HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DENGAN EFEKTIFITAS KERJA
Oleh
ENDI SUTRISNA
072645
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Faktor motivasi memiliki hubungan langsung dengan kinerja individual karyawan. Karena kedudukan dan hubunganya itu, maka sangatlah strategis jika pengembangan kinerja individual karyawan dimulai dari peningkatan motivasi kerja. Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah.
Faktor motivasi memiliki hubungan langsung dengan kinerja individual karyawan. Karena kedudukan dan hubunganya itu, maka sangatlah strategis jika pengembangan kinerja individual karyawan dimulai dari peningkatan motivasi kerja. Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah.
Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk meningkatkan kinerja dari para karyawannya.di mana kinerja karyawan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh factor motivasi. Motivasi menjadi pendorong seseorang melaksanakan suatu kegiatan guna mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena itulah tidak heran jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula. Untuk itu motivasi kerja pegawai perlu dibangkitkan agar pegawai dapat menghasilkan kinerja yang terbaik. Motivasi kerja sangat terkait dengan kinerja dari pegawai itu sendiri. Jika seorang pegawai mempunyai motivasi kerja yang tinggi, hamper dapat dipastikan pegawai itu mempunyai kinerja yang tinggi pula.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Salah satu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh seorang pegawai adalah motivasi kerja. Motivasi kerja menjadi hal yang sangat penting karena motivasi kerja tersebut berbanding lurus dengan kinerja pegawai yang bersangkutan. Dengan kata lain, jika pegawai tersebut mempunyai motivasi kerja yang tinggi, maka dapat dipastikan pegawai tersebut mempunyai kinerja yang tinggi pula di dalam pekerjaannya. Jika motivasi kerja kurang bisa jadi hasil kerjanya kurang juga karena motivasi yang kurang dari lingkungan disekitar yang tidak mendukung untuk kerja yang produktif sehingga badan terasa selalu tidak ada energi atau tenaga yang mendorong untu menghasilkan suatu hasil maksimal.
Motivasi kerja menempati posisi sangat penting dalam psikologi kerja, sebab motivasi ini bertugas menjawab pertanyaan: “Mengapa kita bekerja?”. Juga menjawab persoalan tantangan dan metode membangkitkan etos kerja karyawan untuk merealisasikan produktivitas yang ideal.
Sumber Daya Manusia merupakan faktor terpenting karena merupakan aset di dalam organisasi yang mampu memberikan manfaat selain tenaga, juga kreativitas dan semangat yang turut mewujudkan kinerja organisasi. Dengan demikian organisasi tidak mungkin terpisah dari peran Sumber Daya Manusia, walaupun perusahaan telah memiliki, menggunakan dan mengembangkan teknologi modern.
Secara menyeluruh maupun perorangan, pengaruh peran pegawai terhadap produktivitas organisasi cukup besar. Setiap perusahaan pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Untuk mencapai tujuannya organisasi harus menetapkan produktivitas sebagai sasaran dalam upaya tersebut. Produktivitas yang harus ditingkatkan guna mendukung tercapainya tujuan organisasi ditentukan oleh beberapa faktor utama, antara lain : modal, teknologi, manajemen dan sumber daya manusia. Peranan Sumber Daya Manusia juga membutuhkan faktor-faktor lain dalam mewujudkan keterampilan kerja, sebagai unsur dari produktivitas perusahaan, seperti persepsi dan kemampuan karyawan.
Hal ini menjelaskan mengapa motivasi kerja sangat penting bagi seorang pegawai, karena peralatan secanggih apapun tidak akan berarti banyak jika pegawai tersebut mempunyai motivasi kerja yang rendah.
2.1 Pengertian Motivasi
Definisi motivasi adalah“a set of energetic forces that originates both within as well as beyond an individual’s being, to initiate work-related behaviour, and to determine its form, direction, intensity, and duration”. Diterjemahkan secara bebas, Motivasi adalah sekelompok pendorong yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
berasal baik dari dalam maupun dari luar individu;
dapat menimbulkan perilaku bekerja;
dan juga dapat menentukan bentuk, tujuan, intensitas, dan lamanya perilaku bekerja tadi.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Teori-teori motivasi dapat diklasifikan menjadi tiga kelompok, yaitu petunjuk, isi, dan proses.
