/FINROLL News)
Pelimpahan wewenang dari Kabupaten kepada Kecamatan, yang di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tercatat 106 item, menimbulkan masalah baru, kata anggota DPRD Kabupaten Bandung, Moch Ikhsan, di Soreang, Selasa.
Bandung, 28/7/09 (Antara/FINROLL News) - Pelimpahan wewenang dari Kabupaten kepada Kecamatan, yang di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tercatat 106 item, menimbulkan masalah baru, kata anggota DPRD Kabupaten Bandung, Moch Ikhsan, di Soreang, Selasa.
"Salah satu contoh masalah yang timbul akibat pelimpahan kewenangan ini, adalah rusaknya Kawasan Bandung Utara (KBU)," kata Ikhsan, Ketua Panitia Khusus (Pansus) II, Pembentukan Kabupaten Bandung Timur DPRD Kabupaten Bandung itu.
Pandangan itu disampaikan ketika ia diminta menanggapi pendapat bahwa dari segi pelayanan masyarakat, Kabupaten Bandung tidak perlu memisahkan diri dari kabupaten induk karena 106 kewenangan Kabupaten, termasuk perihal perizinan, telah dilimpahkan ke kecamatan.
Berapa pun jumlah kewenangan bupati yang dilimpahkan kepada pemerintahan kecamatan, menurut Ikhsan, tidak akan menyelesaikan masalah pelayanan publik bila kewenangan tersebut tidak disesuaikan dengan karakteristik kecamatan penerima kewenangan. Lagi pula, lanjut Ikhsan, masalah pemekaran Kabupaten Bandung untuk membentuk daerah otonom bukan masalah tingkat kecamatan, melainkan masalah suara terbanyak dari masyarakat desa.
"Bukan masalah kecamatan, tapi ada pada elemen politik paling bawah, yaitu Badan Perwakilan Desa (BPD), yang subsantsinya mengarah kepada rentang kendali pelayanan," ujarnya.
Salah seorang penggiat LSM Forum Masyarakat Islam Indonesia (Formasi) dari kawasan timur Kabupaten Bandung, Ade Zakaria menyebutkan, kewenangan yang dilimpahkan kepada kecamatan itu sangat kurang menyentuh masyarakat kecil.
"Dari sekian banyak kewenangan tersebut kebanyakan kewenangan perizinan yang tidak begitu banyak dinikmati oleh masyarakat kecil, sedangkan pelayanan yang sangat diperlukan masyarakat desa masih banyak dipegang olah pemerintah kabupaten," kata Ade. Seorang pejabat Pemerintah Kabupaten Bandung menyatakan masyarakat timur Kabupaten Bandung tidak perlu memisahkan diri dari kabupaten induk, karena pelayanan pemerintah kini sudah semakin dekat dengan masyarakat dengan dilimpahkannya ratusan kewenangan bupati kepada camat.
"Kalau dilihat dari segi pelayanan, toh kita sudah berupaya memberikan pelayanan yang sebaik mungkin dengan melimpahkan sebagian kewenangan ke kecamatan, ada 106 kewenangan, termasuk perizinan," kata pejabat yang enggan disebutkan identitas lengkapnya.
D. SIMPULAN DAN ALTERNATIF PENANGANAN MASALAH
Pelimpahan wewenang dari Bupati kepada Camat ini selain merupakan tuntutan dari warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang mudah, murah, cepat dan berkualitas, juga merupakan amanat dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 126 ayat 2 yang berbunyi ”Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”.