1. Teori-teori petunjuk (prescriptive theories), teori-teori ini didasarkan atas pengalaman coba-coba.
2. Teori-teori isi (content theories), kadang-kadang disebut teori-teori kebutuhan (need theories), adalah berkenaan dengan pertanyaan apa penyebab perilaku-perilaku atau memusatkan pada pertanyaan “apa” dari motivasi.
3. Teori-teori proses (process theories) berkenaan dengan bagaimana perilaku dimulai dan dilaksanakan atau menjelaskan aspek “bagaimana” dari motivasi.
2.2 Definisi Motivasi Kerja
Dalam lingkup Psikologi Organisasi, ada beberapa teori mengenai motivasi. Masing-masing teori berusaha menerangkan hal-hal apa yang dapat memotivasi karyawan dalam suatu organisasi untuk bekerja lebih optimal. Di bawah ini akan dibahas beberapa dari teori-teori tersebut.
a. Organizational Justice (Keadilan Organisasi)
Karyawan yang bekerja di sebuah organisasi akan berharap bahwa organisasi tersebut akan memperlakukan mereka dengan adil. Dalam artikel ini, dua sudut pandang mengenai keadilan akan digunakan:
Menurut Equity Theory, karyawan menganggap partisipasi mereka di tempat kerja sebagai proses barter, di mana mereka memberikan kontribusi seperti keahlian dan kerja keras mereka, dan sebagai gantinya mereka mengharapkan hasil kerja baik berupa gaji ataupun pengakuan. Di sini, penekanannya adalah pada persepsi mengenai keadilan antara apa yang didapatkan karyawan relatif terhadap apa yang mereka kontribusikan.
Cara lain untuk melihat Keadilan Organisasi adalah melalui konsep Procedural Justice. Di sini, penekanannya adalah apakah prosedur yang digunakan untuk membagikan hasil kerja pada para karyawan cukup adil atau tidak.
Contoh Kasus: Setelah adanya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besar-besaran, motivasi pekerja di sebuah perusahaan biasanya cukup rendah. Ini bisa jadi disebabkan karena karyawan mempersepsi adanya ketidakadilan, baik dari sudut pandang Equity Theory maupun Procedural Justice. Ketika perusahaan memecat karyawan yang telah memberikan kontribusi berupa kerja keras dan keahlian, karyawan mempersepsi bahwa ketidakadilan telah terjadi.
Situasi bisa diperburuk melalui prosedur PHK. Seringkali, alasan mengapa PHK dilakukan hanya diberikan melalui memo atau penjelasan singkat dari manajemen level bawah, tanpa adanya pertemuan tatap muka dengan para pembuat keputusan di manajemen level atas, sehingga karyawan tidak memiliki kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapatnya. Dalam situasi seperti ini, karyawan tidak diberikan cukup kesempatan untuk membentuk justifikasi kognitif dalam benak mereka mengenai mengapa PHK itu diperlukan. Hal ini patut disayangkan karena penelitian telah menunjukkan bahwa digunakannya penjelasan yang masuk akal disertai empati cenderung dapat meminimalkan efek negatif dari keadaan yang tidak adil.
Equity Theory juga menjelaskan bahwa setelah persepsi ketidakadilan terbentuk, karyawan akan mencoba meraih kembali keadilan dengan mengurangi jumlah kontribusi mereka. Misalnya, karyawan bisa saja mulai datang terlambat ke kantor atau bahkan absen sama sekali, dengan tujuan mengurangi waktu dan kerja keras yang mereka kontribusikan pada perusahaan.
Menurut Withdrawal Progression Model, para pekerja di atas kemungkinan akan memulai reaksi mereka dengan tindakan-tindakan ringan seperti datang terlambat, sebelum beralih ke tindakan yang lebih berat, seperti absen, dan pada akhirnya keluar dari perusahaan. Memang belum tentu semua karyawan yang tidak puas akan keluar dari perusahaan, karena masih ada factor-faktor lain yang turut mempengaruhi seperti tingkat pengangguran di lokasi tersebut serta tingkat ketersediaan pekerjaan lain yang dianggap menarik oleh para karyawan tersebut. Namun, bahkan dalam situasi di mana karyawan tidak dapat keluar dari perusahaan, mereka akan terus melanjutkan pelanggaran-pelanggaran selama mereka masih merasa tidak puas. Ini tentu saja merupakan sesuatu yang sulit diterima oleh perusahaan. Karena itu, beberapa rekomendasi akan diberikan dalam Contoh Kasus ini untuk mengurangi perilaku dan sikap yang tidak diinginkan ini.
Rekomendasi: Pertemuan karyawan dengan manajemen serta peninjauan kembali kebijakan perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan dalam teori Organisational Justice (Keadilan Organisasi), ketika karyawan mempersepsi adanya ketidakadilan, mereka akan mengambil tindakan terhadap organisasi dengan tujuan meraih kembali keadilan. Persepsi ketidakadilan ini mungkin dapat dikurangi dengan memberikan alasan-alasan yang masuk akal mengenai mengapa ketidakadilan tersebut harus terjadi. Berdasarkan penelitian, penjelasan yang efektif haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut: otoritas yang tertinggi harus jujur dan menunjukkan empati terhadap para pekerja; dan keputusan yang diambil dapat dijustifikasi berdasarkan informasi yang cukup.
Kriteria-kriteria ini jika diterapkan dalam Contoh Kasus di atas mungkin akan dapat mengurangi efek negatifnya. Pertemuan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan mengenai PHK pada seluruh karyawan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dengan kriteria sebagai berikut:
Penjelasan diberikan oleh manajemen level atas.
Para manajer dengan bersungguh-sungguh menunjukkan empati terhadap para pekerja, misalnya dengan mengucapkan bahwa mereka mengerti bagaimana perasaan para pekerja dengan adanya PHK.
Alasan-alasan PHK dijelaskan secara detil, jika perlu didukung data finansial yang menjustifikasi PHK sebagai jalan terbaik untuk menghindarkan perusaan dari kebangkrutan
Semua karyawan diberikan kesempatan yang cukup untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan pendapat mengenai PHK
Setelah melakukan kegiatan di atas, untuk menghindari adanya persepsi ketidakadilan di masa yang akan datang, perusahaan dapat melakukan peninjauan kebijakan-kebijakan mereka yang berlaku saat ini. Kebijakan perlu diubah jika ada potensi untuk menimbulkan ketidakadilan, misalnya karyawan dari kelompok yang berbeda diperlakukan berbeda dalam proses PHK (mendapat kompensasi yang berbeda, atau hanya kelompok tertentu yang berhak mendapat konseling, dsb).
b. Job Characteristic Model dan Goal Setting (Model Karakteristik Pekerjaan dan Penetapan Target)
Job Characteristic Model menjelaskan bahwa motivasi yang tinggi dapat diraih melalui karakteristik dari pekerjaan itu sendiri. Karakteristik pekerjaan yang dianggap paling penting untuk memotivasi karyawan adalah task identity (identitas tugas), task significance (signifikansi tugas), skill variety (variasi keahlian), autonomy (otonomi), and feedback (umpan balik.
Contoh Kasus: Di sebuah pabrik pengalengan soda yang menggunakan sistem ban berjalan, banyak pekerjaan tidak memenuhi persyaratan karakteristik seperti yang disebutkan di atas. Misalnya, sekelompok pekerja hanya diberi tugas menjalankan mesin pengisi kaleng. Karakteristik pekerjaan mereka sebagai pengisi kaleng soda adalah sebagai berikut:
Task identity (identitas tugas): Karena pekerja hanya bertugas mengisi kaleng, mereka tidak dapat melihat keseluruhan proses kerja mulai dari awal (ketika kaleng-kaleng kosong diantarkan ke pabrik) hingga akhir (ketika dus-dus berisi soda kaleng diangkat ke truk, siap diantarkan).