Pelimpahan yangh efektif dapat dicapai dengan alternatif sebagai berikut ini:
• bawahan dapat memahami apa yang diinginkan atau dikomunikasikan oleh pimpinan atau atasan
• pada saat sang bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten atau tidak bertentangan dengan rencana pencapaian tujuan organisasi
• pada saat sang bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi, maupun motif pribadi atau kelompoknya
• sang bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang diperintahkannya
• Kunci Pelimpahan Wewenang agar Efektif
– Kepercayaan atasan pada bawahan
– Komunikasi terbuka antara atasan dengan bawahan
– Kemampuan manajer dalam memahami tujuan organisasi, tuntutan pekerjaan, dan kemampuan bawahan
• Tindakan agar Wewenang agar Efektif
– Penentuan hal-hal yang dapat didelegasikan
– Penentuan orang yang layak untuk menerima delegasi
– Penyediaan sumber daya yang dibutuhkan
– Pelimpahan tugas yang akan diberikan
– Intervensi pada saat yang diperlukan
Pelimpahan wewenang dari Bupati/Walikota kepada camat untuk menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan dan pembangunan. Dengan adanya pelimpahan wewenang ini diharapkan beberapa pelayanan publik seperti pemberian ijin dan pelayanan non perijinan dapat diselesaikan secara langsung di kecamatan. Hal ini jelas akan memberikan semangat yang cukup kuat kepada pemerintah kecamatan untuk meningkatkan kinerjanya terutama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan memudahkan warga masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang murah, cepat dan berkualitas.
Peningkatan kualitas pelayanan kecamatan sudah dilakukan, namun optimalisasinya terhambat karena tidak jelasnya pembagian kewenangan kepada kecamatan. Sebagian besar urusan pelayanan publik yang ditangani kecamatan hanyalah berupa legalisasi surat dari kepala desa atau rekomendasi untuk dilanjutkan ke pemerintah kabupaten. Hal ini jelas mengakibatkan dilema bagi kecamatan, di satu sisi ingin memberikan pelayanan yang mudah, murah dan cepat, namun di sisi lain terhambat oleh sedikitnya kewenangan untuk menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
Salah satu upaya untuk itu adalah pelimpahan wewenang dari Bupati/Walikota kepada camat untuk menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan dan pembangunan. Dengan adanya pelimpahan wewenang ini diharapkan beberapa pelayanan publik seperti pemberian ijin dan pelayanan non perijinan dapat diselesaikan secara langsung di kecamatan. Hal ini jelas akan memberikan semangat yang cukup kuat kepada pemerintah kecamatan untuk meningkatkan kinerjanya terutama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan memudahkan warga masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang murah, cepat dan berkualitas.
Pelimpahan wewenang dari Bupati kepada Camat ini selain merupakan tuntutan dari warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang mudah, murah, cepat dan berkualitas, juga merupakan amanat dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 126 ayat 2 yang berbunyi ”Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”.
Amanat yang sama juga dikemukakan oleh Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah pada pasal 12 ayat 3, ” Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota.” Peraturan Pemerintah No. 19 Tentang Kecamatan memperjelas hal ini dengan menyatakan bahwa ”Selain melaksanakan tugas umum pemerintahan, camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan, pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan, dan kewenangan lain yang dilimpahkan.”
Kewenangan yang Dilimpahkan
Merunut pada definisi, wewenang adalah hak seseorang pejabat untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan berhasil baik. (Ensiklopedi Administrasi, 1977 : 28). Sedangkan pelimpahan adalah proses menyerahkan sebagian wewenang dari pejabat kepada pejabat untuk melaksanakan sebagian urusan. Pelimpahan dari bupati kepada camat ini tak dapat didelegasikan oleh camat kepada pejabat lainnya tanpa seijin bupati sebagai yang melimpahkan wewenang.
Ada dua alasan penting perlunya pelimpahan kewenangan, yaitu: (1) kemampuan seseorang menangani pekerjaan ada batasnya; dan (2) perlu adanya pembagian tugas dan kaderisasi kepemimpinan. (Terry, 1960 : 300). Pelimpahan wewenang dari bupati kepada camat ini sebenarnya merupakan upaya untuk optimalisasi peran dan fungsi kecamatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Hasil yang diharapkan adalah terealisasikannya kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat yang mudah, murah, cepat dan berkualitas.