Task significance (signifikansi tugas): Para pekerja bisa jadi merasa bahwa pekerjaan mereka tidaklah penting, karena mereka tidak bisa melihat bagaimana pekerjaan mereka pada akhirnya mempengaruhi karyawan lain di perusahaan tersebut atau pembeli soda kaleng.
Skill variety (variasi keahlian): Pekerjaan ini hanya membutuhkan satu jenis keahlian, yaitu mengisi kaleng soda.
Autonomy (otonomi): Para pekerja tidak memiliki pilihan atau kontrol dalam pekerjaan mereka karena mereka harus terus mengisi kaleng yang datang dari ban berjalan.
Feedback (umpan balik): Para pekerja tidak mendapatkan umpan balik sehingga mereka tidak mengetahui apakah mereka telah bekerja dengan baik atau tidak.
Dalam situasi seperti ini, para pekerja tidak mempunyai alasan untuk merasa antusias, termotivasi, atau merasa puas akan pekerjaan mereka. Perbedaan individual tetaplah mempengaruhi sehingga ada orang yang tidak terlalu peduli pada karakteristik dari pekerjaan mereka. Namun penelitian menunjukkan bahwa karakteristik intrisik pekerjaan tetap memiliki korelasi dengan kepuasan kerja, bahkan bagi mereka yang tidak terlalu menginginkan pertumbuhan diri pribadi.
Selain karakteristik pekerjaan itu sendiri, aspek lain dari tempat kerja yang dapat mempengaruhi motivasi adalah Goal Setting (Penetapan Target). Menurut prinsip Penetapan Target, karyawan akan termotivasi untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi jika mereka memiliki target yang spesifik.
Melanjutkan contoh sebelumnya (pabrik pengalengan soda), para pekerja hanya bekerja sesuai dengan bahan yang ada di atas ban berjalan. Sulit bagi perusahaan untuk menentukan target yang spesifik untuk setiap kelompok pekerja karena masing-masing kelompok tergantung pada kelompok sebelumnya, misalnya tidak mungkin bagi perusahaan menentukan target 1000 kaleng disegel setiap jamnya bagi kelompok penyegel jika kelompok pengisi hanya dapat mengisi 750 kaleng per jam. Akhirnya, perusahaan hanya dapat memberikan target yang tidak spesifik (misalnya ”Bekerjalah sebaik mungkin”) untuk semua kelompok. Hal ini patut disayangkan karena tidak dapat memotivasi pekerja untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi.
Setelah membahas bahwa karakteristik pekerjaan dan penetapan target dapat mempengaruhi motivasi kerja seperti terjadi dalam Contoh Kasus di atas, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana caranya kita memperbaiki keadaan yang ada.
Rekomendasi: Job Enrichment (Pengayaan Pekerjaan) dan Goal Setting (Penetapan Target). Metode paling popular untuk menerapkan Job Characteristic Model adalah Job Enrichment. Metode ini telah digunakan dengan cukup sukses di banyak perusahaan sejak tahun 70-an seperti AT&T dan Western Union di Amerika Serikat, Norsk Hydro di Norwegia, dan Volvo Corporation di Swedia.
Seperti layaknya solusi-solusi lain di dunia kerja, Job Enrichment tentu saja tidak dapat dianggap obat yang dapat menyembuhkan segala jenis penyakit. Secara khusus Landy (1989) menyebutkan bahwa Job Enrichment justru dapat merugikan para pekerja yang telah terstimulasi secara optimal dalam pekerjaannya. Pekerja yang telah optimal seperti ini akan mengalami overstimulasi jika pekerjaannya disertakan dalam program Job Enrichment (Landy, 1989). Karena Contoh Kasus kita di atas lebih banyak mencakup pekerja yang mendapatkan tugas yang mudah dan repetitif, Job Enrichment sangat cocok untuk diterapkan. Lebih baik lagi jika program ini digabungkan dengan Penetapan Target, sehingga target yang ditetapkan dapat dirancang sesuai dengan pekerjaan yang telah melalui program Job Enrichment.
Sejalan dengan lima karakteristik pekerjaan yang dibahas dalam teori Job Characteristic Model, program Job Enrichment dan Penetapan Target yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
Mengelompokkan pekerja dalam tim yang baru: Saat ini pekerja dikelompokkan berdasarkan langkah tertentu dalam proses ban berjalan, misalnya kelompok pengisi kaleng, penyegel kaleng, pengisi dus, dsb. Tim yang direkomendasikan adalah tim yang terdiri dari orang-orang dengan keahlian yang berbeda. Masing-masing tim akan diberi tanggung jawab untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu. Dengan cara ini, task identity dan task significance akan meningkat bagi semua pekerja, karena mereka dapat melihat keseluruhan proses mulai dari awal hingga akhir, dan juga mereka dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan adalah penting bagi rekan-rekan sesama tim maupun pelanggan. Selain itu, autonomy juga dapat meningkat karena masing-masing tim dapat menentukan bagaimana cara yang terbaik bagi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Misalnya anggota tim dapat menentukan pembagian tugas di antara mereka. Salah satu konsekuensi dari program ini adalah adanya kemungkinan mesin-mesin dalam pabrik harus dipindahkan sesuai dengan pengelompokkan tim yang baru ini. Untuk itu, dibutuhkan analisis finansial untuk menentukan apakah perusahaan mampu membiayai hal ini.
Meningkatkan keahlian pekerja: Sejalan dengan tim yang baru, masing-masing pekerja kini harus menguasai lebih dari satu keahlian dalam keseluruhan proses kerja di perusahaan. Karena itu, mereka harus belajar dari rekan sesama anggota tim (coaching), ataupun dari pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Manajemen perusahaan harus memformalkan proses belajar ini untuk memastikan bahwa semua pekerja memiliki waktu dan kesempatan untuk meningkatkan keahliannya (misalnya dengan menetapkan satu jam pertama dari setiap shift kerja sebagai waktu coaching). Sebagai konsekuensinya, hasil kerja kemungkinan akan menurun untuk beberapa saat karena para pekerja masih berusaha mempelajari keahlian yang baru. Namun hal ini tidak akan berlangsung lama karena keahlian-keahlian yang dibutuhkan dalam Contoh Kasus di atas bukanlah keahlian yang rumit.
Tetapkan target: Target haruslah spesifik dan cukup sulit sehingga pekerja termotivasi untuk mencapainya. Jika memungkinkan, lebih baik seluruh anggota tim diikutsertakan dalam menetapkan target bagi tim tersebut. Menurut penelitian, Penetapan Target yang melibatkan partisipasi anggota tim akan menciptakan response generalisation. Maksudnya adalah bahwa motivasi untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi tidak hanya terjadi pada tugas yang ditargetkan, tapi juga terjadi pada tugas lainnya.
Berikan umpan balik: Para pekerja harus diberi informasi mengenai prestasi kerja mereka. Umpan balik ini bisa diberikan secara rutin, atau ketika ada kejadian khusus yang efeknya signifikan bagi perusahaan. Penetapan Target sangatlah berkaitan dengan pemberian Umpan Balik karena Target tanpa Umpan Balik tidaklah efektif, dan juga sangat sulit memberikan Umpan Balik jika sejak awal tidak ada Target yang dapat dijadikan kriteria evaluasi. Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menciptakan mekanisme untuk mencatat prestasi kerja, baik dari segi kuantitas (misalnya jumlah dus yang dikirim per hari atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu dus soda) maupun kualitas (misalnya tim mana yang banyak dipuji pelanggan karena tidak pernah melakukan kesalahan dalam memenuhi pesanan).