Pelimpahan sendiri dapat berjalan dengan efektif bila sejumlah prasyarat terpenuhi, yaitu:
a. Keinginan politik dari Bupati untuk melimpahkan wewenang ke Camat.
b. Kemauan politik dari Bupati dan DPRD untuk menjadikan kecamatan sebagai pusat
pelayanan masyarakat, terutama untuk pelayanan yang bersifat sederhana, seketika,
mudah, dan murah serta berdaya lingkup setempat
c. Ketulusan hati dinas/lembaga teknis daerah untuk melimpahkan sebagian
kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh kecamatan.
d. Dukungan anggaran, infrastruktur dan personil untuk menjalankan kewenangan yang
telah didelegasikan
Manfaat Pelimpahan
Meski pelimpahan berarti ada sejumlah kewenangan yang berkurang dari pemerintah daerah, namun sebenarnya hal itu tak berarti dibanding manfaat yang diperoleh. Salah satu manfaatnya adalah mempercepat pengambilan keputusan berkaitan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat, sehingga program-program pemberdayaan masyarakat pun dapat cepat diimplementasikan. Manfaat lainnya adalah mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat sehingga pelayanan menjadi lebih berkualitas, dan mempersempit rentang kendali dari Bupati kepada Kepala Desa. Terakhir adalah bermanfaat untuk memunculkan kader kepemimpinan pemerintahan yang lebih handal, karena lebih teruji dengan tanggung jawab yang lebih besar.
B. PELIMPAHAN WEWENANG
Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam lapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan “wewenang” hanya merngenai suatu “onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan.
Kewenangan diperoleh oleh seseorang melalui 2(dua) cara yaitu dengan atribusi atau dengan pelimpahan wewenang.
Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan.
Selain secara atribusi, wewenang juga dapat diperoleh melalui proses pelimpahan yang disebut :
a. delegasi
b. mandat.
Diantara jenis-jenis pelimpahan wewenang ini, perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut :
DELEGASI MANDAT
Pendelegasian diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang
Umumnya mandat diberikan dalam
hubungan kerja internal antara atasan dan bawahan
Terjadi pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan
Tidak terjadi pengakuan kewenangan
atau pengalihtanganan kewenangan dalam arti yang diberi mandat hanya bertindak untuk dan atas nama yang memberikan mandat
Pemberi delegasi tidak dapat lagi menggunakan wewenang yang dimilikinya karena telah terjadi pengalihan wewenang kepada yang diserahi wewenang
Pemberi mandat masih dapat menggunakan wewenang bilamana mandat telah berakhir
Pemberi delegasi tidak wajib memberikan instruksi (penjelasan) kepada yang diserahi wewenang mengenai penggunaan wewenang tersebut namun berhak untuk meminta penjelasan mengenai pelaksanaan wewenang tersebut
Pemberi mandat wajib untuk memberikan instruksi (penjelasan)kepada yang diserahi ewenang dan berhak untuk meminta penjelasan mengenai pelaksanaan wewenang tersebut
Tanggungjawab atas pelaksanaan wewenang berada pada pihak yang menerima wewenang tersebut
Tanggungjawab atas pelaksanaan
wewenang tidak beralih dan tetap
berada pada pihak yang memberi
mandat
Baik wewenang yang diperoleh berdasarkan atribusi maupun berdasarkan pelimpahan sama-sama harus terlebih dahulu dipastikan bahwa yang melimpahkan benar memiliki wewenang tersebut dan wewenang itu benar ada berdasarkan konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan.
Demikian pula wewenang dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dibedakan antara atribusi dan delegasi. Atribusi terdapat apabila adanya wewenang yang dberikan oleh UUD atau UU kepada suatu badan dengan kekuasaan dan tanggung jawab sendiri (mandiri) untuk membuat/ membentuk peraturan perundang-undangan. Sedangkan delegasi terdapat apabila suatu badan (organ) yang mempunyai wewenang secara mandiri membuat peraturan perundang-undangan (wewenang atribusi) menyerahkan (overdragen) kepada suatu badan atas kekuasaan dan tanggung jawab sendiri wewenang untuk membuat/membentuk peraturan perundang-undangan. Wewenang atribusi dan delegasi dalam membuat/membentuk peraturan perundang-undangan timbul karena :
1. tidak dapat bekerja cepat dan mengatur segala sesuatu sampai pada tingkat yang rinci.