c. Expectancy Theory (Teori Harapan)
Menurut Vroom, orang termotivasi untuk melakukan perilaku tertentu berdasarkan tiga persepsi:
Expectancy: seberapa besar kemungkinan jika mereka melakukan perilaku tertentu mereka akan mendapatkan hasil kerja yang diharapkan (yaitu prestasi kerja yang tinggi)
Instrumentality: seberapa besar hubungan antara prestasi kerja dengan hasil kerja yang lebih tinggi (yaitu penghasilan, baik berupa gaji ataupun hal lain yang diberikan perusahaan seperti asuransi kesehatan, transportasi, dsb)
Valence: seberapa penting si pekerja menilai penghasilan yang diberikan perusahaan kepadanya
Contoh Kasus: Kita akan menggunakan Contoh Kasus PHK seperti yang telah digunakan sebelumnya. Dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan pekerjannya.
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy Theory, tiga hal akan direkomendasikan untuk perusahaan dalam Contoh Kasus kita:
Tingkatkan Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing pekerjaannya.
Tingkatkan Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik pula.
Tingkatkan Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang berbeda, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang memiliki nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.
2.3 Pentingnya Peningkatan Motivasi Kerja
Pelaksanaan tugas dan pekerjaan di dalam suatu organisasi merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar. Demikian pula dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan tersebut tentunya memiliki suatu tujuan yang sama yaitu mengharapkan hasil yang baik dan maksimal sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh atasan kita di kantor. Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik dan sesuai dengan tujuan dari organisasi itu sendiri maka setiap pimpinan organisasi pastilah memiliki aturan dan ketentuan-ketentuan dalam bentuk kebijakan yang harus dipatuhi oleh segenap jajaran pegawai.
Tentunya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pimpinan harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan maksud agar tujuan dari tugas dan pekerjaan tidak melenceng kemana-mana.
Di dalam upaya untuk mencapai tujuan dari organisasi perlu adanya suatu faktor yang harus dimiliki oleh pegawai yakni semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja itu tumbuh dan timbul dalam diri pegawai yang disebabkan adanya motivasi dari pimpinan dalam arti pimpinan memberi motif atau dorongan kepada pegawai, dimana motif itu sendiri menyangkut kebutuhan pegawai baik itu lahir ataupun batin. Pemberian motif merupakan proses dari motivasi, sedangkan motivasi itu sendiri merupakan proses pemberian motif (penggerak) kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab.
Penyelenggaraan motivasi oleh pimpinan memiliki peranan yang sangat penting bila dikaitkan dengan upaya peningkatan semangat kerja pegawai di setiap organisasi. Rendahnya motivasi kerja sangat dipengaruhi oleh perhatian pimpinan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) dalam meningkatkan profesionalisme dan juga untuk meningkatkan etos kerja pegawai.
Sebagaimana kita ketahui, manfaat dari pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) sangat besar bagi upaya menciptakan kesuksesan dalam pencapaian tujuan organisasi meliputi :
1. Menambah wawasan agar mencapai misi
2. Mengembangkan kemampuan agar lebih profesional
3. Menanamkan sense of belonging, agar loyal dan punya dedikasi.
4. Meningkatkan etos kerja agar mempunyai komitmen yang tinggi.
Semangat kerja sedikit banyaknya dipengaruhi oleh prilaku pimpinannya. Prilaku pimpinan yang baik yaitu :
1. Seorang pemimpin hams selalu berfikir positif, selalu antusias, mampu memahami dan menghargai pihak lain (bawahan), tetap tenang dalam situasi sulit atau menegangkan, tetap optimis, tidak mengumpat terhadap bawahan, menjelaskan kesalahannya pada waktu dan tempat yang tepat.
2. Tidak menunda jawaban atau memberikan jawaban yang mengambang.
3. Memberi perintah dengan gaya minta tolong.
4. Bersikap kooperatif.
2.4 Membangun Kinerja Melalui Motivasi Kerja Pegawai
Kalau kita sepakat bahwa fungsi ideal dari pelaksanaan tugas karyawan dalam unit kerja adalah fungsi pelayanan, maka orientasi manajemen harus berfokus pada pelanggan. Maka konteks seharusnya adalah bahwa arah pelaksanaan tugas karyawan adalah memberikan pelayanan pada pelanggan, baik internal maupun exsternal.
Hal-hal di atas tidak mudah. Karena barisan terdepan dalam pemberian pelayanan adalah karyawan dengan berbagai persoalannya. Bukan tidak mungkin pelanggan memperoleh citra yang buruk tentang lembaga/organisasi, gara-gara pekerjaan pelayanan oleh karyawan yang jelek. Dari sinilah mungkin enter-point-nya. Harus fokus pada peningkatan kinerja karyawan. Karena tidak mungkin terjadi “fokus pada pelanggan” tanpa didahului oleh “fokus pada karyawan.”
Berbicara kinerja individual karyawan, ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi. Menurut Gibson, kinerja individual karyawan dipengaruhi oleh faktor motivasi, kemampuan dan lingkungan kerja.
Faktor motivasi memiliki hubungan langsung dengan kinerja individual karyawan. Sedangkan faktor kemamampuan individual dan lingkungan kerja memiliki hubungan yang tidak langsung dengan kinerja. Kedua faktor tersebut keberadaannya akan mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Karena kedudukan dan hubunganya itu, maka sangatlah strategis jika pengembangan kinerja individual karyawan dimulai dari peningkatan motivasi kerja. Diyah Dumasari Siregar ST, MM, dalam tulisannya menyatakan, bahwa karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah.
Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Berdasarkan pengalaman dan dari beberapa buku, biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Pemahaman tentang jenis atau tingkat kebutuhan perorangan karyawan oleh perusahaan menjadi hal mendasar untuk meningkatkan motivasi. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan, produktivitas pun akan meningkat.
Faktor motivasi menjadi sangat penting di dalam meningkatkan kinerja pegawai. Motivasi menjadi pendorong seseorang melaksanakan suatu kegiatan guna mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena itulah tidak heran jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula. Untuk itu motivasi kerja pegawai perlu dibangkitkan agar pegawai dapat menghasilkan kinerja yang terbaik.
Dalam menghadapi era globalisasi, persaingan antar perusahaan akan semakin tinggi dan salah satu kunci sukses untuk memenangkan persaingan adalah kebutuhan akan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Untuk itu, perusahaan akan dituntut untuk dapat lebih selektif dalam memilih SDM yang mampu menunjukkan kinerja yang baik.
Menurut Syaiful F. Prihadi (2004:105) mengatakan:
“Kompetensi menghasilkan kinerja yang efektif dan/atau superior”.
Sedangkan Winardi (2004:31) berkaitan dengan motivasi dan kinerja mengatakan:
“apabila motivasi rendah, maka kinerja para karyawan akan menyusut seakan-akan kemampuan mereka rendah”.
Dari penjelasan tersebut berarti kompetensi dan motivasi mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja. Bisa dikatakan bila pegawai memiliki kompetensi di bidangnya maka pegawai tersebut akan meningkatkan kinerja yang efektif. Demikian pula bila motivasi kerja karyawan tinggi maka akan meningkatkan kinerja.
Betapa pentingnya kinerja bagi perusahaan sehingga pengembangan karyawan berbasis kompetensi dan motivasi kerja merupakan salah satu upaya dapat meningkatkan kinerja, karena pengembangan karyawan berbasis kompetensi dan motivasi kerja merupakan wujud perhatian dan pengakuan perusahaan atau pimpinan kepada karyawan yang menunjukan kemampuan kerja, kerajinan, dan kepatuhan serta disiplin kerja.