2. adanya tuntutan dari para pelaksana untuk melayani kebutuhan dengan cepat berdasarkan aturan-aturan hukum tertentu.
Dalam suatu struktur organisasi lembaga Negara, umumnya yang terjadi adalah pelimpahan wewenang. Lembaga Negara dibentuk berdasarkan konstitusi (UUD) yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang. Berdasarkan atribusi, pimpinan suatu lembaga Negara memiliki wewenang. Kewenangan ini tidak dapat dilaksanakan oleh pimpinan lembaga Negara tersebut karenanya kemudian untuk pelaksanaannya secara teknis di lapangan, pimpinan lembaga Negara tersebut dapat melimpahkan wewenangnya.
Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, pelimpahan wewenang yang dapat dilimpahkan kepada pejabat bawahannya adalah wewenang penandatanganan. Bentuk pelimpahan penandatanganan adalah :
1. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas nama (a.n)
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara mandat, atas nama digunakan jika yang menandatangani surat telah diberi wewenang oleh pejabat yang bertanggung jawab berdasarkan bidang tugas, wewenang dan tanggung jawab pejabat yang bersangkutan. Pejabat yang bertanggung jawab melimpahkan wewenang kepada pejabat di bawahnya, paling banyak hanya 2 (dua) rentang jabatan struktural di bawahnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini adalah :
(a) pelimpahan wewenang harus dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu dalam bentuk Instruksi Dinas atau Surat Kuasa;
(b) materi yang dilimpahkan harus merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang melimpahkan;
(c) pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan ke luar maupun di dalam lingkungan lembaga Negara tersebut;
(d) penggunaan wewenang hanya sebatas kewenangan yang dilimpahkan kepadanya dan materi kewenangan yang dibahas tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh yang dilimpahkan kepada yang melimpahkan;
(e) tanggung jawab sebagai akibat penandatanganan surat berada pada
pejabat yang diatasnamakan.
2. pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah untuk beliau (u.b)
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara delegasi, untuk beliau digunakan jika yang diberikan kuasa memberi kuasa lagi kepada pejabat satu tingkat di bawahnya, sehingga untuk beliau (u.b) digunakan setelah atas nama (a.n). Pelimpahan wewenang ini mengikuti urutan sampai 2(dua) tingkat structural di bawahnya, dan pelimpahan ini bersifat fungsional. Persyaratan yang harus dipenuhi :
(a) materi yang ditangani merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat yang
melimpahkan;
(b) dapat digunakan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai pemangku jabatan
sementara atau yang mewakili;
(c) pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk kepentingan internal dalam lingkungan lembaga Negara yang melampaui batas lingkup jabatan pejabat yang menandatangani surat;
(d) tanggung jawab berada pada pejabat yang dilimpahkan wewenang.
3. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas perintah beliau (apb.) dan atas perintah (ap.)
Merupakan pelimpahan wewenang secara mandat, dimana pejabat yang seharusnya menandatangani memberi perintah kepada pejabat di bawahnya untuk menandatangani sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Persyaratan pelimpahan wewenang ini yang membedakannya dengan kedua jenis pelimpahan wewenang lainnya, yaitu hanya dapat dilakukan jika dalam keadaan mendesak dan tidak menyangkut materi yang bersifat kebijakan.
Dalam pelaksanaan kegiatan setiap satuan kerja pada dasarnya harus berjalan lancar dan harus ada pejabat yang mempertanggungjawabkannya, akan tetapi terkadang karena beberapa hal terdapat pejabat yang berhalangan untuk melaksanakan tugasnya. Untuk itu kemudian ditunjuk pejabat lain yang bertindak sebagai pejabat pengganti sementara (Pgs) atau pejabat pelaksana harian (Plh.), yaitu :
1. Pejabat Pengganti Sementara (Pgs.), ditunjuk berdasarkan usulan pejabat yang berhalangan, dan penunjukan ini dituangakan secara tertulis dalam bentuk Instruksi Dinas. Pejabat yang menggantikan adalah pejabat yang berada dalam tingkat eselon yang sama dengan pejabat yang digantikan, dan Pgs. mempunyai hak serta kewajiban untuk melaksanakan tugas rutin atau dalam batas-batas tugas yang dinyatakan dalam instruksi dinas. Pejabat yang berwenang untuk melakukan penunjukan :
a. Pimpinan Lembaga Negara untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon I;
b. Pejabat Eselon I untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon II;
c. Pejabat Eselon II untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon III dan IV.