Pengolahan karyawan yang efektif melalui cara peningkatan keterampilan dan keahlian karyawan atau peningkatan kompetensi dan pemberian motivasi juga memberikan kesempatan pada karyawan untuk dapat menikatkan prestasi kerja dan berkembang lebih maju apabila kompetensi dan motivasi diberikan secara tepat dan peningkatan kompetensi disesuaikan dengan pendidikan yang dimiliki oleh karyawan diharapkan karyawan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, produktifitas kerja menikat dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan maka hal ini akan mempertimbangkan adanya kecenderungan semangat kerja yang tinggi dan juga meningkatkan loyalitas karyawan kepada perusahaan.
Jadi jelaslah bahwa kompetensi, motivasi kerja dan kinerja saling berhubungan. Hal ini harus diperhatikan karena terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara ketiganya. Disatu pihak kompentensi dan motivasi kerja dapat meningkatkan kinerja. Sehingga pengembangan kompetensi dan motivasi yang baik akan dapat meningkatkan kinerja karyawan tersebut.
Jadi jelaslah bahwa kompetensi, motivasi kerja dan kinerja saling berhubungan. Hal ini harus diperhatikan karena terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara ketiganya. Disatu pihak kompentensi dan motivasi kerja dapat meningkatkan kinerja. Sehingga pengembangan kompetensi dan motivasi yang baik akan dapat meningkatkan kinerja karyawan tersebut.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyelenggaraan motivasi oleh pimpinan memiliki peranan yang sangat penting bila dikaitkan dengan upaya peningkatan semangat kerja pegawai di lingkungan pemerintahan. Rendahnya motivasi kerja sangat dipengaruhi oleh perhatian pimpinan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) dalam meningkatkan profesionalisme dan pelayanan kepada masyrakat dan juga untuk meningkatkan etos kerja pegawai.
Di dalam upaya untuk mencapai tujuan dari organisasi perlu adanya Suatu faktor yang harus dimiliki oleh pegawai yakni semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja itu tumbuh dan timbul dalam diri pegawai yang disebabkan adanya motivasi dari pimpinan dalam arti pimpinan memberi motif atau dorongan kepada pegawai, dimana motif itu sendiri menyangkut kebutuhan pegawai baik itu lahir ataupun batin.
Pemberian motif merupakan proses dari motivasi, sedangkan motivasi itu sendiri merupakan proses pemberian motif (penggerak) kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab.
3.2 Saran
Agar setiap karyawan memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam meningkatkan kinerjanya, sebaiknya peran pimpinan di dalam meningkatkan motivasi kerja dari para karyawan yang bersangkutan harus lebih ditingkatkan. Motivasi kerja pegawai sebagian besar ditentukan oleh peran dari pimpinan itu sendiri. Sebaiknya untuk meningkatkan motivasi dari pegawai, harus terlebih dahulu dimulai dari pemberian motivasi dari pimpinan itu sendiri.
Di dalam upaya untuk mencapai tujuan dari organisasi perlu adanya Suatu faktor yang harus dimiliki oleh pegawai yakni semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja itu tumbuh dan timbul dalam diri pegawai yang disebabkan adanya motivasi dari pimpinan dalam arti pimpinan memberi motif atau dorongan kepada pegawai, dimana motif itu sendiri menyangkut kebutuhan pegawai baik itu lahir ataupun batin.
Pemberian motif merupakan proses dari motivasi, sedangkan motivasi itu sendiri merupakan proses pemberian motif (penggerak) kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab.
3.2 Saran
Agar setiap karyawan memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam meningkatkan kinerjanya, sebaiknya peran pimpinan di dalam meningkatkan motivasi kerja dari para karyawan yang bersangkutan harus lebih ditingkatkan. Motivasi kerja pegawai sebagian besar ditentukan oleh peran dari pimpinan itu sendiri. Sebaiknya untuk meningkatkan motivasi dari pegawai, harus terlebih dahulu dimulai dari pemberian motivasi dari pimpinan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
T. Hani. Handoko, Manajemen Edisi 2, BPFE, Yogyakarta, 2003
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/seleksi.html
isi'a bagus dan gampang didownload
ReplyDeletekawan gk bisa download nich, sekrang bagaimana?
ReplyDelete