2. Pelaksana tugas harian (Plh.), ditunjuk apabila pejabat yang memimpin suatu satuan kerja untuk waktu tertentu tidak dapat melaksanakan tugas secara optimal atau berhalangan antara lain karena pensiun, melakukan perjalanan dinas, tugas belajar mengikuti pendidikan dan pelatihan/kursus, menunaikan Ibadah Haji, cuti dan sakit serta alasan lain yang serupa dengan itu, atau tidak dapat melaksanakan tugasnya sekurang-kurangnya 7(tujuh) hari kerja. Penunjukan Plh. dilakukan oleh :
a. Sekretaris Jenderal untuk Pejabat Eselon I dengan menunjuk Pejabat selon II di lingkungan pejabat yang berhalangan;
b. Pejabat Eselon I untuk Pejabat Eselon II dengan menunjuk Pejabat Eselon III di lingkungan pejabat yang berhalangan;
c. Pejabat Eselon II untuk Pejabat Eselon III dengan menunjuk Pejabat Eselon IV di lingkungan pejabat yang berhalangan;
d. Pejabat Eselon III untuk Pejabat Eselon IV dengan menunjuk Pejabat Eselon IV lain di lingkungannya atau seorang staf di lingkungan pejabat yang
berhalangan yang dipandang mampu.
Penunjukan ini dituangkan secara tertulis dalam bentuk Nota Dinas dan tidak memberikan dampak kepegawaian maupun tunjangan kepegawaian. Dalam Nota Dinas ini disebutkan tugas-tugas yang dapat dilakukan oleh plh., selama pejabat definitif berhalangan melaksanakan tugasnya. Berbeda dengan Pgs. Plh. Dilarang untuk mengambil atau menerapkan keputusan yang sifatnya mengikat.
C. MASALAH PELIMPAHAN WEWENANG (CONTOH KASUS)
Pelimpahan Wewenang Kepada Kecamatan
Timbulkan Masalah Baru
Selasa, 28 Juli 2009 18:54 (Antara/FINROLL News)
Pelimpahan wewenang dari Kabupaten kepada Kecamatan, yang di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tercatat 106 item, menimbulkan masalah baru, kata anggota DPRD Kabupaten Bandung, Moch Ikhsan, di Soreang, Selasa.
Bandung, 28/7/09 (Antara/FINROLL News) - Pelimpahan wewenang dari Kabupaten kepada Kecamatan, yang di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tercatat 106 item, menimbulkan masalah baru, kata anggota DPRD Kabupaten Bandung, Moch Ikhsan, di Soreang, Selasa.
"Salah satu contoh masalah yang timbul akibat pelimpahan kewenangan ini, adalah rusaknya Kawasan Bandung Utara (KBU)," kata Ikhsan, Ketua Panitia Khusus (Pansus) II, Pembentukan Kabupaten Bandung Timur DPRD Kabupaten Bandung itu.
Pandangan itu disampaikan ketika ia diminta menanggapi pendapat bahwa dari segi pelayanan masyarakat, Kabupaten Bandung tidak perlu memisahkan diri dari kabupaten induk karena 106 kewenangan Kabupaten, termasuk perihal perizinan, telah dilimpahkan ke kecamatan.
Berapa pun jumlah kewenangan bupati yang dilimpahkan kepada pemerintahan kecamatan, menurut Ikhsan, tidak akan menyelesaikan masalah pelayanan publik bila kewenangan tersebut tidak disesuaikan dengan karakteristik kecamatan penerima kewenangan. Lagi pula, lanjut Ikhsan, masalah pemekaran Kabupaten Bandung untuk membentuk daerah otonom bukan masalah tingkat kecamatan, melainkan masalah suara terbanyak dari masyarakat desa.
"Bukan masalah kecamatan, tapi ada pada elemen politik paling bawah, yaitu Badan Perwakilan Desa (BPD), yang subsantsinya mengarah kepada rentang kendali pelayanan," ujarnya.
Salah seorang penggiat LSM Forum Masyarakat Islam Indonesia (Formasi) dari kawasan timur Kabupaten Bandung, Ade Zakaria menyebutkan, kewenangan yang dilimpahkan kepada kecamatan itu sangat kurang menyentuh masyarakat kecil.
"Dari sekian banyak kewenangan tersebut kebanyakan kewenangan perizinan yang tidak begitu banyak dinikmati oleh masyarakat kecil, sedangkan pelayanan yang sangat diperlukan masyarakat desa masih banyak dipegang olah pemerintah kabupaten," kata Ade. Seorang pejabat Pemerintah Kabupaten Bandung menyatakan masyarakat timur Kabupaten Bandung tidak perlu memisahkan diri dari kabupaten induk, karena pelayanan pemerintah kini sudah semakin dekat dengan masyarakat dengan dilimpahkannya ratusan kewenangan bupati kepada camat.
"Kalau dilihat dari segi pelayanan, toh kita sudah berupaya memberikan pelayanan yang sebaik mungkin dengan melimpahkan sebagian kewenangan ke kecamatan, ada 106 kewenangan, termasuk perizinan," kata pejabat yang enggan disebutkan identitas lengkapnya.
D. SIMPULAN DAN ALTERNATIF PENANGANAN MASALAH
Pelimpahan wewenang dari Bupati kepada Camat ini selain merupakan tuntutan dari warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang mudah, murah, cepat dan berkualitas, juga merupakan amanat dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 126 ayat 2 yang berbunyi ”Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”.
Pelimpahan yangh efektif dapat dicapai dengan alternatif sebagai berikut ini:
• bawahan dapat memahami apa yang diinginkan atau dikomunikasikan oleh pimpinan atau atasan
• pada saat sang bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten atau tidak bertentangan dengan rencana pencapaian tujuan organisasi
• pada saat sang bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi, maupun motif pribadi atau kelompoknya
• sang bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang diperintahkannya
• Kunci Pelimpahan Wewenang agar Efektif
– Kepercayaan atasan pada bawahan
– Komunikasi terbuka antara atasan dengan bawahan
– Kemampuan manajer dalam memahami tujuan organisasi, tuntutan pekerjaan, dan kemampuan bawahan
• Tindakan agar Wewenang agar Efektif
– Penentuan hal-hal yang dapat didelegasikan
– Penentuan orang yang layak untuk menerima delegasi
– Penyediaan sumber daya yang dibutuhkan
– Pelimpahan tugas yang akan diberikan
– Intervensi pada saat yang diperlukan
Pelimpahan wewenang dari Bupati/Walikota kepada camat untuk menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan dan pembangunan. Dengan adanya pelimpahan wewenang ini diharapkan beberapa pelayanan publik seperti pemberian ijin dan pelayanan non perijinan dapat diselesaikan secara langsung di kecamatan. Hal ini jelas akan memberikan semangat yang cukup kuat kepada pemerintah kecamatan untuk meningkatkan kinerjanya terutama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan memudahkan warga masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang murah, cepat dan berkualitas.
Referensi :
Abdul Wahab, Solichin, 1990. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara. Jakarta. Rineka Cipta.
G.J. Wolhoff. 1955. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia Yogyakarta. Timun Mas.
Thoha, Miftah. 2003. Ilmu Administrasi Negara. Jakarta. Rajawali Press. cet. keVIII,
Syafi' I, Inu Kencana, dkk 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta. Rineka cipta.
Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Departemen Dalam Negeri.
Pedoman Administrasi Umum BPK-RI.
No comments:
Write komentarSilahkan isi komentar Anda disini